Bagian 30

3.1K 330 71
                                    

Kehangatan mentari pagi tak bisa menandingi hangatnya senyum Mew ketika menatap wajah manis Gulf, pria berhati lembut dengan sikap halus, ia terlihat begitu menawan ketika terlelap di bawah tebalnya selimut.

Perlahan Gulf mengerjapkan mata, ia terbangun bukan sebab cahaya matahari mengusiknya, tetapi karena merasa asing dengan tangan Mew yang tak bisa berhenti untuk mengusap lembut kepalanya.

"Phi Mew?" seketika itu kantuk Gulf lenyap tak bersisa.

"Selamat pagi." sapa Mew. "Bagaimana? Apa tidurmu nyenyak?"

Gulf menyingkap selimutnya perlahan. "Maaf, Phi. Gulf tidak sengaja tertidur di kamar Phi." sesalnya, padahal Mew lah yang mengangkat tubuhnya ke atas kasur.

Mew segera menggenggam lengan Gulf sebelum Gulf pergi meninggalkan kasur. "Tidak perlu minta maaf, buat dirimu nyaman." ucap Mew dengan tatapan tulus.

Gulf tertunduk untuk sementara waktu, tak ada yang ia ratapi, Gulf hanya terkesima pada tangannya yang di genggam erat oleh Mew.

"Kau punya rencana hari ini? Aku libur." Mew menyusul Gulf untuk bangkit, tetapi ia tak melepaskan genggamannya.

Gulf menggeleng. "Gulf akan buat sarapan saja." Gulf tak tau bagaimana keadaan diluar sana, bisa saja ia bertemu dengan Tu atau orang lain yang akan membuatnya berada di dalam kesulitan.

"Kalau begitu, izinkan aku membantu, na? Jangan salah paham dengan ini, aku hanya khawatir jika kau akan memasak seporsi seperti kemarin." gurau Mew, tapi Gulf sama sekali tidak tertawa.

"Aku hanya bercanda." sambung Mew seraya mengusap lembut kepala Gulf sebab Gulf hanya menatapnya dengan tatapan serius, Gulf terlihat seperti bayi yang akan segera menangis setelah diejek.

"Ayo! Telur terlihat menggiurkan, aku membayangkan itu di dalam mimpi." ujar Mew, pria itu terdengar melantur?

Mew mulai turun dari kasur lalu memasang alas kaki, dan semua itu ia lakukan tanpa melepaskan tangan Gulf dari genggamannya.

"Ayo, Gulf! Ingin aku gendong?" gurau Mew seraya mendekat ke arah Gulf dengan tangan yang sengaja di rentangkan.

"Phi, Gulf bisa jalan sendiri." sahut Gulf pelan. Penolakannya bukan untuk melukai perasaan Mew, tapi Mew baru saja tidak enak badan, bagaimana bisa dia menggendong Gulf?

"Baiklah, ayo jalan sendiri!" tuntun Mew seolah sedang bersama seorang balita.

Tibalah kedua insan itu pada sebuah ruangan yang menjadi tempat dimana Gulf biasa menghabiskan waktu sendirian, tempat Gulf mengolah bayak makanan berdasarkan jeri payah yang berujung pada telaknya penolakan setiap hari, dapur.

Ruangan itu cukup luas dengan desain elegant, dan ketika Mew membuka kulkas, benda itu kosong. Tak ada apapun di dalam lemari pendingin itu selain beberapa butir telur dan daun bawang.

Mew tak heran dengan itu, Mew jarang bahkan hampir tak pernah memasak. Usai kepergian Gulf beberapa waktu lalu, tak ada lagi yang bersedia merawat dapur rumah mereka.

"Telur dadar pasti enak!" ujar Mew semangat.

Gulf melirik Mew tanpa menoleh, Mew benar-benar ingin makan telur atau hanya pasrah pada kosongnya kulkas?

"Masukan irisan daun bawang juga didalamnya nanti, aku lapar karena memikirkan itu." keluh Mew seraya memasang wajah cemberut.

"Phi, Phi harus lepaskan tangan Gulf agar Gulf bisa memasak telurnya." ujar Gulf pelan, barulah Mew sadar bahwa ia tak juga melepaskan tangan halus yang sedari tadi ia genggam.

HIRAETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang