Fakta tentang dirinya.

14.4K 2.1K 89
                                    

Selama dia tinggal di atas tempat tidur tanpa bisa melakukan apa-apa, Olivia bertanya-tanya apa yang sudah terjadi padanya?

Tidakkah kejatuhannya dari menara Mansion keluarga Whaleson seharusnya sudah cukup untuk membuatnya mati?  Namun, dia tidak mati dan dia terbangun di tempat ini bersama Putra Mahkota gila yang sepertinya terobsesi padanya. Selain itu Shavonne bilang dia harus mulai terbiasa untuk tidak melihat mentari lagi karena cahaya mentari akan menyakitinya.

Dan itu benar, saat cahaya mentari menyentuh kulitnya dia merasa tersiksa. Kenapa dia bisa menjadi seperti ini? Bagaimana cahaya mentari bisa menyakitinya? Selama ini dia baik-baik saja.

Sampai dia menyadari satu kenyataan yang membuat dirinya sendiri terkejut.

Dia sebenarnya memang sudah mati dan tubuh ini lebih tepatnya adalah mayatnya. Olivia menyadarinya saat dia melihat pantulan dirinya di atas cermin, itu masih tubuhnya tapi penampilannya berbeda, kulitnya tidak lagi memancarkan kehidupan dan warnanya pucat pasi. Saat dia mencoba melukai tangannya, tidak ada lagi darah yang keluar dan saat dia mencoba menyentuh dadanya dia tidak lagi merasakan jantungnya yang berdetak.

Saat mengetahui hal ini dia benar-benar kesulitan untuk mempercayainya, pertanyaan bagaimana ini semua bisa terjadi tidak berhenti berputar di dalam pikirannya.

Siapa yang melakukan ini dan bagaimana orang itu melakukannya, Olivia hanya bisa menatap Shavonne yang saat ini sedang melepaskan topengnya, memperlihatkan wajahnya yang tampan dan anggun.

Satu-satunya orang yang bersama dengannya selama ini dan orang yang yang mengurungnya di tempat ini adalah Shavonne jadi pria ini pasti mengetahui sesuatu atau bahkan mungkin dia adalah orang yang membuat semua ini menjadi mungkin.

Membangunkan orang mati.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?" Shavonne bertanya padanya saat dia melepaskan sarung tangan putihnya satu persatu. "Apakah kau merindukanku atau kau memiliki pertanyaan untukku?"

Siapa yang ingin merindukan pria gila seperti dirinya!

Olivia menatapnya dengan amarah. "Apa yang telah kau lakukan padaku?"

"Hmm?"

"Jangan berpura-pura tidak mendengar dan jawab pertanyaanku!"

Shavonne meletakan sarung tangannya di atas meja dan perlahan mendekati Olivia, menyunggingkan senyum di wajahnya.

"Beri aku ciuman dan aku akan menjawab pertanyaanmu. Satu ciuman untuk satu jawaban."

Plak!

Yang dapat Olivia berikan hanyalah sebuah tamparan di pipinya.

"Kau benar-benar sudah gila!"

Shavonne mengusap pipinya yang baru saja di tampar dan mendorongnya dengan lidahnya. Tamparan Olivia sangat keras hingga meninggalkan bekas merah disana. Namun, bahkan jika dia ditampar dengan begitu keras Shavonne sama sekali tidak marah, dia masih menunjukkan senyumnya.

"Tentu saja, aku sudah gila. Jika aku tidak gila aku tidak akan melakukan hal-hal seperti ini untuk membawamu kembali." Sebaliknya Shavonne justru menerimanya begitu saja dan tidak menyangkal tuduhan Olivia.

Kedua mata Olivia melebar. "Jadi kau benar-benar orang yang membangkitkanku dari kematian?"

Shavonne tersenyum. "Kau pikir siapa yang akan melakukannya selain diriku? Apakah itu Duke yang memintamu untuk mati atau Noah yang jelas-jelas akan kecewa saat mengetahui bahwa kau telah menipunya?"

Olivia mengepal kedua tangannya. "Bagaimana caramu melakukannya? Kenapa kau melakukannya dan untuk apa kau melakukan semua ini?"

"Peraturanku masih berlaku, satu ciuman untuk satu jawaban atau tidak sama sekali."

Jiwa Olivia dibakar dengan rasa marah, dia benar-benar ingin memukuli orang yang ada di depannya, tapi sebelum dia bisa berhasil melakukannya Shavonne lebih dulu menangkapnya, mencegah gerakannya yang akan menamparnya lagi.

Shavone menatapnya dengan mata ambernya yang berkilauan di dalam ruangan yang minim cahaya ini, seolah-olah itu menyala mata itu menatapnya langsung.

"Aku tahu kau marah tapi aku tidak akan membiarkanmu memukulku lagi, kau tahu tamparanmu sangat menyakitkan dan aku tidak tahu sampai kapan aku bisa bersabar. Jika aku kehilangan kesabaranku dan membalas perbuatanmu dengan memberimu tamparan yang sama, hatiku yang akan terluka. Jadi tahan dirimu, Olivia. Aku tidak ingin menyakitimu."

Olivia menarik kembali tangannya dengan kasar hingga lepas dari genggaman tangan Shavonne, dan dia tidak ingin menyerah untuk mengalahkan orang yang ada di depannya dan membuatnya berbicara tentang apa yang sebenarnya telah dia lakukan padanya dan apa yang dia rencanakan.

Olivia melakukan serangan dan mereka bertarung di dalam ruangan itu untuk beberapa saat sampai akhirnya dia dikalahkan dengan begitu mudah dan ditekan di tempat tidur. Shavonne mencengkram tangannya dan meletakkannya di belakang punggungnya, menekannya agar Olivia tidak bisa bergerak lagi.

Olivia benar-benar kesal saat ini, kenapa dia merasa bahwa dirinya menjadi sangat lemah. Gerakannya tidak secepat biasanya dan kekuatannya tidak sekuat dulu, bahkan saat bertarung dengan Shavonne, pria itu hanya seperti sedang bermain-main dengannya sebentar sebelum akhirnya menekannya di tempat tidur.

"Lupakan usahamu yang sia-sia, Olivia. Kau tidak bisa mengalahkanku. Bagaimanapun sebagai mayat hidup kau tidak lagi sama dengan dirimu di masa lalu. Saat ini kau tidak lebih dari sekedar makhluk yang lemah dan tidak berdaya bahkan jika kau sangat ingin tahu, alasan kamu bisa melihat dunia sekarang, menggerakan tubuhmu dan berbicara denganku bahkan berkelahi denganku saat ini karena aku membagi energi kehidupanku denganmu."

Lagi, Olivia melebarkan matanya saat kata-kata Shavonne kembali mengejutkannya. Dia ingat di masa lalu ibunya pernah melakukan ritual untuk pasiennya yang datang padanya.

Dua orang tua datang ke rumahnya dengan seorang anak yang memiliki kesehatan yang buruk. Anak itu sakit-sakitan dan harus tinggal di rumahnya untuk waktu yang lama hingga dia tidak bisa keluar untuk bermain dan bersekolah seperti anak-anak lain karena anak itu hanya akan menghabiskan hari-harinya di atas tempat tidurnya.

Kedua orang tuanya sudah mencoba membawa anak itu ke dokter dan melakukan pengobatan, tapi dokter mengatakan bahwa kondisi kesehatan anak itu baik-baik saja, tidak ada yang salah dengan tubuhnya jadi kenapa anak itu selalu terlihat seperti orang sakit yang sebentar lagi akan mati.

Olivia ingat ibunya mengatakan anak itu membawa kutukan keluarganya, dan sayangnya tidak ada cara untuk mematahkan kutukan itu karena mereka tidak berhasil menemukan perjanjian leluhurnya dengan iblis. Satu-satunya cara untuk membuat anak itu sehat dan hidup dengan normal adalah orang tuanya harus membagi kehidupannya dengan anak itu, tapi resiko yang akan terjadi adalah mereka tidak akan lagi memiliki umur panjang.

Memang tidak ada yang tahu sampai kapan seseorang itu akan hidup, tapi ritual ini bisa dikatakan sebagai pengurangan umur untuk diserahkan pada pihak lain yang dia inginkan.

Tapi darimana Shavonne mengetahui tentang hal ini? Apa Shavonne juga memiliki kemampuan untuk mengendalikan kekuatan hitam dan apakah Shavonne juga seorang dukun?

Jika iya, bagaimana bisa keluarga Kekaisaran berasal dari kalangan dukun yang bekerja sama dengan iblis?

Tunggu dulu, bukankah di dalam cerita Duke Arland dikatakan dikutuk oleh pangeran Caesar, tapi pangeran Caesar sudah mati. Lalu apakah orang mengirim kutukan itu adalah Putra Mahkota?

Namun, dendam apa yang Putra Mahkota miliki dengan Duke Arland.

"Apa yang sedang kau pikirkan, Olivia?" Di belakangnya Putra Mahkota masih menahan tangan dan punggungnya. Putra Mahkota menatap wajah Olivia yang beberapa saat sebelumnya terlihat terkejut sebelum akhirnya termenung seolah-olah dia menemukan suatu kebenaran. "Apa kau menemukan sesuatu di dalam pikiranmu?"

Terjebak di bawah Putra Mahkota yang menahannya, Olivia hanya bisa menatapnya dari sudut matanya tanpa mengatakan apa-apa. 

Dia hanya menatap wajah Putra Mahkota dengan kecurigaan besar.

Putra Mahkota berhubungan dengan kutukan Duke Arland adalah hal yang Olivia pikirkan saat ini.

Menjadi Putri Duke Terkutuk [SELESAI✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang