Makan malam adalah waktu yang tepat untuk dihabiskan bersama keluarga, seharusnya. Namun, di dalam hunian yang berukuran teramat besar ini Gulf hanya bisa duduk sendirian di meja makan, kesepian dan hanya bertemankan denting sendok.
Malam cukup cerah, ada jutaan bahkan mungkin miliaran bintang yang menghiasi langit, dan di bawah hamparan gemerlap bintang itu, Mew tengah duduk damai ditemani dengan beberapa botol minuman beralkohol.
Pria yang harinya dipenuhi dengan rasa frustasi itu menatap kosong ke arah gelas yang ia pegang, gelas dengan corak yang indah, tapi sayang hanya dijadikan tempat untuk menaruh alkohol.
"Mew?" ujar Baifern membuyarkan lamunan Mew.
"Hm?" sahut Mew seraya melirik gadis yang sudah menjadi temannya sejak SMA.
"Hm? Kau hanya menjawab hm?!" protes Mild.
Diatas sebuah kain yang membentang pada permukaan rerumputan, tiga sekawan itu tengah mengadakan piknik kecil-kecilan untuk jeda dari hiruk-pikuk kesibukan mereka.
"Mew, kita melakukan ini untuk memperingati hari pertemanan kita, apa salahnya jika kau tersenyum sedikit saja?" tanya Baifern.
"Bagaimana ... caranya?"
Mild menatap Mew, antara terheran dan kesal, Mild memilih untuk memutar arah pandangnya.
"Mew, ini sudah berjalan cukup lama, aku tau kau mencintai Kana, tapi bukan berarti kau boleh mengorbankan sisa kehidupanmu untuk berlarut-larut dalam perasaan yang selalu kau lebih-lebihkan! Ini sudah hampir lima tahun, Mew." ketus Baifern yang juga mulai terlihat frustasi dengan cara Mew bersikap.
"Lalu kenapa jika hampir lima tahun?" balas Mew yang sedikitpun tak melirik ke arah Baifern.
"Apa maksudnya kenapa? Hampir lima tahun kau hidup seperti ini, setidaknya berhenti minum dan pulanglah dengan tepat waktu!" ujar Mild seraya merebut gelas dari tangan Mew.
"Kita merayakan hari pertemanan kita, kenapa aku harus pulang tepat waktu? Kita akan pulang sama-sama, kembalikan gelasku!"
"Kau sadar apa yang kita lakukan? Mew, kita dulu berempat, dan sekarang hanya tersisa tiga. Jangan buat dirimu berada di dalam situasi dimana kau hanya tertinggal sendirian!" ujar Mild ketika Mew merebut kembali gelasnya.
"Mild." Baifern menggeleng, mencegah Mild berbicara lebih banyak.
"Aku sangat lelah dengan sikapmu, Mew. Aku sampai ragu, apakah kau benar-benar kehilangan atau hanya berpura-pura merasa kehilangan lalu melebih-lebihkan semuanya?" tatapan tajam menyambut Mild sesaat kalimat itu terucap dari mulutnya.
"Tidak masalah jika kau kesal padaku, itu yang kau mau, kan? Bermusuh dengan semua orang, kesal pada apapun yang dirasa mengganggumu. Karena apa? Kau mengira semua orang akan menyakitimu? Hanya dengan berbekal kan prasangka, kau tidak bisa mencurigai semua orang."
"Jaga mulutmu!"
"Daripada aku harus menjaga mulutku, kenapa tidak kau saja yang menjaga penilaian mu terhadap orang-orang?"
"Mild, cukup!" pinta Baifern.
"Aku tidak bisa diam lagi, aku harus memberitahu bajingan ini." ketus Mild seraya menunjuk wajah Mew penuh emosi.
Mild menghela napas, memperhatikan sekitar. Tempat hijau yang indah ini adalah tempat dimana mereka sering menghabiskan waktu bersama dulu. Mew yang pendiam, Mild yang humoris, Baifern yang perhatian, dan Tu si pencair suasana.
Namun, sekarang berbeda. Sekalipun mereka berdiri di bawah hamparan bintang yang jumlahnya lebih banyak dan kemerlipnya yang lebih gemilang, situasi ini tetap tidak sama sebab mereka hanya tersisa bertiga dan telah berada pada sifat arogan masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAET
Fanfiction"Tidak berdasar, itu kita." -Mew. Gulf dijodohkan oleh ayahnya, demi menyelamatkan perusahaan yang hampir bangkrut karena kesalahan kakaknya. Namun paksaan bukanlah alasan Gulf menerima perjodohannya, Gulf menyukai Mew -- tulus. Pernikahan yang Gul...