Mentari menyakitinya.

14.4K 2.3K 163
                                    

Olivia tidak tahu sudah berapa lama dia berbaring di tempat tidur. Dia sama sekali tidak tahu apakah itu siang dan malam karena di kamar ini semua jendelanya tertutup dan terpasang tirai tebal berlapis-lapis sehingga cahaya matahari bahkan tidak bisa masuk.

Yang jelas dia telah berbaring di sana untuk waktu yang lama, dan semakin lama dia berbaring di sana dia merasa bahwa ini sangat aneh, dia berpikir mungkinkah kejatuhannya membuatnya lumpuh total hingga dia bahkan tidak bisa berbicara untuk bertanya pada Shavonne tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Dia benar-benar ingin tahu apa yang terjadi, tapi bahkan suaranya sama sekali tidak keluar setelah seberapa keras dia mencoba untuk mengeluarkan suaranya.

Selain itu dia mulai tidak nyaman dengan sikap Shavonne yang mulai keluar dari akal. Sebagai seorang pria keturunan Kaisar dia sama sekali berbeda dengan Shavonne yang dulu dia kenal sebagai Putra Mahkota.

Pria itu sama sekali tidak sopan dan santun, dia bertindak sesuka hatinya bahkan seperti pria mesum yang menjadikannya objek mesumnya, ini membuatnya tidak nyaman tapi Olivia tidak bisa melakukan apa-apa. 

Dia hanya akan merasa jijik dan frustasi setiap kali Shavonne datang dan mencium keningnya dan menyentuh wajahnya, mengusap rambutnya sebelum tidur di sebelahnya dengan memeluknya.

Awalnya Shavonne hanya sebatas melakukan hal itu, tapi perlahan ciuman di keningnya bertambah dan turun ke pangkal hidungnya bahkan tidak berhenti disana dia mulai menjarah bibirnya. Pria ini benar-benar orang gila!

Olivia sama sekali tidak mengira bahwa Putra Mahkota akan menjadi seperti ini. Selama pemilihan Putri Mahkota pria ini bersikap seperti orang yang sangat elegan dan mengerti tata krama, tapi di tempat ini saat dia melepaskan topengnya dia menunjukkan sifat aslinya yang seperti binatang buas yang haus akan dirinya.

Olivia benar-benar jijik padanya dan dia mulai tidak tahan dengan sikapnya, tapi dia masih tidak bisa bergerak. Jika saja dia bisa bergerak, dia akan memberinya pukulan dan menyiksanya sampai mati karena berani melecehkannya seperti ini, tapi sekali lagi itu hanya terjadi di dalam pikirannya karena saat ini dia tidak lebih dari sekedar mayat hidup yang berbaring di kasur dan dapat diperlakukan sesuka hatinya.

"Kenapa kau menatapku seperti itu, Olivia?" Shavonne bertanya begitu dia selesai memberinya kecupan di dahinya.

Olivia hanya bisa menatapnya, memberinya kebencian melalui tatapannya. Lagi pula untuk apa dia bertanya, dia tahu bahwa dirinya tidak bisa berbicara.

Melihat kebencian di mata Olivia, Shavonne menyunggingkan senyum.

"Olivia, jangan menatapku seperti itu. Kau harus sadar bahwa satu-satunya orang yang menginginkan dirimu di dunia ini hanyalah aku seorang. Apa kau tidak ingat bagaimana Duke Arland dan orang-orang itu memperlakukanmu begitu dia menyadari bahwa dirimu ternyata menipu Duke Arland?

Pria itu melupakan segalanya, kebersamaanmu dan kebaikanmu sama sekali tidak ada artinya baginya. Dia telah membuangmu dan semua orang itu meneriakimu untuk segera mati." 

Shavonne berhenti sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya. "Hanya aku, satu-satunya yang menginginkanmu dan membutuhkanmu. Jadi, jangan menatapku dengan penuh kebencian seperti itu."

Olivia dipaksa untuk mendengarkan celotehan Shavonne oleh ketidakberdayaannya. Dia benar-benar tidak ingin mendengar suaranya ataupun apapun yang pria itu katakan padanya.

Pria ini jelas telah merencanakan segalanya dari awal. Namun, semakin dia mendengar semakin dia merasakan emosi lain selain terganggu dan kesal, itu adalah perasaan sedih tentang bagaimana hubungannya dan Duke Arland berakhir.

"Jangan sedih." Dengan perhatian Shavonne mengusap pelipis Olivia yang mengalirkan air mata. "Mereka tidak layak untuk mendapatkan air matamu. Jadi jangan menangis untuk mereka yang telah meninggalkanmu, mulai sekarang kau memilikiku yang akan selalu berada di sisimu."

Olivia hanya memejamkan matanya, dia tidak ingin mendengar atau melihat Shavonne lagi dengan terlelap.

Melihat Olivia memejamkan matanya, Shavonne tersenyum. Dia mengusap wajahnya dengan perhatian. "Kalau begitu tidurlah, Olivia. Lupakan, lupakan semuanya."

Olivia kemudian merasakan pria itu kembali berbaring di tempat tidurnya sebelum memeluknya. Dia jelas tidak lumpuh, jika dia lumpuh dia tidak mungkin merasakan semua sentuhan Shavonne padanya.

Lalu kenapa dia masih tidak bisa menggerakkan tubuhnya?

Olivia sama sekali tidak bisa tidur, dia hanya memejamkan matanya dan saat mendengar suara napas orang di sebelahnya menjadi lebih teratur Olivia kembali membuka matanya untuk memikirkan apa yang terjadi. Setelah sekian lama terjaga memikirkan masalahnya, begitu merasakan gerakan orang di sampingnya dia akan menutup matanya lagi.

Shavone bangun dan mengajaknya berbicara sejenak, memberinya ciuman dan dia akan mendengar suara pintu yang tertutup, itu artinya Shavonne sudah pergi dan mungkin saat ini adalah pagi hari.

Olivia membuka matanya, dia sudah memikirkan segalanya untuk waktu yang lama dan membuat kesimpulan bahwa Shavonne sepertinya telah menyekapnya dan tidak ingin ada orang lain tahu tentang keberadaannya di tempat ini, itu terlihat dengan jelas saat hanya Shavonne satu-satunya orang yang datang ke tempat ini, bahkan pelayan tidak pernah masuk, bukankah seharusnya tempat ini dibersihkan?

Faktanya, Shavonne adalah orang yang juga membersihkan tempat ini mulai dari menyapu, mengepel dan mengganti sprei secara berkala semuanya dikerjakan oleh Shavonne seseorang. 

Pria itu benar-benar menculiknya!

Waktu terus berjalan tanpa Olivia sadari sudah berapa lama, di dalam ruangan yang minim cahaya ini Olivia hampir kehilangan akalnya, terutama saat pria gila mesum itu memperlakukannya seperti boneka mainannya dan dia sama sekali tidak bisa melakukan apapun untuk melawan dan mempertahankan dirinya.

Namun, hari ini satu kemajuan terjadi. Dia bisa menggerakan jari-jarinya dan perkembangannya cukup cepat, setelah jari-jarinya dia mulai bisa menggerakan lengan dan kakinya hingga seluruh tubuhnya akhirnya bisa dia kendalikan lagi.

Perlahan Olivia bangkit dari tempat tidurnya dan turun dari ranjangnya. Dia menatap tirai yang menutupi jendela itu dan meraihnya, tirai ini benar-benar sangat tebal dan berat, dia bahkan membutuhkan begitu banyak kekuatan untuk menariknya. Tapi begitu dia menariknya dan cahaya mentari masuk menembus lapisan kulit kaca dan menyentuh kulitnya dia mulai merasa aneh.

Bukan aneh, lebih tepatnya dia tersiksa dengan cahaya itu sendiri sampai tirai itu tertutup kembali oleh seseorang di belakangnya. 

Orang di belakangnya menutup tirai dengan tangan yang lain sementara tangan yang lainnya memeluk pinggang Olivia sebelum berbicara tepat di sebelah telinganya.

"Jangan pernah membukanya, kau harus belajar untuk tidak melihat mentari lagi karena cahayanya hanya akan melukaimu."

Olivia mendengarkan dan dia terkejut dengan hal itu. Dia lalu berbalik, mendorong Shavonne agar pria itu menjauh darinya, dia benar-benar muak dengan sentuhannya.

"Apa maksudmu?" tanya Olivia saat melihat topeng Shavonne. Pria ini selalu mengenakan topengnya setiap kali dia meninggalkan ruangan ini. Selain itu apa maksudnya dengan dirinya yang tidak bisa melihat cahaya mentari lagi?

Namun, sebelumnya saat cahaya mentari menyentuh kulitnya dia benar-benar merasa kesakitan dan tidak terbiasa dengan hal itu. 

Perlahan Shavonne membuka topengnya dan memperlihatkan wajah tampannya yang sempurna, tanpa cela. Dia meletakan topengnya di atas tempat tidur tanpa mengalihkan pandangannya dari Olivia.

Dia berkata, "Olivia, kau gadis yang pintar. Dengan berjalannya waktu kau pasti akan mengetahui segalanya jadi tunggu dan lihat sendiri, Olivia. Kau akan mengetahui segalanya."

Olivia menyipitkan matanya, kenapa pria ini tidak mau menjawab pertanyaannya. Sementara Shavonne perlahan mendekati Olivia dan menjepit dagu Olivia dengan jari-jarinya yang kokoh dan panjang.

Shavonne menatapnya lekat-lekat. "Selain itu aku benar-benar senang akhirnya kau bisa bangkit lagi."

Shavonne tersenyum padanya, perlahan membungkuk dan akan memberinya ciuman sampai Olivia menamparnya lebih dulu sebelum semua itu terjadi.

Shavonne merasakan tamparan keras di pipinya dan dia tidak bisa untuk tidak menyentuhnya dan merasakan panas di pipinya. Namun, dia sama sekali tidak marah dia menatap Olivia dan terkekeh.

"Tapi sepertinya aku akan kesulitan mengendalikanmu di masa depan."

Menjadi Putri Duke Terkutuk [SELESAI✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang