Bagian 8

2.3K 244 20
                                    

Kuku sebuah jari telunjuk hampir koyak sebab ibu jari yang tak henti bergerak untuk mengikisnya, gerakan yang ada akibat rasa gelisah itu memacu debaran jantung Agas.

Empat tahun berlalu, kisah kematian yang menyeret nama baik putranya itu hampir tak di perdengarkan lagi di penjuru manapun. Iya, sebuah rumor pasti akan memudar seiring dengan hadirnya rumor baru. Namun, empat tahun bukalah waktu yang cukup untuk menghapus kenangan buruk.

Agas Ilario, semua orang tau bahwa ia adalah orang yang paling berhasil baik dalam bisnisnya ataupun dalam rumah tangga. Keluarga yang dilengkapi oleh dua orang anak, satu putra dan satu putri.

Setiap yang bersaudara pastilah memiliki sikap yang hampir tak sejalan, begitu juga dengan Mew dan Namtarn, yang satunya begitu dingin dan yang satunya teramat penyayang.

Sejak Mew kecil, anak laki-laki itu tak pernah memikirkan apapun dalam hidupnya selain ia yang ingin membuat bangga kedua orangtuanya. Mew memilih untuk melanjutkan bisnis sang papa tanpa diminta, anak laki-laki itu bahkan berkata pada Agas bahwa ia akan pergi ke Amerika untuk melanjutkan pendidikannya suatu saat nanti.

Kala itu, Mew menepati janjinya pada sang papa. Putra sulung dari Agas berhasil menyelesaikan gelar S1 dengan nilai sempurna dan ia benar-benar mengabdi pada perusahaan sang papa.

Namun, pada suatu ketika tatapan tajam dengan kewibawaan milik Mew pudar. Sosok yang selalu membuat segan tiba-tiba melunak menjadi murah senyum. Tidak, Agas tidak meminta Mew untuk menjadi tak tertandingi, tetapi Agas perlu Mew untuk tetap pada ciri khasnya.

Lalu pada suatu ketika Mew kembali ke rumah dengan membawa seorang gadis bersama tangan mereka yang saling menggenggam.

"Pa, ini Kana, Kekasih Mew."

Agas selalu menutup rapat matanya setiap kali ia mengingat wajah gadis itu, rasa bersalah, sesal, bahkan benci masih bercampur aduk dalam dadanya.

Agas tidak menyalahkan Mew, ia tak pernah menyalahkan anak-anaknya. Lagipula cinta tidak bisa dikendalikan, kan?

"Pa, Mew tidak akan melanjutkan study Mew di Amerika. Mew bisa melanjutkannya di kota ini atau Mew hanya akan bekerja sesuai dengan kemampuan Mew dengan ijazah yang Mew punya."

Bahkan kalimat itu masih Agas ingat dengan jelas. Saat dimana Mew memilih untuk menghentikan ambisinya dan melupakan mimpinya hanya demi seorang gadis, Agas merasa bahwa dirinya tak bisa tinggal diam.

"Kau Kana?"

Gadis itu tersenyum, dengan wajah tersipu ia mengangguk pelan.

"Aku ingin kau menjauhi putraku. Mew punya mimpi yang harus ia capai, tapi semuanya memudar begitu saja setelah kau masuk dalam kehidupannya."

Hening, tak ada sanggahan dari Kana.

"Aku akan memberikan kompensasi, berapa yang kau mau? Jangan tahan Mew."

Gadis cantik berwajah manis itu hanya menunduk pasrah, hubungan mereka mungkin memang tak akan pernah direstui, seharusnya Kana sadar sejak saat pertama ia mengenal Mew. Mew adalah anak orang terpandang, sedangkan dirinya hanyalah seorang perawat yang menyandang status yatim-piatu.

"Dia menunda pendidikannya di Amerika, tidak, Mew membatalkannya. Kau tau bahwa Mew sangat ingin pergi, tapi dia menahan diri karena kau sebagai alasan," sambung Agas.

"Jadi, berapa yang kau mau untuk menjauhi putraku?" tanya Agas seraya menyodorkan selembar cek kosong.

Tangan Agas yang dingin mengusap gusar wajah yang kaku mengenang masa lalu, kesalahan yang membuat Mew harus di cap sebagai monster oleh semua orang, kesalahan yang membuat putranya mendekam di balik jeruji besi selama dua tahun penuh.

HIRAETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang