obsesi

11 1 0
                                    

"Hai Adara, eumm apakah aku boleh masuk?" Adara sedikit terkejut, ia menggeleng.

"Maaf Kak bagaimana jika kita ngobrol di luar saja??" Abrisham terdiam.

"Kau tidak suka aku datang, apakah karena Aftar, hingga kau sekarang berani tidak menghormatiku?" Adara menggeleng.

"Aku menjaga kehormatan suamiku Kak, jika tidak ada dirinya aku tidak bisa membiarkan seorang lelaki yang bukan mahramku masuk ke dalam rumah hanya berduaan." Abrisham menatap dingin.

"Baiklah kita ngobrol di luar saja." Adara tersenyum dan akhirnya ia pun bergegas masuk untuk menyiapkan teh.

Setelah meletakkannya Adara pun duduk di kursi sebelah kanan dan segera menanyakan tujuan Abrisham datang. "Adara, jujur saja aku masih memikirkan kebodohanku tolong beri aku kesempatan kedua." Adara terdiam.

"Maaf Kak, apakah Kakak lupa aku sudah memiliki suami jika Kakak adalah pria yang mengerti agama Kakak mengerti jika seorang istri yang bersuami tidak akan bisa menerima lelaki lain karena ia sudah dimiliki suaminya, jika Kakak terus memohon sampai tangisan darah pun jawaban Adara akan tetap sama." Abrisham mengepalkan tangan mendengar penolakan itu.

"Aku memintamu dengan baik Adara." Ucapnya.

"Aku tau Kak, maka dari itu aku pun berusaha menyadarkan Kakak, bagaimana keputusan Kakak jika istri Kakak di minta pria lain?" Tanya Adara.

"Aku belum memilikinya dan sedang menunggumu." Adara menggeleng. "Itu salah Kak, aku sudah dimiliki orang lain, dan Kakak hanyalah Kakak ipar tiriku." Ucap Adara.

"Apakah jika dia miskin kamu akan berpaling padaku?" Adara menggeleng lembut.

"Setelah aku menerima pernikahanku maka aku pun menerima suamiku mau dalam keadaan sulit ataupun bahagia nantinya aku akan tetap disisinya menjadi istri bukan hanya untuk sekedar tanda tangan di atas kertas, tetapi kewajiban keduanya dalam membangun rumah tangga adalah tujuan pernikahan." Abrisham tersenyum getir.

"Bagaimana jika situasi berubah akankah kalian memutuskan berpisah semisal ada yang berkhianat?" mendengar itu Adara menatap bingung.

"Nauzubillah Kak, semoga keluarga kami tetap harmonis, doakan saja yang terbaik." mendengar itu Abrisham rasanya menjadi pria paling bodoh yang patut ditertawakan sekarang.

"Hmm, bisakah tolong bawakan air putih?" Adara mengangguk, ia pun pamit kedalam, setelah itu Abrisham mulai mengeluarkan bubuk yang entah apa lalu memasukkan kedalam teh Adara.

Setelah Adara kembali Abrisham menampilkan senyum. "Baiklah aku akan mencoba menerimamu menjadi milik Aftar untuk saat ini," Adara bersyukur mendengarnya.

"Dengan syarat untuk terakhir kalinya izinkan aku ditemani menghabiskan teh ini, rasanya aku ingin menghabiskan waktu denganmu untuk terakhir kali." Adara mengangguk.

Mereka pun meminum teh itu hingga tandas setelah itu Abrisham mengajak Adara mengobrol hingga mimik wajah Adara berubah. "Emm... Kak kok panas ya disini?" Abrisham menyeringai.

"Coba ke dalam, bukannya ada ace?" Adara mengangguk, ia langsung kedalam disusul Abrisham yang mengikutinya.

Adara mengibaskan tubuhnya yang terasa panas. "Adara...." Panggilan itu membuat Adara yang wajahnya sudah memerah menoleh. "Nghh Sayang, suamiku tolong hentikan panas ini." Kini yang dibayangkan Adara adalah Aftar karena entah kenapa panas ini menyiksa.

Abrisham senang mendengar panggilan itu, ia sangat menginginkan hal ini jika saja Adara istrinya ia tidak akan melepaskannya,  Abrisham mendekat memegang pundak Adara hingga beberapa centi lagi mereka dekat dan...

Bughhh

Bugghhh

"KEP*RAT BERANINYA KAU BERNIAT MENYENTUH ISTRIKU!!" teriak Aftar dengan lantang, Setelah memberi 3 pukulan telak Abrisham terkekeh.

"Ternyata istrimu sangat menggiurkan pantas saja kau semarah ini." Mendengar itu emosi Aftar naik ke ubun-ubun ia kembali memukul Abrisham hingga Aftar juga kena pukulan dari Abrisham.

"Nghh Suamiku...to-long..." Aftar menatap istrinya yang nampak menahan sesuatu, saat hendak mendekat Abrisham memukul kembali Aftar namun dengan gesit Aftar menghindar.

"ABRISHAM!!" teriak seorang wanita.

"Mom??" Lisa langsung datang dan menampar putranya.

"Mom gak percaya kamu berlaku picik seperti ini, Aftar tolong maafkan putra Mom." Aftar tidak menjawab dan hanya diam saja, walau Lisa yang menghubunginya tetang hal ini namun memaafkan Abrisham belum tentu ia bisa langsung mengabulkan.

"Kenapa harus meminta maaf padanya Mom, kita tidak sal...."

Plakk

"Diam!! kubilang diam Abrisham Ayyan Ebrahim!!" Mendengar bentakan Mom nya Abrisham terdiam, karena baru pertama kali Lisa memarahinya seperti itu.

"Aftar sekali lagi maaf dan urus istri mu, mungkin saja Abrisham mencampurkan obat perangsang sehingga istri mu seperti itu, Mom pamit Assalamualaikum." Lisa langsung menarik paksa putranya dengan wajah menahan kesal emosi dan kecewa.

"Suamiku..." mendengar itu Aftar langsung membawa istrinya ke kamar mereka.

...

Mansion Ebrahim.

"Cucuku yang sekarang sangat berbeda!" Amarah Ebrahim sudah meluap, karena perilaku Abrisham sudah semakin diluar nalar.

"Aku mencintainya Kek." mendengar itu Ebrahim tertawa.

"Mencintai?? itu bukan cinta Abrisham melainkan obsesi dan ingat cinta tidak harus memiliki, tapi melepasnya dengan ikhlas jika memang bukan takdir kita, biarkan ia bahagia dengan pilihannya!" Abrisham mengepalkan tangan.

"Kenapa selalu keluarga kita yang menanggung air mata hah, kenapa harus keluarga macam mereka yang menerima kebahagiaan hah!" Lisa menampar sekali lagi pipi putranya.

"Jangan meninggikan suara di depan Kakekmu Sham, kamu masih tanya mengapa? karena itu adalah kebodohanmu sendiri, bahkan yang terjadi pada Mom juga kesalahan Mom sendiri!!" Abrisham terdiam.

"M-aksud nya??" Lisa menghela nafas.

"Saat kecil kau salah paham Sham, bukan kesalahan Ayahmu menceraikan Mom, tapi salah Mom yang terlalu egois mementingkan karir hingga menelantarkan kalian, kamu selalu melihat Mom menangis bukan? bukan karena Ayahmu jahat tapi Mom malu pada diri Mom sendiri yang tidak bisa menjadi istri yang baik." Abrisham mematung di tempat.

"Baik final Kakek akan mencarikan kamu perempuan untuk dinikahi, siapapun itu kamu harus menerimanya, tidak ada penolakan!" Abrisham hanya pasrah karena semua terjadi berkat egonya yang membuat semua kacau sendiri.

"Bodoh." gumamnya sambil tertawa miris akan hidupnya sendiri.

Beberapa hari kemudian...

"Ayo pergi!" Adara mengangguk, hari ini adalah hari dimana ia dan suaminya akan pergi ke suatu tempat, Adara langsung menggandeng tangan suaminya.

"Jangan lupa pintu di kunci Sayang." Adara mengangguk dan melaksanakan apa yang suaminya katakan.

"Sudah yuk!" Aftar mengangguk, mereka pun pergi bersama menaiki mobilnya, Aftar dengan pakaian Koko hitam dan celana Levis sedangkan Adara dengan gamis panjangnya.

"Kamu selalu bikin penasaran zaujii, kemana sih kita?" Aftar tersenyum dan menatap arah pada istrinya yang memperlihatkan rasa penasaran tinggi.

"Ke tempat yang pastinya kamu suka dan kamu tau." Adara pun menghela nafas dengan teka teki yang di berikan suaminya.

1 jam perjalanan akhirnya mereka sampai, mobil memasuki area tersebut, Aftar memarkirkan dan banyak orang berlalu lalang, mereka pun turun, Adara berdecak kagum dengan pesantren ini.

TBC

Bismillah Ku Memilih (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang