9 - Kesal

1.7K 94 6
                                    


Vannya telah bersiap untuk pergi bekerja pagi ini. Dia telah memulihkan perasaannya kemarin dengan seharian penuh merenungi kejadian yang menimpanya. Dia tidak ingin mempermasalahkan kemalangannya terlalu dalam, tidak lagi ingin membuang air matanya sia –sia hanya menangisi perbuatan bejat kekasih tetangganya dan juga kebodohannya sendiri.

Vannya telah memutuskan berdamai dengan rasa sakitnya dan menganggap malam itu tidak pernah terjadi padanya. Meski Vannya tahu ada perubahan besar pada dirinya, tetapi  Vannya hanya mencoba fokus untuk menjauhi pria bernama Gio.

Walau perasaannya jauh lebih baik dari kemarin, tetapi Vannya masih belum siap untuk menghubungi Tama. Padahal kekasihnya itu, terus terusan menelepon dan mengirimkan pesan karena ia sengaja mengabaikan semua panggilan.

Vannya masih merasa bersalah begitu besar kepada Tama, tidak tahu bagaimana ia harus berhadapan dengan lelaki itu.

Setelah siap dan sudah sarapan, Vannya sekali lagi mengecek penampilannya. Dia benar benar memastikan keadaan lehernya yang penuh dengan kissmark telah tertutupi oleh concealer. Saat diyakini bahwa bekas dosanya tidak mungkin dilihat orang lain, Vannya baru pergi bekerja.

Vannya tidak lagi berangkat sepagi ia bekerja pertama kali, sehingga saat ia sampai di mejanya, Jessi sudah terlihat menghuni meja di sebelahnya.

"Lo kenapa dua hari gak masuk?"  Tanya Jessi saat menyadari kehadiran Vannya

Vannya meletakkan tasnya di meja dan duduk dengan nyaman di kursinya sebelum menjawab pertanyaan Jessi, yang sudah ia hapalkan jawabannya.

"Aku sakit" Vannya tersenyum mencoba membuat kebohongannya tidak terlihat, walaupun tidak sepenuhnya ia berbohong. Karena memang kemarin Vannya merasakan tubuhnya yang tidak mampu untuk sekedar pergi ke kamar mandi.

"Tapi lo udah baikan sekarang?" Jessi bertanya lagi dengan nada khawatir terdengar jelas

"Udah kok gak perlu khawatir" Vannya mengangguk meyakinkan Jessi

"Tapi lo kerja baru minggu pertama kok bisa izin sakit dibolehin mana dua hari? Kemarin Tania soalnya bilang lo izin, cuma yang lain kayak bertanya tanya kok lo bisa izin"

Perkataan Jessi membuat Vannya jadi memikirkannya, bagaimana bisa Gio membuatnya izin padahal ia belum genap bekerja seminggu di perusahaan ini. Mungkin saja nanti ia akan dapat pinalti dari perusahaan.

"Jangan lo pikirin deh, nanti lo sakit lagi" jessi menepuk pundak Vannya yang terlihat melamun.

Vannya menoleh ke arah Jessi dan fokusnya mengarah pada leher temannya itu. Warna keunguan itu terlihat familiar di mata Vannya, seperti miliknya yang telah ia tutupi dengan concealer.

"Jessi sorry tapi leher kamu--" Vannya bingung bagaimana memberitahukan Jessi saat melihat guratan merah itu, karena Vannya takut menyinggung Jessi.

Jessi membelalak kemudian terlihat panik memeriksa lehernya dengan kamera depan ponselnya.

"Hah kok gue bisa gak sadar sih" kata Jessi yang sibuk melihat kemerahan di lehernya ternyata memang cukup terlihat

"Aku bawa concealer kamu mau?" Vannya mengambil alat makeupnya itu dari dalam tas dan menawarkannya kepada Jessi.

"Thank you" Jessi terlihat lega akan kebaikan Vannya dan mengambil concealer kemudian mengaplikasikannya ke bekas kemerahan

"Leher kamu kenapa?" Tanya Vannya dengan polos sambil memperhatikan Jessi sibuk dengan concealernya

Sebenarnya Vannya tidak sepolos itu untuk tahu yang terjadi pada leher Jessi, ia hanya ingin validasi.

"Ons" jawab Jessi santai, sedangkan Vannya tidak dapat menutupi keterkejutan di wajahnya

HollowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang