Tanvira

21 4 2
                                    

Di dalam mobil.

"Vir, kamu yakin pergi Kakak cuman gak nyangka aja kamu pergi disaat Kakak udah gak jadi bagian keluarga Ayah, Kakak udah punya keluarga sendiri, kamu gak kasian ninggalin Bunda?" Vira menghela nafas.

"Kak Vira gak pernah main-main sama keputusan Vira!" Adara meringis mendengarnya.

"Vir disana kamu tinggal dimana, kebetulan Kakak punya temen cowok yang dari Indonesia belajar di Amrik." Vira mengerti ucapan Kakak iparnya tapi ia ingin mandiri.

"Terimakasih Kak sudah mengkhawatirkan Vira, tapi tidak perlu sampai merepotkan teman Kakak, Vira akan berusaha mandiri kalian jangan khawatir karena Vira akan selalu menghubungi rumah kok." Adara mengangguk.

Sesampainya di bandara.

"Kakak cuman bisa anter sampai sini." Vira mengangguk, Adara segera membawa Adiknya kepelukan nya.

"Kakak bakal kangen sama kamu dek." Vira mengangguk. "Vira juga akan kangen kalian, walau Bunda gak ikut mengantar tapi Vira yakin di rumah Bunda lagi doain keselamatan Vira, titip salam ya Kak insyaalloh Vira pulang cepet." Adara mengangguk melihat adiknya semakin jauh.

"Yuk pulang, kasian Bunda masih sedih Adik kamu pergi." Adara mengangguk, dan mereka pun segera kembali ke mansion Farhan.

...

Di mansion

"Bund, udah jangan nangis, Adara masih disini kok buat Bunda." Ucap Adara menenangkan namun Fatin tetap saja meneteskan air mata.

"Bunda gak rela Vira pergi, kamu tau kan cuman dia yang masih bisa Bunda bimbing, sedangkan kamu sudah bersama suamimu nak." Adara menatap Aftar meminta penjelasan.

"Bun, Aftar mengerti kesedihan Bunda tapi apakah dengan menangis Vira akan tetap disini, lebih baik Bunda doakan Vira agar disana sukses dan anak Bunda selalu sehat." Fatin menatap Aftar dan mengangguk.

"Kamu benar nak seharusnya Bunda bukan menangisi kepergian Vira mencari ilmu, melainkan mendoakan yang terbaik, terimakasih Aftar kamu menyadarkan Bunda." Aftar tersenyum.

"Sudah kewajiban Aftar sebagai manusia saling mengingatkan, Vira pasti senang jika Bunda tidak bersedih lagi." Setelah itu mereka pun turun untuk sekedar menikmati sore hari ini.

BREAKING NEWS

"Diduga, pesawat *** terjatuh saat melakukan perjalan dari Indonesia ke Amerika beberapa menit yang lalu, di duga kecelakaan terjadi karena cuaca yang memburuk di wilayah tertentu, sehingga pesawat lost contact para pihak yang berwenang kini sedang mengerahkan tim pencari untuk mengevakuasi beberapa korban, telah terdaftar beberapa korban yang meninggal setelah pesawat terbentur pegunungan, sekian." Setelah mendengar itu Fatin langsung menangis hebat.

"Hiks...TANVIRA!!" Teriak Fatin, Adara langsung memeluk Bundanya.

"Hiks Bun berdoalah semoga hiks Vira selamat." Tangis tak terbendung menjadi saksi bahwa mereka tengah berduka.

"Yah, Bun Aftar izin untuk mengecek daftar para korban disana berdoa saja semoga Vira tidak termasuk." Mereka mengangguk, sedangkan Aftar segera pergi menggunakan mobil.

"Hiks... Bunda udah bilang kan jika seharusnya dia tidak pergi!" Teriak Fatin, ia menatap suaminya dengan tajam.

"Kamu! kamu yang mengizinkan dia pergi hiks...sekarang putriku menghilang!" Teriak Fatin membuat Farhan terdiam, ia juga syok mendengar kabar kecelakaan itu.

"Bunda istighfar!! semua bukan salah Ayah, ini adalah ujian Bun, hiks...Adara juga sedih mendengarnya tapi jangan begini Bun, Adara mohon kuatkan hati Bunda!" Fatin memeluk erat Adara.

Beberapa jam kemudian.

"Assalamualaikum Bunda, Ayah." mereka menoleh mendapati Aftar dengan raut wajah tidak bisa terbaca.

"Hiks...katakan Aftar bagaimana keadaan putriku??" tanya Fatin.

"Tidak ada nama korban bernama Vira Bun, para tim akan berusaha untuk mencari atas nama Tanvira." Fatin kembali menangis.

"Yaalloh semoga putriku selamat hiks..." Adara mengelus punggung Bundanya dengan lembut, ia tidak percaya jika Adiknya bisa pergi semengejutkan ini, padahal baru beberapa saat ia bertemu Adiknya itu,melepas kepergian karena akan melanjutkan belajarnya.

Tapi kini kabar buruk menimpa keluarganya karena kecelakaan itu, hatinya merasa sakit, Aftar memeluk istrinya memberikan kekuatan.

"Assalamualaikum... Fatin??" Bunda langsung berlari memeluk temannya.

"Hiks...Vira Lan hiks...putriku kecelakaan pesawat dan belum ada kabar mengenai dirinya hiks...bagaimana hiks...sudah aku larang dia pergi tetapi karena dia keras kepala sekarang apa yang terjadi hiks..." Umi mengelus punggung Fatin.

"Innalilahi aku turut berduka mengenai kabar kecelakaan itu, semoga Vira baik-baik saja." Bunda mengangguk.

1 Minggu kemudian..

Setelah mendengar kabar kecelakaan itu keluarga Adara hanya bisa berpasrah, dan berdoa atas keselamatan Vira karena masih belum ada kabar mengenai korban bernama Tanvira.

"Zaujii, kasian Bunda jadi sakit karena peristiwa itu." Aftar mengangguk mengelus pucuk kepala istrinya.

"Iya sayang, aku juga gak percaya dengan kejadian mendadak ini, hanya Allah yang tau setiap takdir manusia makannya kita banyak berdoa semoga selalu selamat dalam hal apapun." Adara mengangguk.

"Ouh ya, kemarin kamu bilang mau ajak aku ke suatu tempat?" Aftar tersenyum dan mengangguk.

"Iya, nanti pulang aku kerja ya, soalnya Abi sedang butuh bantuan di kantor, juga jangan lupa buatkan makanan lezat untukku makan di kantor." Adara tersenyum manis dan mengangguk.

"Ouh ya Zaujii, baru ingat aku diajak tetangga mengadakan arisan boleh kan aku ikut eumm silaturahmi saja sih, gak niat ikutan juga." Aftar terkekeh dan mengangguk.

"Ikutan juga aku gak larang, jangan lupa jam 2 makan siang ya sayang, nanti pak Yusuf akan jemput kesini." Adara mengangguk, ia mengecup tangan suaminya dan Aftar mengecup kening istrinya.

Aftar memegang perut istrinya. "Semoga Aftar junior segera hadir sayang." Adara bersemu mendengarnya dan memegang tangan suaminya yang bertumpu di perutnya.

"Doakan saja Aba, semoga anak Aba segera hadir." Aftar menatap istrinya.

"Aba? berarti sayangnya Aftar dipanggil Uma?" Adara mengangguk membuat Aftar senang, tidak ada hal paling bahagia yang ia dapat tidak lain karena senyum istrinya.

"Yasudah kalau keluar rumah jangan lupa kunci pintu, aku pamit Assalamualaikum." Ucap Aftar.

"Waalaikumsalam, semoga Alloh memberkahi langkahmu wahai suamiku." Aftar mengecup tangan istrinya dengan sayang. "Aamiin.." Setelah itu Aftar pun pergi menggunakan mobilnya.

Dilain tempat.

"Bos, saya sudah melihat kepergian orang itu jadi hanya ada wanita yang bos maksud sendirian." Pria itu menutup panggilan dari ponselnya dan segera beranjak dari kursi kerjanya.

"Abrisham kau mau kemana hmm?" Tanya Lisa.

"Mom, Sham ada keperluan sebentar jadi Sham pamit." Lisa menatap kepergian putranya, nampaknya Lisa menaruh curiga pada putranya yang sering keluar kantor entah untuk apa ia segera menelpon orang kepercayaannya dan dugaannya benar, ia segera menelpon seseorang setelah itu pergi untuk mengikuti putranya.

Abrisham mengendarai mobilnya dan pergi ke suatu tempat, setelah sampai ia keluar dan masuk ke dalam halaman rumah yang tidak ada penjaganya, setelah itu ia menekan bel membuat orang didalam rumah keluar.

"Waalaikumsalam..." seketika keadaan hening.

Tbc

Bismillah Ku Memilih (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang