Bagian 24

2.7K 310 90
                                    

Di dalam kamarnya, Gulf duduk di atas kasur seraya memeluk lututnya dengan sangat erat. Pada akhirnya Gulf tetaplah seseorang yang menyedihkan dan kesepian, tanpa cinta ataupun kasih sayang bahkan dari keluarganya sendiri.

Gulf memegangi perutnya yang terasa sakit. Lapar dan haus, Gulf hanya bisa menelan ludah untuk menahan dahaga.

Tinggal di rumah sendiri serasa di penjara. Sejak Bayu memberi perintah pada Tay, Tay menyeret Gulf kedalam kamar dan mengunci pintu dari luar. Seperti biasa, Gulf hanya bisa pasrah, mengikuti saja apa kehendak Ayah-nya jika tidak ingin merasakan sakit yang lebih parah.

Di sisi lain, di sebuah ruangan yang cukup gelap. Mew tengah duduk bersandar pada ranjang dengan tatapan kosong yang lurus kedepan.

Seperti terjebak di dalam sunyinya gelap,  Mew hanya bisa diam dan menetap di dalam labirin yang dipenuhi dengan duri.

Siapa Gulf? Dan apa tujuannya sehingga Gulf mengatakan pada Mew bahwa ia mencintai Mew ketika itu?

Harus Mew akui bahwa kehangatan yang Gulf janjikan itu nyata kebenarannya, Mew ingin menyentuh Gulf layaknya sinar matahari yang menerpa bunga matahari, tapi Mew tersadar bahwa ini adalah takdirnya.

Mew bangkit dari kasurnya, tanpa menyalakan lampu ia mulai melangkah meninggalkan kamar, beralih untuk memasuki kamar Gulf yang kini tak lagi berpenghuni.

Entah sadar atau tidak, Mew mulai menyusuri kamar itu. "Tersenyum membuatmu bahagia?" gumam Mew membaca tulisan yang ada pada cermin di kamar mandi kamar Gulf.

Mew membuka lemari pakaian Gulf, semuanya masih tersusun rapi. Hingga saat Mew membuka laci di samping ranjang Gulf dan Mew menemukan foto pernikahan mereka yang berukuran cukup kecil.

Dulu, Mew meminta agar foto pernikahan mereka disimpan di dalam gudang. Mew tidak pernah memikirkan perasaan orang lain.

Mew duduk di tepi kasur yang ada di kamar Gulf. Mew mewanti-wanti kepada Gulf untuk tidak tersenyum dan terus menolak sikap baik Gulf. Padahal Mew hanya membohongi dirinya sendiri, sebab ia sadar bahwa suatu saat dirinya tak bisa memanggil Gulf lagi, tak jauh berbeda dengan segala pergi darinya.

Mew hanya dapat menertawakan dirinya ketika ia sadar bahwa Gulf membaca kelemahannya selama ini. Mew pengecut yang memaksakan diri untuk mengenakan topeng iblis demi menyembunyikan besarnya ketulusan yang pernah terluka.

Mew merasa bahwa matanya mulai memanas ketika kilat tiba-tiba menyambar, cahaya terang itu seakan menembus kaca sebelum guntur menyusul, dan itu kembali mengingatkan Mew pada Gulf, bahwa ia pernah meninggalkan Gulf sendirian dibawah derasnya hujan.

Mew mengutuk dirinya sendiri. Kini, setiap bagian kecil dalam hidup Mew terasa menjurus ke arah Gulf, mengingatkan Mew akan kesalahan yang ia perbuat.

"Kau pantas berada jauh dariku, tapi aku menginginkanmu." gumam Mew seraya memegangi dadanya, terasa sangat kosong di dalam sana.

••• • •••

Ceklek.

Gulf menoleh ke arah pintu kamarnya yang baru saja dibuka.

"Ayah memintamu untuk turun," ujar Tay.

"Kenapa, Phi?" tanya Gulf.

"Jangan banyak tanya jika tidak ingin Ayah bertambah marah, sebaiknya cepat turun!"

Perlahan Gulf menuruni tangga, menghampiri Ayah-nya yang duduk di salah satu sofa pada ruang keluarga.

Gulf berdiri di samping Bayu, menunggu Ayah-nya mengatakan apa yang ingin dibicarakan.

HIRAETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang