23 - Hari yang berbeda

1.2K 63 39
                                    

Dear readernim yang baru baca cerita ini, alangkah baiknya kalau kalian meninggalkan vote 😩😩 soalnya kemarin masih dibaca 1k sekarang jadi 4k tapi tidak ada yang vote, jangan buat aku sedih yaa 😢😢

Sekalian juga yuk baca ceritaku yang lain, soalnya ceritaku bagus bagus kalian harus baca👌, apalagi yang judulnya black saphhire 😅😅






Happy reading...

Semalam Gio datang lagi ke apartemen Vannya, bahkan Vannya sendiri tidak tahu kenapa pria itu menyambanginya setelah kepergiannya kemarin lusa tanpa memberi kabar apapun. Jujur saja Vannya bingung dengan sikap pria itu. Dia juga merasa bingung untuk mengartikan hubungan keduanya.

Tetapi lebih dari itu semua, Vannya bingung dengan dirinya sendiri yang seakan dengan mudah menerima Gio untuk kembali kapan saja kepadanya.

Jelas Vannya kesal, tetapi dirinya juga tidak dapat lagi berpikir dengan baik ketika Gio datang kemudian memeluknya dengan hangat, dan membubuhkan kecupan kecupan manis di seluruh wajahnya yang selalu dapat membuatnya salah tingkah.

Pagi ini keduanya sudah berada di meja makan untuk menikmati sarapan bersama. Jangan tanyakan karena Gio sudah jelas bermalam di apartemen Vannya sehingga mereka dapat sarapan bersama sebelum pergi ke kantor.

"Masih cemberut aja sih" Gio mengelus pipi Vannya yang terlihat sedikit menggembung karena sedang mengunyah sarapannya, tetapi dapat jelas terliat wajah gadis itu yang terlihat mendung sedari tadi.

Sedang Vannya langsung memukul tangan Gio yang berada dipipinya. Diberinya pria itu tatapan galak ala Vannya, yang terlihat begitu menggemaskan karena gadis itu hanya merajuk bukan benar benar marah.

"Ya kamu, aku mau kerja masa lehernya merah merah gini. Gak heran kalau suka dituduh macem macem" walau Vannya mengoceh panjang lebar tangannya tetap sibuk menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.

Vannya kesal bukan main dengan Gio karena semalam pria itu kembali meningglakan banyak tanda di leher putihnya, padahal semalam keduanya hanya tidur sambil berpelukan dan tidak sampai terjadi hal hal penuh dosa yang keduanya lakukan. Tetapi Gio memang manusia tengil yang seperti sangat menyukai menggoda Vannya.

"Siapa yang berani nuduh lo, gue pecat dia" Gio terkekeh dalam mengucapkan kalimatnya yang terdengar seperti candaan,  tetapi bukan berati Gio tidak bisa membuat orang yang menganggu Vannya kehilangan pekerjaannya.

"Iiish sok superior" Vannya mencibir degan mulut yang masih penuh dengan makanan.

"Makan dulu sayang" Gio mengusap lembut pipi Vannya sekali lagi dan memerintahkan gadis itu tidak bicara saat makan. Bagi Gio sendiri, Vannya yang mengoceh saat makan bukan merupakan sesuatu yang jorok tetapi ia takut Vannya dapat tersedak makanannya.

Vannya menjadi diam menuruti perkataan Gio. Vannya selalu tidak habis pikir dengan Gio yang memanggilnya sayang dengan nada bicara yang selembut itu, Vannya bagaikan manusia yang lemah hatinya.

Keduanya sudah selesai sarapan dan membersihkan meja makan. Vannya sudah siap siap untuk pergi kerja dan kembali mematut diri pada cermin meja riasnya, memastikan lehernya aman dari kecurigaan orang - orang yang akan bertemu dengannya nanti.

"Gak akan kelihatan, kan udah ditutupin pake makeup" Gio yang baru memasuki kamar berjalan mendekati Vannya yang sibuk berkaca.

Membawa langkahnya untuk sampai dibelakang gadis itu dan memberikan kecupan singkat pada pipi Vannya yang terlihat merona.

"Udahan yuk ngacanya, berangkat kerja dulu" Gio yang mengajak Vannya untuk segera berangkat kerja tapi justru memeluk gadis itu dari belakang dan menenggelamkan wajahnya pada perpotongan leher Vannya.

HollowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang