Cerita Ebrahim

19 6 2
                                    

Disana Vira dan Aftar sudah sampai dan disambut hangat oleh Lani karena Rian sedang ada di kantor. "Jadi kamu yang namanya Tanvira, adik Adara ya?" Vira mengangguk.

"Iya Tan, saya Tanvira adik Kak Adara." Lani mengangguk.

"Sama cantiknya, sekarang masih sekolah?" Vira mengangguk.

"Masih semester pertama, kuliahnya sama kok ditempat kak Adara." Lani mengangguk ia baru pertama kali bertemu Vira karena biasanya Fatin selalu membawa Adara katanya Vira lebih dekat dengan Ayahnya saat kecil jadi jarang ikut kemana-mana.

"Ouh, planning setelah lulus sudah ada?" tanya Lani.

"Eum..masih labil Tan, soalnya masih banyak hal yang harus di pikirkan juga soal cita-cita Vira yang mau jadi model." Lani menatap putranya sebentar, lalu kembali melirik Vira.

"Model? model seperti apa yang kamu mau, apakah model muslimah?" Vira menggeleng kepala.

"Model internasional Tan, keinginan Vira menjadi model majalah luar karena Vira yakin disana nama Vira akan melambung tinggi." Lani terdiam.

"Ah begitu, kamu yakin Vir bukannya jadi model konsekuensinya cukup berat mengingat kita muslim, apalagi model barat pakaian mereka sangat terbuka." ujar Lani.

"Kakak juga bilang begitu, tapi Vira memang suka sama model, bagaimanapun model impian sedari kecil yang Vira ingin wujudkan." Lani mengangguk faham.

"Semoga impianmu tercapai Vir." Vira mengangguk senang.

Sedangkan Lani sedikit kecewa mendengarnya, model memang bukan pekerjaan haram hanya saja jika model orang luar bisa saja itu terlalu beresiko ia pun tau bagaimana kehidupan orang luar dan jika Vira ingin itu ia bisa apa, dan Aftar mengerti dengan mimik wajah yang diperlihatkan Umi nya.

"Adara..." Mendapat panggilan itu Adara segera menghampiri Ebrahim yang tengah duduk santai di halaman.

"Ya Kek?" Ebrahim menepuk kursi sebelahnya meminta agar Adara duduk di sampingnya.

Adara duduk disana ia pun menatap Ebrahim yang seperti tengah hanyut dalam pikirannya sendiri. "Ada apa Kakek memanggil Ara?" tanya Adara.

"Kakek mau bercerita mengenai Abrisham." Seketika Adara menatap serius, mengapa Kakek Ebrahim tiba-tiba ingin bercerita mengenai cucunya apakah sebegitu terpercayanya dia di keluarga ini.

"Dulu keluarga kami harmonis ada Kakek ada Nenek dan keluarga kecil Abrisham." Adara yakin pasti ada sesuatu mengapa Ebrahim ingin bercerita.

"Istri saya meninggal saat dimana menantu kesayangannya cerai dengan putri semata wayangnya yaitu Lisa, Mommy yang kamu panggil, putri saya menikah saat usia 19 tahun disaat menikah ia tidak pernah berhenti dalam mengejar pendidikannya sampai ia berhasil mendirikan toko kue impiannya, banyak lika liku hidupnya, sampai dimana Abrisham lahir ia dan suaminya sangat harmonis namun 6 tahun kemudian, semuanya diujung tanduk, menantu saya adalah orang yang pekerja keras tidak pernah absen bekerja sedangkan putri saya sibuk dengan toko yang baru dibangunnya dan tersisa dimana saat itu hanya ada Kakek dan Nenek saja." Adara yakin masalah datang disaat itu.

"Setiap saat Abrisham selalu menangis karena tidak diperhatikan orang tuanya, menantu Kakek sangat marah melihat putranya tidak terurus ia mempercayakan putranya pada Lisa tapi Lisa tidak memperhatikan itu hingga." Ebrahim tercekat saat ingin melanjutkan, Adara memegang pundak Ebrahim, tak lama Ebrahim melanjutkan ceritanya. "Perceraian terjadi karena menantu Kakek menginginkan istri yang memang berbakti, pulang kerja selalu ada istri dan kemana-mana istri selalu memprioritaskan nya, tidak berlangsung lama Nenek meninggal karena serangan jantung setelah itu menantu ingin mengambil hak asuh anak tapi tetap dimenangkan Kakek sehingga ia pergi setelah bercerai dengan putri Kakek." Adara mengusap punggung rapuh Ebrahim, ia tidak tau ada cerita seberat itu.

Bismillah Ku Memilih (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang