pesantren Nur Karim

16 1 0
                                    

"Pesantren Nur Karim? Kok kamu bawa aku kesini sih suami, tapi masyaalloh sekali tempat ini adem." Aftar terkekeh dan merengkuh pinggang kecil istrinya.

"Ini salah satu pesantren milik Abi, beliau yang mendirikannya juga dikelola oleh pamanku disini insyaallah aku turut andil jika paman butuh bantuan, makannya kalau pergi ke kantor aku selalu menyempatkan berkunjung ke sini." Adara mengangguk.

"Kita ke ruang pamanku dulu." Adara mengangguk.

Cklek

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu Paman Ahmed." mendengar ucapan salah itu pria parubaya itu mengangkat kepalanya.

"Waalaikumsalam Warrahmatullahi wabarakatu, Aftar? Alhamdulillah kau berkunjung lagi, silahkan duduk!" Aftar mengangguk dan duduk di sofa ruangan itu.

"Jadi kamu datang kesini hanya ingin mampir atau mengajar?" tanya Ahmed Paman kandung Aftar.

"Mungkin mengajar sedikit Paman, kebetulan di dampingi istri." Mendengar itu Ahmed menoleh dan tersenyum.

"Ouh ya ini istri kamu? masyaalloh cantiknya maafkan Paman ya nak tidak datang di acara pernikahan karena saat itu bertepatan dengan kelulusan para santri." Adara tersenyum dan mengangguk.

"Tidak apa Paman, Adara bersyukur masih bisa bertemu Paman dari suami Adara." Ahmed mengangguk.

"Kamu beruntung mendapatkan istri sepertinya, cantik, santun, dan ramah kalau begitu Paman harus pergi maaf sekali, kebetulan Paman ada temu janji dengan pemilik pesantren Amanah jadi Paman izin pergi, kalian bisa berkeliling pesantren." Aftar mengangguk.

"Alangkah baiknya kamu berganti pakaian Aftar tidak baik saat berkeliling memakai Levis begitu, nanti kamu di kira santri baru atau mau mencari perhatian santri wati?" mendapat godaan itu Aftar menatap istrinya yang tidak menggubris tatapannya.

"Astagfirullah Paman jangan suudzon ah, kalau begitu Aftar ikut berganti pakaian dulu." Ahmed mengangguk.

Beberapa menit setelah kepergian Ahmed Aftar sudah berganti dengan sarung hitam dengan Koko hitam beserta peci nya.

"Subhanallah, kamu selalu tampan wahai suamiku." mendapat pujian itu jantung Aftar berdegup kencang, istrinya selalu membuat jantungnya maraton hanya karena pujian sederhana.

"Alhamdulillah, Syukron Zawjatii." Adara mengangguk.

Mereka akhirnya melanjutkan untuk berkeliling pesantren, banyak pasang mata santri menatap ke arah mereka.

"Liat kamu gini, berasa aku jalan sama santri kamu keliatan lebih muda." Aftar terkekeh.

"Emang aku awet muda sayang, bahkan di Kairo aku selalu yang terlihat tampan banyak perempuan disana jatuh hati padaku, tapi hatiku menolak mungkin lagi nunggu jodoh yang sebenarnya." Adara terkekeh pelan mendengar kepedean suaminya yang memang benar adanya.

"Kang Aftar, ganteng banget ya hari ini mau ngajar dikelas santri wati ya?" tanya salah satu santri wati disana, Aftar tersenyum.

"Enggak, ini mau sholat Dhuha dulu habis itu kajian di masjid baru menentukan mengajar tidaknya, karena sekarang Kang sudah bawa istri." Satri pun menatap Adara dan tersenyum.

"Subhanallah, ini istrinya kang? cantik sekali Assalamualaikum Mbak jangan bosan mampir kesini ya." Adara yang disapa ramah pun senang mendengarnya.

"Waalaikumsalam, syukur Alhamdulillah terimakasih pujiannya, insyaallah Mbak akan sering datang mengunjungi pesantren ini." Setelah itu santri pun berpamitan.

"Disini ramah ya Zaujii santri-santrinya, Paman kamu hebat memiliki para santri berakhlak baik." Aftar mengangguk setuju, ia pun senang dan tidak bosan karena para santri disini selalu berlaku sopan dan ramah.

Brukk

Seseorang terjatuh di pelukan Aftar, namun sigap Aftar membantu dan segera santri wati itu berdiri. "Astagfirullah, apa kamu baik-baik saja?" tanya Aftar khawatir.

"Ehh Kang Aftar kesini lagi? Ah jadi yang nolong Silvi itu Kang Aftar, Syukron kang jadi keinget pertanyaan Silvi Kang Aftar terima tidak lamaran Silvi?" mendengar itu Aftar terkejut, Silvi salah satu santri disini yang gencar untuk ingin menikah dengan Aftar.

"Ah itu, mohon maaf Silvi tapi saya sudah memiliki istri, dan ini istri saya Adara." Adara pun menjulurkan tangannya.

"Saya Adara istrinya Kak Aftar." Namun bukannya dibalas Silvi malah menangis.

"Kang Aftar jahat! kenapa gak nerima Silvi?malah nikah sama orang lain, yang ternyata gak secantik Silvi juga, memang kelebihannya apa Kang sampai Kang Aftar lebih memilihnya?" Silvi pun pergi dengan rasa kecewanya, Silvi adalah murid kelas 12 di pesantren ini dan ia sudah suka pada Aftar saat pria itu datang pertama kali ke pesantren ini.

"Apa kamu marah mengetahui hal itu?" tanya Aftar.

"Gak salah sebagai manusia menyukai lawan jenis, aku tidak masalah asal tidak di madu suamiku." Mendengar jawaban itu Aftar tersenyum manis yang hanya ia suguhkan untuk istrinya, ia pun memeluk Adara dan bersyukur atas apa yang Alloh berikan padanya saat ini.

"Insyaallah tidak akan ada poligami dalam hidupku, kamu hanya satu dan satu itu kamu istriku Adara." Mendengar perkataan itu wajah Adara memerah seketika.

"Udah, jangan kelamaan meluknya gak enak diliat santri disini, lebih baik kita Dhuha dulu habis itu aku ikut mengajar di kelas santri." seketika Aftar terkejut.

"Beneran sayang?" Adara mengangguk.

"Aku mengisi pelajaran Al-Qur'an hadits saja ya soalnya itu materi yang baru aku kuasai, lagian kan aku cuman belajar bisnis di bangku kuliah, jadi gak sempat ikut jurusan agama." Aftar mengangguk.

"Lebih dari cukup, pelajaran itu ada di kelas Satri tadi, apa kamu tidak keberatan?" Adara menggeleng. "Mau dalam keadaan baik atau buruknya mengajar, seorang guru harus tetap istiqamah dalam mengajarkan ilmunya pada orang lain dan aku akan melaksanakan apapun konsekwensinya karena seorang guru mengajar itu membuat generasi baru ini berkembang." Aftar mengangguk.

Kini Aftar dan Adara selesai dengan sholat sunah Dhuha Aftar pamit untuk Kajian di masjid bersama santri yang hadir sedangkan Adara langsung ke kelas.

"Assalamualaikum." Setelah membalas salam, semua menatap bingung ke arah Adara, hingga salah satu santri berujar.

"Mohon maaf Ustadzah ini siapa ya?" tanya salah satu murid.

"Eumm saya datang bersama suami saya, kebetulan beliau sedang kajian di masjid jadi saya berniat mengajar pelajaran Al Qur'an hadist, perkenalkan nama saya Adara Fredella Ulani." semua pun mengangguk mengerti.

"Ouh ini Mbak Adara istri Kang Aftar kan?" sontak semua memandang Adara yang terdiam sesaat dan menatap santri yang bersapa tadi dengannya dengan anggukkan.

"Wohh bening banget, cocok ini sama Kang Aftar." ujar salah satu santri.

"Gak cocok sama sekali!" timpal Silvi dipojok sana.

"Kang Aftar kan pinter ilmu agama, kalau istrinya kaya gini mah aku setuju, Ustadzah Adara nikah kapan sama Kang Aftar?" Adara mengetuk dagunya.

"Beberapa minggu yang lalu sih." semua terkejut, artinya mereka pengantin baru.

"Hebat!" sorak mereka dan dibalas tawa Adara karena mereka semua itu sepertinya sangat antusias akan hal sederhana itu.

"Panggil Mbak aja ya, saya bukan Ustadzah yang mendalami ilmu agama, tapi baru ingin mencoba ilmu agama sampai kedalamnya ya tidak jauh berbeda dari kalian, jadi mohon bantuannya." semua santri mengangguk.

TBC.

Bismillah Ku Memilih (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang