Hari Bahagia

75 8 6
                                    

Sebuah kok melayang setelah ditepis dari sebelahnya, seorang gadis berjilbab tengah melawan saudarinya yang hanya terpaut 2 tahun lebih muda, mereka tengah bergembira pasca kelulusan S1 si gadis berjilbab itu.

"Kak, udah ah kalah Vira kalau main sama Kakak." Ucap gadis yang berikat kuncir kuda itu, tak pernah ada yang bisa mengalahkan bakat gadis berjilbab itu dalam permainan bulutangkis.

"Vir, kalau lelah istirahat dulu biar aku main sama pak Usman." Ucapnya membuat Tanvira sang Adik memanyunkan bibir karena merasa diremehkan.

"Kak Ara jangan meremehkan Vira ya mentang-mentang jago, cuman lagi panas nih cuaca gak mendukung banget!" Ucap Tanvira.

"Adara, Tanvira masuk ke rumah dulu sini!" Teriak wanita paru baya yang sibuk memotong sayuran yang tengah dimasaknya, karena halaman rumah berhadapan dengan dapur yang ada jendelanya.

Tanvira dan Adara segera berlari mereka tengah berlomba siapa yang datang lebih dulu kedalam rumah dan ternyata Tanvira, adik yang lebih besar badannya dan lebih tinggi darinya. "Yeahh Vira menang, Kakak kalah jadi malam nanti Tv punya Vira!" Adara menggeleng kepala tidak percaya dengan reaksi Vira yang melompat-lompat, sudah menjadi tiap harinya mereka memperebutkan acara Tv Tanvira yang suka sinetron dan Adara yang suka acara olahraga membuat mereka saling tidak akur dalam hal satu itu.

"Ada apa Bun manggil kita, ada yang bisa dibantu?" tanya Adara menatap Bundanya yang bernama Fatin.

"Ini nih kalian bagi tugas satu orang bantu Bunda masak buat makan malam dan satu lagi Antar pesanan yang dipesan Ibu komplek biasa." Tanvira mendengar itu langsung menyahut.

"Vira bantu Bunda aja disini, biar Kak Adara yang kirim pesanan Bunda, tau kan Vira gak suka keluar kalo matahari lagi gini, apalagi sore suka buat item." Fatin menggeleng kepala.

"Adara gapapa kan kamu yang anter, Ayah kamu lagi banyak tugas kantor." Adara mengangguk.

Setelah itu Fatin memberikan sebuah 3 kotak makanan yang sudah di pesan, Adara segera bersiap dengan jaketnya dan mengambil kunci motor. "Hati-hati di jalan." ucap Fatin dan diangguki Adara.

Ia pun segera mengendarai motor Scoopy pink nya, warna kesukaan itu membuat dirinya gemar mengoleksi barang berwarna merah muda, saat umurnya 19 tahun sang Ayah memberikan hadiah motor itu hingga setiap berangkat ke kampus ia selalu menggunakannya sedangkan Tanvira selalu datang bersama sang Ayah menggunakan mobil, gadis itu mana mau terkena matahari.

Ia sudah masuk di kawasan elite segera Adara menyimpan motornya didepan rumah besar itu, memang tidak jauh berbeda dengan rumahnya tapi yang ini mungkin lebih mewah karena banyak dinding bercat emas.

Ia pun segera diberi izin masuk oleh satpam, ia segera masuk membawa motornya, halaman rumah itu cukup jauh jadi kemungkinan ia harus masuk dengan motornya agar mempercepat pengantaran.

Ting nong

Pintu terbuka menampilkan seorang maid di sana, namun ia pikir langsung diambil saja pesanannya namun malah ia disuruh masuk dulu ke dalam. "Ah Bu maaf tapi saya hanya disuruh mengantar, Ibu tidak perlu menjamu." Ucap Adara namun maid itu tetap mempersilahkannya masuk membuat Adara pasrah.

"Pesanan nasi kotak saya ya?" Adara langsung menoleh saat duduknya membelakangi orang itu, dan ia tersenyum nampak wanita seumuran Bundanya mendekat.

"Ouh Iya Bu, ini pesanan dari cita rasa Bunda, saya tidak salah alamat kan?" Wanita itu menggelengkan kepala.

"Berapa semuanya?" Tanya wanita itu.

"200 ribu." jawab Adara.

Wanita itu memberikan 3 lembar uang merah pada Adara, hendak mengembalikan namun wanita itu tidak menerima kembali. "Kamu apakah putri Fatin?" Adara terdiam.

"Iya, saya putri ibu Fatin Bu." Wanita itu tersenyum lagi, entah kenapa membuat Adara semakin bingung, mungkin tidak salah tersenyum, tapi terlalu sering juga nampak aneh.

Wanita itu membelai kepala Adara. "Duduklah, panggil saya Umi saja!" Adara pun duduk karena tidak enak juga menolak orang tua. "Jadi kamu sekarang masih sekolah?" Adara pun menjawab. "Saya baru lulus S1 mungkin bisa saja diteruskan ke S2 kebetulan ada rezeki, kalau tidak mungkin buka usaha U-mi." Ucap Adara dengan canggung.

"Tidak usah canggung, Umi temannya Bunda kamu kok jadi tau betul pernah ingat tidak waktu usia kamu 5 tahun kamu pernah diajak kesini bahkan mau main sama putra Umi tapi dia tidak ada karena pergi dengan Abi nya." Adara kembali mengingat.

"Ouh Umi namanya...Umi Lani???" Wanita itu mengangguk senang.

"Iya saya Lani." Adara turut senang, pantas saja wanita dihadapannya ini tidak canggung padahal mereka sudah pernah bertemu walau itu sudah lama.

"Ah lama tidak berjumpa Umi." Adara langsung mencium tangan Lani ia juga bahagia karena Lani dulu sangat lembut membuat Adara nampak betah dengannya, sampai pernah tidak mau pulang karena asyik bermain dengan Lani.

"Kamu makin cantik aja Adara, apalagi sekarang sudah berjilbab kaya Bunda kamu." Adara juga melakukannya karena melihat Lani menggunakannya juga memperlihatkan wajah bersinar seorang perempuan membuatnya turut antusias ingin menggunakan jilbab.

"Umi bisa saja, ouh ya apakah Abi Rian ada disini?" tanya Adara, gadis itu tau siapa suami Lani karena Bundanya yang memberi tahu. "Dia Sibuk di kantor biasanya pulang sore." Ucap Lani.

"Ouh ya waktunya kurang tepat sekali, lalu putra Umi, sekalian silaturahmi." Lani tersenyum.

"Putra Umi sedang study di Kairo mungkin bulan depan baru mengambil kelulusan." Adara mengangguk, sempat ia juga ingin sekolah disana tapi mengingat ia harus jauh dari orang tuanya akhirnya ia tetap tinggal di negaranya dan bersekolah disini.

"Ah sudah lumayan lama Ara disini, Ara pamit ya Mi, salam pada suami Umi juga Ara pamit Assalamualaikum." Ucap Adara.

"Waalaikumsalam, hati-hati di jalan." Adara mengangguk setelah salam pada Lani, Lani tersenyum cerah setelah melihat anak dari sahabat lamanya. "Apakah sudah waktunya?" Gumam Lani.

...

"Cie yang udah lulus kapan nih mengajak Vira buat makan?" Tanya Tanvira.

"Kamu ini, setiap hari juga makan masa minta lagi, mau gendut? bukannya suka tubuh ideal?" Tanya Adara yang sibuk dengan gadget nya.

"Yehh mana bisa, Vira kalau makan banyak pun tetap langsing gak kaya Kakak!" Adara menolak argumen adiknya, jelas disini siapa yang kalau makan banyak tetap kecil dan jawabannya adalah dirinya. "Walau tinggi kamu 168 dengan berat 57 tidak memungkinkan kalau kamu lebih ideal, tinggi Kakak 157 dengan berat 48 jadi siapa disini yang lebih ideal?" Tanya Adara.

"Kakak itu kurus bukan langsing." Ucap Tanvira menyela. "Kamu juga berisi bukan langsing." Akhirnya mereka berdebat karena masalah makan, memang selalu ada aja topik antara mereka.

"Ouh ya Kakak mau nerusin S2?" Tanya Tanvira.

"Enggak tau masih bingung tadinya Kakak mau buka toko kue aja, kamu tau kan Kakak suka buat kue." Tanvira mengangguk.

"Vira juga 2 tahun lagi lulus udah itu mau keluar negri buat jadi model." Adara menggeleng lemah. "Model diluar itu terlalu beresiko sama pakaian kamu Vir, Kakak saranin jangan deh." Tanvira merubah mimik wajah.

"Kenapa sih, apa ada yang salah jadi model? Vira itu udah dari dulu pingin jadi model kak, entah majalah dari mana aja." Adara tau jika Adiknya bercita-cita menjadi model, tapi jika menyangkut pakaian terbuka agama sangat melarang walau memang Tanvira belum mengenakan jilbab.

"Kami sayang sama kamu Vir, jadi model luar itu beresiko kalau misal kamu kenapa-napa gimana bahkan kamu jauh dari pantauan keluarga." Tanvira mengembungkan pipi dan langsung masuk ke alam mimpi tanpa mendengarkan Adara bicara.

TBC.

Bismillah Ku Memilih (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang