Bagian 21

2.3K 262 34
                                    

Usai berpakaian, Gulf membuka gorden jendela kamarnya. Tak ada yang ia lakukan, hanya menatap ke arah langit seraya menunggu terbitnya matahari.

Hingga Gulf teringat akan satu hal, bahwa kertas yang Namtarn serahkan padanya belum ia kembalikan. "Namtarn memerlukan itu hari ini, dimana aku menaruhnya?"

Gulf menelan ludah dengan susah payah sebab tenggorokannya masih terasa sakit, jika kertas itu berada di dalam tas yang Gulf bawa, apa benda itu ada di kamar Mew?

"Aku harus mengembalikan itu pada Namtarn, jika tidak Namtarn pasti akan ada dalam kesulitan." gumam Gulf lagi.

Matahari belum timbul, dan jarak untuk sampai ke Universitas cukup jauh. Dengan kondisinya saat ini, tidak mungkin Gulf bisa bergerak cepat, jadi Gulf putuskan untuk memulai perjalanannya sekarang.

Gulf mulai membuka lemari, meraih hoodie yang terlipat rapi dan mengenakannya. Ia juga mengambil masker beserta kacamata untuk menutupi wajahnya.

Selesai sudah, tubuh Gulf tertutup rapat sehingga tidak akan ada orang yang bisa melihat luka di tubuh ataupun wajahnya.

Masih dengan langkah yang tertatih menahan sakit, Gulf memberanikan diri untuk mendekati kamar Mew. Namun, sebelum Gulf menyentuh gagang pintu, Gulf terlebih dahulu melihat tasnya di tangga.

"Syukurlah," gumam Gulf. Entah kenapa, hanya saja Gulf merasa lega sebab ia tak perlu melihat wajah Mew untuk saat ini.

Dengan tenaga seadanya, Gulf berhasil memberhentikan sebuah taksi, dan Gulf rasa ia tiba dengan tepat waktu.

Usai turun dari taksi, Gulf berdiam diri cukup lama. Ia harus memperbaiki sikapnya, ia tak boleh terlihat sakit saat bertemu Namtarn.

Gulf memaksakan diri untuk berjalan normal, dan mulai mendekati Namtarn yang berjalan di koridor.

"Namtarn."

Namtarn menoleh ke belakang, ke arah suara serak yang menyapanya.

Namtarn mengerutkan dahi, mencoba mengenali siapa yang mengajaknya bicara.

"Ini," ujar Gulf. Gulf tak bisa menahan tangannya yang gemetar saat menyerahkan kertas milik Namtarn.

"Phi Gulf?" ujar Namtarn.

"Maaf, karena aku tidak mengembalikannya kemarin, ini sedikit kumal." ujar Gulf penuh penyesalan.

Namtarn menerima kertas itu dengan tatapan heran. "Kenapa Phi gemetar? Dan ... kenapa Phi berpakaian seperti itu?"

Gulf terdiam sejenak, menahan sakit pada dirinya. "Aku ... aku sedikit tidak enak badan, jadi aku menghindari angin dan debu."

"Phi sakit? Seharusnya Phi tidak usah mengantar ini kesini kalau Phi sakit. Kertas ini tidak lebih penting dari kesehatan Phi, kenapa Phi memaksakan diri?" ucap Namtarn khawatir.

"Aku tidak apa-apa, masuklah ke dalam kelas!" Gulf mempersilahkan.

Namtarn tersenyum manis dan memeluk Gulf dengan perasaan bahagia. "Phi adalah kakak terbaik, Namtarn tidak pernah di pedulikan sampai seperti ini." ucap Namtarn. Sementara itu, Gulf hanya bisa memejamkan mata, pelukan hangat Namtarn bahkan menyakitinya.

"Namtarn, masuklah!" ujar Gulf, dan setelahnya barulah Namtarn melepaskan pelukan mereka.

"Phi lucu karena wajah Phi tidak terlihat. Namtar ke kelas dulu, na. Sampai jumpa, Phi Gulf." Namtarn melambaikan tangan, berbalik badan dan melangkah meninggalkan kakak iparnya.

Hal yang sama juga di lakukan oleh Gulf, bedanya adalah Gulf sama sekali tidak gembira.

Langkah Gulf mulai lunglai ketika dirinya berada di dekat sebuah loker. Gulf merasakan bahwa kepalanya pusing dan pandangannya mulai mengabur.

HIRAETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang