Air menetes dari setelan basah yang Mew kenakan setiap kali kakinya menapakkan langkah.
Helai dari rambut yang lepek menjuntai, kini tatanannya tak lagi rapi. Bulir bening kembali menetes, tetapi tidak ke lantai melainkan ke sebuah tubuh yang tengah terkulai lemah dalam dekapan tangan kekar si iblis penjaga neraka.
Entah bagaimana jalan pikir dan kehendak hati Mew saat tiba-tiba tangan dan kakinya mengarahkan mobil untuk putar balik. Bahkan Mew masih tak percaya kalau dirinya berlari ke arah Gulf di tengah derasnya hujan, untuk apa dia mempedulikan Gulf?
"Ayah ...." lirih Gulf dalam keadaan matanya yang masih tertutup rapat.
Mew melirik ke arah wajah basah dari tubuh dalam dekapannya, Gulf pasti ketakutan saat Mew meninggalkannya di jalan yang gelap dan sunyi, wajar saja jika Gulf memanggil ayahnya.
Sekalipun merasa ragu, Mew tetap membuka pintu kamar Gulf. Sebab, Mew lebih keberatan jika harus membawa Gulf ke kamarnya.
Tanpa mengeringkan tubuh Gulf ataupun melepaskan pakaian basah yang melekat pada tubuh tak berdaya itu, Mew meletakkan Gulf ke atas kasur sepelan yang ia bisa.
Sejenak Mew menatap kelopak mata Gulf yang tertutup amat rapat, tatapan yang Mew berikan terlihat dalam meskipun kosong tanpa perasaan. Namun, tatapan itu tak bertahan lama, Mew memilih untuk memalingkan wajah dan segera angkat kaki dari tempatnya berdiri.
"Ayah, Gulf dingin." lirih Gulf dalam gelengan pelan, anehnya igauan itu mampu mengurungkan niat Mew untuk segera pergi.
Dalam posisi tubuh yang membelakangi tempat Gulf berbaring, Mew mematung dengan perasaan yang campur aduk. Pria yang tinggal satu atap bersamanya mengeluhkan dingin, dan Mew lah yang menjadi penyebab dari semua itu.
Pada akhirnya, Mew tetaplah sosok yang hanya mampu menciptakan kegelapan yang menakutkan.
Mew melanjutkan langkahnya, bukan untuk meninggalkan kamar Gulf, melainkan untuk mendekati lemari dan mengambil handuk kering juga sepasang piama berbahan tebal.
Mew melepaskan jas yang ia kenakan dan melipat lengan kemejanya sebatas siku. Tangan kekar dari pria berwajah dingin itu mulai bergerak untuk melepaskan sepatu dan kancing baju Gulf, ia juga mengeringkan tubuh Gulf dengan handuk dan memasangkan pakaian kering pada tubuh Gulf. Setelahnya Mew kembali mengangkat tubuh Gulf, memindahkan Gulf ke sisi lain dari kasur sebab sisi yang sebelumnya sedikit basah akibat pakaian Gulf.
Merasa semuanya telah selesai, Mew kemudian meraih kembali jas yang ia letakkan di sudut kasur.
"Phi," lirih Gulf hampir tak bersuara. Meskipun langkahnya sempat terhenti, tapi Mew memilih untuk tak memperdulikan dan menarik gagang pintu agar dapat segera keluar dari kamar Gulf.
••• • •••
Di dalam kamarnya, tepat setelah ia selesai membersihkan diri, Mew menatap bayangan dirinya pada cermin.
Pada jam-jam terakhir di hari ini, Mew merasa bahwa dirinya lain, gelap yang menyertainya memudar. Hujan turun dan awan mendung memenuhi langit, tapi Mew merasa ia dikelilingi bintang.
Mew menatap tajam pantulan dirinya pada cermin. Dengan rahang yang terkantup rapat dan tangan yang terkepal erat Mew menantang dirinya sendiri, bahwa ia harus terus menggertak sampai ia mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang ia ajukan pada takdir.
Di sisi lain, Mew tidak bisa melupakan dekapan hangat antara dirinya dan Gulf. Mengingat pelukan itu membuat Mew merasa lebih baik.
Perasaan apapun itu, Mew tak akan biarkan semuanya terealisasikan. Mew tak akan jatuh cinta pada Gulf, tidak akan pernah. Sebab Mew pada Gulf adalah tak berdasar, selamanya akan tetap begitu. Kalaupun ada hal yang membuat Mew bertahan dalam hubungan ini, balas dendam lah alasannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAET
Fanfiction"Tidak berdasar, itu kita." -Mew. Gulf dijodohkan oleh ayahnya, demi menyelamatkan perusahaan yang hampir bangkrut karena kesalahan kakaknya. Namun paksaan bukanlah alasan Gulf menerima perjodohannya, Gulf menyukai Mew -- tulus. Pernikahan yang Gul...