Bagian 29

2.9K 321 75
                                    

Mew menggigit ujung kukunya, pria itu gelisah, terlihat jelas dari kakinya yang terus bergerak tanpa henti.

"Kau ini kenapa? Diam jika tidak ingin pulang!" keluh Mild, ia terlampau jengah dengan sikap aneh Mew. Lebih dari seminggu mereka tak bertemu, sekarang Mew menjadi sosok idiot, Mew sering melamun dan gelisah.

"Mild, jika kau ingin menarik perhatian seseorang, apa yang akan kau lakukan?" tanya Mew kemudian. Kedua pria itu kini tengah berdiri di teras kantor. Hari sudah cukup gelap, tetapi derasnya hujan menghambat mereka untuk pulang.

Jujur, sebenarnya hanya Mew yang merasa bahwa hujan menghalangi mereka untuk pulang. Padahal bagi Mild, Mew adalah satu-satunya penghambat.

Semua orang di perusahaan ini tau bahwa Mew dan Mild mengendarai mobil, hujan tak akan mengganggu mereka. Namun, seperti yang Mild pikirkan di awal, Mew sudah berubah menjadi idiot dan meminta Mild berdiri di sampingnya sampai ia selesai dengan pikirannya.

"Haruskah aku belikan hal yang ia suka? Lakukan apa yang dia suka? Katakan apa yang ingin dia dengar?" tanya Mew beruntun.

"Astaga!" keluh Mild. "Lakukan saja apa yang kau mau! Lakukan hal-hal baik yang bisa menarik perhatiannya! Apapun! Terserah!"

Mew kembali menatap rintikan hujan. "Dia pernah merawatku sebelumnya."

Mild menoleh ke arah Bos sekaligus sahabatnya. "Apa?" tanya Mild gusar.

Iya, Mew ingat akan satu hal. Dulu Gulf pernah merawat Mew yang demam karena terlalu mabuk. Gulf juga menginap dikamar Mew seraya menggenggam tangan Mew waktu itu. "Ayo buat aku sakit!"

"Hah?" tanya Mild.

"Astaga, Mew!" keluh Mild ketika Mew dengan suka rela berjalanan ke tengah halaman. "Bodoh! Kau basah kuyup!" protes Mild seraya menunjuk Mew penuh emosi.

"Memang itu tujuannya!" sahut Mew yang tengah berputar ditengah hujan.

••• • •••

Di depan sebuah cermin, Gulf tak berhenti menatap pantulan dirinya, meniti setiap bagian wajahnya. Ia bahkan mengganti ekspresi beberapa kali, ia ingin tau apa yang salah dengan wajahnya sampai Mew harus melarangnya membuat "wajah seperti itu."

"Memangnya wajah seperti apa yang aku buat?" tanya Gulf bingung. Sumpah, Gulf tak menemukan keanehan dari wajahnya.

"Atau Phi Mew hanya tidak suka padaku?" gumam Gulf tertunduk kecewa.

"Mungkin poni ini?" tanya Gulf seraya menyingkap poninya, tapi helai rambut itu kembali jatuh dan menutupi dahinya.

Ding... dong...

Gulf menoleh ketika mendengar bel rumah dibunyikan. "Tumben." gumam Gulf pelan. Ini baru jam setengah sembilan, terlalu awal untuk jadwal kepulangam Mew. Gulf bahkan tidak mengunci pintu, kenapa Mew menekan bel? Atau Mew mabuk?

Gulf segera menuruni anak tangga, membuka pintu dengan tergesa.

"Phi Mew?" Gulf memiringkan kepalanya, ia terheran hingga menoleh ke arah halaman. Dari ujung rambut hingga ujung kaki Mew, tak ada satupun yang lepas dari penglihatan Gulf, pria itu basah kuyup.

"Kenapa ...?" Gulf menggeleng, menepis pertanyaannya sendiri. "Bagaimana bisa Phi kehujanan? Bukannya Phi naik mobil?"

"Kenapa bertanya? Aku kehujanan karena terkena air hujan! Memangnya apa lagi?!"

Gulf mengangguk seraya ber-oh. Selain itu Gulf bisa apa lagi?

"Aku dingin!" keluh Mew kemudian, dan itu membuat Gulf semakin kebingungan. Gulf sudah membuka pintu lebar-lebar, Mew bisa lewat dengan mudah. Kalau Mew kedinginan, kenapa Mew tidak segera masuk?

HIRAETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang