Bagian 9

2.2K 227 13
                                    

Di pusat perbelanjaan yang menjual berbagai jenis barang bermerek, benda-benda dan aksesoris mahal yang bernilai tidak lagi menjadi puncak perhatian para pengunjung.

Ketika pemilik gelar 'iblis penjaga neraka' melangkahkan kaki bersama malaikat lugu yang menggandeng tangannya, rasanya seperti dejavu.

"Dia sudah menikah."

"Bagaimana pria itu mengendalikan iblis dalam diri penjaga neraka itu?"

"Ada perban ditangannya."

"Pria manis itu, malaikan jatuh ketangan iblis, apa Tuhan tertidur?"

Gulf yang tengah menggandeng lengan Mew bisa mendengar dengan jelas bisikan-bisikan yang menggema lirih, tapi Gulf tidak tau maksudnya. Bahkan semua tatapan yang orang-orang sekitar tujukan untuk Mew, mereka seakan jijik tapi juga bergidik ngeri.

"Phi, kita akan masuk ke toko ini?" tanya Namtarn membuyarkan lamunan Gulf ketika menelaah situasi.

"Iya, kita bisa masuk ke toko manapun. Aku ikut saja," ujar Gulf yang masih menggandeng lengan pria berwajah dingin di sampingnya.

"Pa, kalau begitu kita harus masuk ke sana. Namtarn tau ada banyak jas yang berkilau di dalam, Namtarn dan phi Gulf pernah masuk kesana. Ayo!" rengek Namtarn seraya menarik lengan Agas.

"Namtarn, jangan seperti anak kecil!" ucap Hera mengingatkan.

Wajah ceria itu seketika menjadi cemberut, Namtarn tidak suka teguran meski dalam bentuk apapun itu.

"Namtarn, di dalam tidak ada pakaian wanita. Namtarn tidak bisa memilih gaun, lebih baik dengarkan apa kata mama, na?" ujar Gulf yang mencoba untuk membuat adik iparnya mengerti.

"Bagaimana dengan phi Mew? Phi punya rekomendasi?" tanya Namtarn kesal.

Mew menggeleng pelan, membuat Namtarn menghembuskan napas jengah. "Hanya phi Gulf yang bisa di percaya," ujar gadis itu.

"Pakaian kita harus senada semua, kan? Phi Gulf saja yang pilih untuk kita." ujar Namtarn mengambil keputusan sepihak.

"Sebenarnya aku tidak terlalu mengerti tentang hal seperti ini," balas Gulf tidak percaya diri. Walau bagaimanapun Gulf tak pernah mengambil keputusan, sekarang bagaimana ia bersikap jika ia harus memilih sesuatu untuk orang lain juga?

"Namtarn akan pakai pakaian yang senada dengan Papa dan Mama. Lalu, Phi Gulf akan mengenakan pakaian yang senada dengan Phi Mew."

"Kenapa begitu?" protes Namtarn.

"Phi Mew punya keluarganya sendiri sekarang," sahut Agas.

"Selamat sore, Tuan Agas," sapa seseorang yang tidak asing bagi keluarga Ilario. Pria yang familiar itu mengulurkan tangan, menunggu Agas menjabat tangannya.

"Sore, Tu." balas Agas.

"Senang bertemu dengan Anda di sini, kebetulan sekali."

Agas tersenyum ramah, anak itu sudah tumbuh besar dan sukses sekarang. Sayangnya ia tak bisa menganggap Tu sebagai putranya lagi, penyebabnya sama, kesalahan di masa lalu.

Berbeda dengan Agas dan Hera yang menyambut ramah penuh kehangatan, Namtarn justru memasang wajah datar sebagai bentuk ungkapan bahwa ia tak suka akan hadirnya Tu, terutama saat Tu menatap Gulf tanpa berkedip.

"Hai." Tu memberanikan diri untuk menyapa sosok yang tengah menggendeng lengan Mew, wajah itu, mustahil dapat melihatnya lagi.

"Hai," balas Gulf penuh keramah-tamahan. Gulf bahkan menjulurkan tangannya, berharap dapat menjabat tangan Tu seperti yang Agas lakukan.

HIRAETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang