Bagian 20

2.7K 292 119
                                    

Di toko buku, di dekat sebuah rak yang menyimpan begitu banyak buku fiksi remaja,  Namtarn dan Gulf tengah bertukar pendapat tentang buku mana yang ceritanya lebih menarik. Hingga saat mereka sepakat dan memutuskan untuk membeli buku dengan judul yang sama.

"Phi, Namtarn membuat desain, ingin lihat?" tanya Namtarn seraya menyerahkan selembar kertas pada Gulf.

"Tugas dari organisasi, Namtarn harus mengumpulkannya besok, Phi harus menilainya dulu untuk Namtarn."

"Phi, Namtarn pikir Namtarn perlu satu buku yang berkaitan dengan pelajaran. Papa akan protes saat Namtarn hanya membeli buku fiksi." adu Namtarn.

"Namtarn ingin beli buku yang mana? Agar kita bisa cepat pulang."

"Um, Namtarn akan cek rak sebelah sana."

"Iya, Namtarn. Hati-hati, na."

Sembari menunggu adik iparnya, Gulf memutuskan untuk melihat-lihat kembali jajaran buku di hadapannya, meniti manakala ada cerita yang lebih menarik perhatiannya.

Sementara di sisi lain, Mew tengah mengemudikan mobilnya dengan kecepatan standar.

Mew gelisah sendirian. Rasa bersalah itu semakin erat mengekangnya, tapi rasa kesal seakan mendominasi seluruh emosi.

Iya, Mew kecewa pada Tu, bajingan yang tidak berguna. Jika sejak awal mereka semua jujur pada diri mereka sendiri, ini tidak akan pernah terjadi.

"Tu sialan! Apa kau puas sekarang?" batin Mew penuh dendam.

Pria berwajah garang itu menambah kecepatan berkendaranya, menuju ke lokasi yang dikirmkam oleh supir pribadi yang mengantar Gulf dan Namtarn.

Iya, meskipun Mew mungkin tak akan meminta maaf secara terang-terangan pada Gulf, setidaknya saat ini Mew ingin memastikan bahwa pria itu tidak berada dalam kesulitan karena rasa sakit yang Mew berikan.

"Kenapa tinggi sekali?" keluh Gulf sebab tangannya tak mampu menjangkau buku yang ia mau meski kakinya sudah berjinjit.

"Biar aku bantu," ucap Tu yang tiba-tiba datang dan mengambilkan buku yang Gulf mau. Dengan senyuman ramahnya Tu menyerahkan buku itu pada Gulf.

"Terimakasih," ucap Gulf seraya menerima buku itu dan berniat akan segera pergi menjauh dari Tu. Gulf bukan tak ingat dengan apa yang Mew katakan.

"Tunggu, Gulf. Aku ingin minta maaf atas apa aku katakan di rumah sakit." ujar Tu menahan lengan Gulf.

Gulf sudah berusaha untuk melepaskan diri dari Tu, tapi pria itu tidak memberikan celah, ia bersikeras agar Gulf bersedia mendengarkannya.

"Phi, aku tidak marah. Kalaupun Phi merasa aku marah, maka aku menerima permintaan maaf Phi dengan senang hati. Tolong lepaskan tanganku!"

Belum sempat Tu menjawab meski hanya dengan sepatah kata, Mew tiba-tiba menghampiri mereka dan melepaskan secara paksa tangan Gulf dari Tu.

"Mew?" ujar Tu sedikit terkejut.

"Jauhkan tanganmu, bajingan!" ketus Mew garang dengan tatapannya yang menyala.

"Mew, kau salah paham. Aku-"

Buk!!!

Tu jatuh tersungkur ke lantai setelah Mew memukul wajahnya dengan sangat keras. Persetan dengan apa yang terjadi di masa lalu, di masa apapun, Mew tak akan merelakan miliknya disentuh oleh perusak seperti Tu.

"Kenapa kau memukulku?" tanya Tu.

"Kenapa? Kau menyembunyikan semuanya dariku, bajingan! Penipu! Kau yang sepantasnya mati, bukan Kana."

HIRAETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang