"Nah!" Tu mengulurkan tangannya, menyerahkan bungkusan berisi dua porsi bubur ayam.
Gulf tidak langsung menerima apa yang Tu berikan, pria manis itu merogoh saku, mengambil beberapa lembar uang dan meyerahkannya pada Tu sebagai alat tukar.
Tu diam menatap tangan Gulf yang terulur seraya memegang lembaran uang. "Untuk apa?"
"Phi membelinya dengan uang milik Phi tadi, aku akan mengganti uangnya." sahut Gulf yang masih enggan menerima pemberian Tu.
"Tidak apa, anggap saja aku yang traktir." Tu tersenyum ramah.
"Terimakasih banyak, Phi. Tapi aku punya uang, aku akan gunakan milikku sendiri."
"Baiklah, baiklah." ujar Tu seraya menerima uang yang Gulf ulurkan.
"Nah, sini uangnya. Hehehe, kau ini." sambung Tu dengan tangannya yang berusaha menyentuh Gulf.
"Maaf, Phi." ujar Gulf menghindari Tu yang akan memegang kepalanya.
"Tidak masalah," balas Tu seraya menarik kembali tangannya. "Salahku, kita belum akrab, wajar kau menghindar."
"Kau mau pulang sekarang?" tanya Tu. Gulf mengangguk sebagai jawaban terakhirnya.
Tu masih mengikuti langkah Gulf, tapi Gulf pikir tidak aneh karena mereka sama-sama menuju ke arah pintu keluar.
Namun, didekat pintu Gulf melihat seorang anak yang menangis tersedu-sedu seraya menggenggam erat selembar kertas.
Gulf sudah berusaha untuk mengabaikan itu, tapi kakinya secara otomatis melangkah menghampiri si anak.
"Kau kenapa?"
Dengan sebelah tangannya si anak menyeka air mata. "Aku bodoh, aku mendapatkan peringkat yang buruk."
Tu memperhatikan Gulf dengan serius, ini kedua kalinya Tu melihat Gulf berinteraksi dengan anak kecil, dan Gulf tak pernah terlihat tidak antusias.
"Seberapa buruk itu?" tanya Gulf yang mulai berjongkok agar dapat lebih dekat dengan si bocah.
"Ini," adu si bocah seraya menyerahkan rapor miliknya.
Gulf membuka benda itu dengan hati-hati. "Waw, kau peringkat 12 dari 30 siswa? Kau hebat sekali."
Anak itu menatap Gulf ragu, apanya yang hebat untuk urutan ke dua belas?
"Apa kau tidak tau apa artinya? Kau sudah mengalahkan 18 orang di bawahmu, kau hebat sekali!"
"Apa ini hebat?"
"Tentu!" ujar Gulf.
"Ayah! Ibu!" teriak anak itu pada dua orang yang berjalan ke arahnya.
Gulf menoleh ke belakang, melihat sosok yang di panggil dengan lantang oleh anak kecil di hadapannya.
"Aku akan beritahu mereka. Cup! Terimakasih." bocah itu berlari seraya melambaikan tangan ke arah Gulf usai memberi kecupan hangat pada pipi pria manis yang baik hati.
"Aku dapat peringkat dua belas!" samar Gulf mendengar suara si bocah yang memamerkan peringkatnya.
"Iya? Waw, pandaiya jagoan ayah."
Gulf tersenyum tipis melihat betapa bahagianya bocah itu ketika sang ayang memeluknya dengan hangat sebelum mengangkat tubuhnya yang mungil.
"Dua jempol untuk anak Ibu." tambah sang ibu teramat bangga.
Gulf menerawang kebelakang, bagaimana rasanya di apresiasi hingga sedemikian rupa?
Dulu, Gulf kecil juga pernah pulang membawa rapor dalam tas gendongnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAET
Fanfiction"Tidak berdasar, itu kita." -Mew. Gulf dijodohkan oleh ayahnya, demi menyelamatkan perusahaan yang hampir bangkrut karena kesalahan kakaknya. Namun paksaan bukanlah alasan Gulf menerima perjodohannya, Gulf menyukai Mew -- tulus. Pernikahan yang Gul...