Vannya merasa tidak enak badan sepanjang hari. Dia hanya ingin segera pulang ke apartemen dan bergelung di dalam selimutnya yang nyaman dan dekapan Gio yang hangat. Tetapi rasa tidak tenang menghantuinya selama jam bekerja. Entahlah, tapi rasanya seakan akan badai akan datang meskipun diluar sana cuaca sedang sangat terik.Vannya tidak banyak bicara selama perjalanan pulang setelah Gio menjemputnya, tetapi pria itu tentu menatapnya dengan khawatir.
"Muka kamu pucet sayang, mau ke dokter dulu?" tawar Gio dengan nada khawatir tepat saat mobilnya berhenti di lampu merah, tangannya terulur untuk mengecek suhu tubuh Vannya tetapi nyatanya gadis itu tidak demam
"Aku cuma mau pulang mas Gio" Vannya hanya memejamkan matanya mencoba meredakan gejolak yang tidak nyaman dalam tubuhnya, serta rasa khawatir berlebihan.
Gio tidak lagi buka suara setelahnya, yang Vannya tahu bahwa Gio membawa mobilnya melaju lebih cepat namun tetap berhati hati untuk membawa keduanya segera sampai ke apartemen.
Tidak ada yang salah dengan hari ini, hingga di ujung lobby lantai apartemen dilihatnya sebuah masalah besar yang siap menghampiri dengan ledakan yang bisa diperkirakan cukup membuat tidur Vannya akan terus dihinggapi mimpi buruk selama beberapa waktu kedepan.
Vannya yang lebih dulu menghentikan langkah, kemudian menarik lengan Gio untuk membuat pria itu berhenti juga, serta merta membuat yang lebih tua menoleh.
Vannya hanya dapat mematung dan menatap lurus ke arah depan, sedetik setelahnya tatapannya bertemu dengan tatapan yang sama terkejutnya.
Tidak, tatapan lain itu kini berubah penuh kemurkaan dan selanjutnya yang Vannya tahu ia mendengar umpatan kasar yang tentu ia sudah perkirakan.
Vannya merasa pening dan perutnya bergejolak ingin memuntahkan isinya, tapi Vannya harus kuat untuk berdiri dan menghadapi kelanjutan dari badai yang siap berkecamuk itu.
"BRENGSEK!!!" sebuah kata umpatan menghiasi lobby kosong di lantai 17 malam itu
"Jelasin apa maksudnya Gio" amukan penuh kemarahan terlontar dari mulut Resya yang melotot tajam dan membawa langkah besar besar menemui dua orang yang ia kenali
Badai yang tidak disangka kedatangannya itu adalah Resya. Sang model yang terlihat dengan seorang perempuan yang kemungkinan adalah salah satu rekannya.
Tetapi dunia yang jahat ini kenapa pula harus mempertemukan mereka di gedung apartemen ini.
Vannya hanya dapat meremas lengan Gio agar mendapatkan kekuatan untuk membuatnya tetap sadar, karena jujur saja ia mulai merasakan keringat dingin bercucuran disekujur tubuhnya. Badannya yang sudah merasa tidak sehat sepanjang hari semakin buruk dengan teriakan Resya yang melontarkan sumpah serapah.
"Kamu selingkuh sama jalang murahan ini? Otak kamu dimana Gio!!!" Resya menunjuk ke arah Vannya dengan tatapan mencemooh dan jijik seakan ingin merendahkan
"Sya jangan teriak teriak disini, mending diomongin di tempat lain yuk" ajak perempuan yang menemani Resya sambil mengelus pelan lengan Resya demi menenangkan kawannya itu
"JAWAB GIO" Rupanya Resya tidak peduli kata penenang manapun, seluruh atensi dan pikirannya hanya tertuju untuk kemarahnnya kepada Gio
"Kita omongin di tempat lain" final Gio yang sedang berusaha menyusun strategi dalam kepalanya untuk menenangkan Resya
Vannya tidak sanggup membela diri, dia seakan kehabisan tenaga hanya untuk menghadapi kemarahan Resya yang ia tahu pasti akan meledak sedahsyat apa. Vannya hanya pasrah ketika jemarinya digenggam kuat oleh Gio dan dituntunnya tubuh setengah melayang dari kenyataan itu ke arah apartemen mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hollow
Romance[cheating !!!! 18+] Kepindahan Vannya ke ibukota mengantarkannya bertemu dengan pria sempurna, seperti Elgio Gevano Harison yang merupakan kekasih tetangga apartemennya. Awalnya Vannya mengartikan perasaannya kepada Gio, sebagai rasa kagum semata. T...