Bagian 16

2.3K 275 79
                                    

Gulf mengerutkan kening saat indra penglihatannya diterpa cahaya yang menyilaukan.

Napas lega berembus, Gulf sangat bersyukur bahwa dirinya tidak mati, meskipun ia masih belum melupakan bagaimana sakitnya sebelum ia tak sadarkan diri.

Mata sayu dari wajah yang bersimbah keringat itu mengitari sekitar, sekarang posisi Gulf ada di kamar. Bibir pucat yang kering itu menyinggung seulas senyum tipis, situasinya saat ini menjelaskan bahwa Mew masih memiliki kepedulian terhadap dirinya, bahwa Mew tidak membiarkan Gulf tergeletak di lantai begitu saja hingga sadar sendiri.

Gulf berusaha bangun dari baringnya, mencari keberadaan smartphone yang sedari sebelum pingsan tak ia pegang.

Namtarn:
|Phi, Phi sibuk tidak?

Namtarn:
|Phi, Phi sudah makan?

Namtarn:
|Phi, kenapa tidak membalas pesan Namtarn?

Namtarn:
|Phi melewatkan panggilan Namtarn, apa Phi sangat sibuk?

Namtarn:
|Phi, Phi masih belum membalas, sekarang Namtarn khawatir.

Namtarn:
|Phi Gulf?

Gulf buru-buru membalas pesan dari adik iparnya, ia merasa sangat bersalah, mengkhawatirkan seseorang yang tidak memberi kabar itu sangat menyakitkan, dan Gulf tidak ingin menyakiti perasaan Namtarn.

Gulf:
Nong, aku baik-baik saja. Maaf, na. Aku tertidur sepanjang hari, maaf.|

Aku akan mengangkat panggilan mu jika kau menelpon lagi. |

Maaf, na.|


Ceklek.

Suara itu mengejutkan Gulf dan membuat Gulf spontan menyembunyikan smartphone miliknya di belakang punggung.

Mew dengan wajah datarnya yang kaku kembali menatap Gulf seakan Gulf melakukan banyak dosa padanya, tatapan dendam, amarah Mew seakan berkobar kian besar saat ia menatap wajah Gulf.

"P-phi Mew?" ujar Gulf gemetar.

"Kenapa? Selesai mengadu pada "Phi" mu?"

"Gulf tidak tau apa yang Phi maksud, tapi Gulf baru saja membalas pesan dari Namtarn. Gulf tidak membalas pesannya sedari kemarin, k-karena Gulf tidak memegang smartphone."

"Oh," Mew mengangguk pelan. "Kau sudah cukup sehat untuk membual?"

"Gulf tidak bohong, Phi. Phi boleh baca pesannya jika Phi tidak percaya." ujar Gulf dengan tangan gemetarnya yang terulur menyerahkan smartphone.

"Hei ...." ujar Mew pelan, "... santai saja."

Sementara itu, di depan gerbang kediaman keluarga yang tidak harmonis itu, gadis yang merupakan adik dari Mew baru saja turun dari sebuah taksi.

Sepasang kaki indah milik Namtarn bergerak teratur dan sangat santai mendekati pintu agar dapat segera bertemu dengan kakak ipar yang sangat di rindukannya.

Sekali, dua kali. Ketukan Namtarn terabaikan, tak mendapatkan respon seakan tak ada orang di dalam sana.

Namtarn menoleh ke sekitar yang terlihat sepi. "Mungkin tidak apa-apa jika aku menggunakan ini?" ucapnya pelan kemudian mengeluarkan sebuah kunci yang tak lain adalah kunci serep rumah kakaknya. Iya, Namtarn mendapatkan benda itu setelah menyelinap ke kamar orangtuanya.

HIRAETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang