Gulf tertunduk di sebuah kursi, wajah putih itu tak lagi menampakkan sinarnya. Hampir lima belas menit berlalu dan Mew tak kunjung hadir.
"Phi Gulf." ujar Namtarn. Gadis itu datang bersama keterpaksaan dalam melapangkan hati dan perasaan, menggenggam erat tangan Gulf dengan sangat hangat bersama senyuman yang tulus dari hati.
"Semuanya akan cepat berlalu. Setelah hari ini, Phi Gulf tidak perlu menemui Phi Mew lagi, dan Phi Mew juga tidak akan memiliki alasan untuk menemui Phi Gulf lagi. Phi Mew tidak bisa berbuat jahat pada Phi Gulf lagi, Phi Gulf akan baik-baik saja."
"Phi Mew ...." Gulf menatap tangannya yang tengah diusap dengan lembut. Ia gugup? Tentu! Meski hanya setitik, Gulf tak memiliki kerelaan dalam hatinya untuk berpisah dengan Mew. Namun, semuanya kembali pada titik awal, sulit bagi ikan yang hampir mati untuk bisa melawan arus.
"Phi tenang saja." ujar Namtarn, gadis itu sampai harus berlutut di lantai agar dapat melihat wajah kakak ipar tersayangnya.
"Kalau pun Phi Mew tidak datang, sidang ini akan tetap berlanjut. Tidak ada hal yang bisa menghambat perceraian Phi Gulf dan Phi Mew, Papa sudah mengatur semuanya, ini akan berjalan lancar."
"Namtarn, aku ingin ke toilet sebentar." pamit Gulf pelan, ia tidak bisa menahan air matanya lebih lama.
Melihat Gulf yang bangkit dari tempat duduknya, Tay lantas ikut serta mendongak. Kakak kandung dari Gulf itu sudah memperhatikan adiknya sedari pertama Namtarn mendekatinya.
Kaki Gulf melangkah gontai, bukan ke arah toilet melainkan ke sebuah tangga yang ada di sudut gedung. Gulf duduk di salah satu anak tangga, menghimpitkan tubuhnya ke dinding.
Setetes bulir bening akhirnya jatuh dari pelupuk mata Gulf. Gulf mencoba menenangkan perasaannya, tapi yang terjadi hanyalah semuanya semakin tak terkendali.
"Hiks ...." Gulf menyeka tiap tetes air mata yang berjatuhan, tapi itu tidak membantu.
"Gulf." ujar Tay yang berdiri di belakang Gulf. Ia tertegun melihat punggung adiknya, hatinya terasa teriris tipis saat isak Gulf yang lirih itu masuk kedalam telinganya.
"Gulf!" ujar Tay dengan nada yang sedikit meninggi.
Gulf bukan tidak ingin menjawab, tapi ia tidak bisa. Sampai Tay melewati Gulf untuk dapat berdiri di hadapan adiknya yang terlihat menyedihkan. "Apa yang gadis itu katakan padamu?" tanya Tay kesal.
Tay menghela napas kesal. "Dia mengancammu?"
Gulf menggeleng pelan, Namtarn tidak pernah melakukan itu padanya.
"Lalu kenapa kau menangis? Bodoh! Kau sedih karena kau akan berpisah dengan Mew?! Kau bilang dia memukulmu! Untuk apa menangisinya?!"
"Hiks. Gulf menyukai Phi Mew, Phi. Hiks ... tapi Phi Mew membuat Gulf takut." isak Gulf. Entah Tay akan perduli atau tidak, Gulf hanya ingin mengatakan itu pada seseorang.
"Bodoh!" gumam Tay. Tay sering melihat Bayu memukul Gulf, tapi Gulf tak pernah terlihat seluka ini.
"Gulf suka menjadi pasangan Phi Mew, tapi Phi Mew tidak menginginkan Gulf. Hiks ...."
"Bangun!" tegas Tay seraya menarik tangan Gulf, memaksanya untuk bangkit dan melanjutkan perceraian.
"Phi Tay, hiks."
"Kau bilang dia menyakitimu! Jangan mencintainya, bodoh! Lagipula kalian sama-sama menyedihkan, kalian memang tidak ditakdirkan bersama. Bangun! Persidangan segera dimulai." paksa Tay seraya menarik tangan dingin Gulf.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAET
Fanfiction"Tidak berdasar, itu kita." -Mew. Gulf dijodohkan oleh ayahnya, demi menyelamatkan perusahaan yang hampir bangkrut karena kesalahan kakaknya. Namun paksaan bukanlah alasan Gulf menerima perjodohannya, Gulf menyukai Mew -- tulus. Pernikahan yang Gul...