15.Kembali Ke Rumah

567 25 0
                                    

Kini ke dua orang tua Kay tengah duduk di sofa bersama kedua orang tua Adam untuk membahas masalah tadi subuh.

"Bagai mana Abraham apa kamu setuju dengan keputusan saya yang akan menikahkan Adam dan Kay?" Tanya Kiai Jaya pada ayah Kay.

"Kalau memang itu yang terbaik saya setuju saja Kiai," jawab Abraham.

"Alhamdulillah, kalau begitu lusa kita adakan pernikahannya di mesjid pesantren ini bagai mana?" Tanya Kiai Jaya.

"Iya saya setuju kiai," jawab Abraham.

"Apakah kami boleh membawa pulang Kay untuk sementara waktu sampai acara pernikahannya?" Tanya Ranti.

"Baiklah kalian boleh membawa pulang Kay," jawab Kiai Jaya.

"Kalau begitu kami mau izin pulang dulu," kata Abraham.

"Iya silahkan," kata Kiai Jaya mempersilahkan.

"Assalamu'alaikum," salam Abraham dan Ranti serentak, sedangkan Kay hanya diam saja sedari tadi kecuali jika ditanya.

"Wa'alaikumsalam," jawab kiai Jaya dan Nyai Roro serta Adam.

"Pah kenapa harus nikah sih?" Tanya Kay kesal saat sudah berada didalam mobil.

"Berani berbuat, berani bertanggung jawab," sahut Abraham sambil menyalakan mobil dan melaju keluar dari area pesantren

_____🖋

Selang beberapa jam kini Kay beserta orang tuanya telah sampai dirumah mereka.

"Aku kekamar," kata Kay setelah mereka sudah berada didalam rumah.

Sesampainya di kamar Kay langsung merebahkan tubuhnya dikasur sambil memandangi langit-langit kamar.

"Gara-gara rencana sialan itu gue jadi harus nikah sama Adam," batin Kay kesal.

"Gue nyeselll NYESELLL,"teriak Kay meluapkan emosinya.

"KAY?"teriak Ranti dari bawah, mungkin cemas karena mendengar Kay berteriak.

"AKU GAK APA-APA KOK MAH," teriak Kay.

"Gue harus kasih tau Bella," gumam Kay dan bangkit dari kasur.

Lalu segera keluar dari kamar.

"Mah ponsel aku mana?" Tanya Kay pada Ranti yang sedang memasak didapur.

"Sama papa kamu," jawab Ranti masih fokus dengan masakannya.

"Oh ya Temen-temen kamu udah di undang papah," sambung Ranti.

"Owh gitu, mama gak marah kan sama Kay?" Tanya Kay.

Ranti pun menghentikan aktifitasnya lalu menatap sang anak.

"Percuma mama marah orang sudah terlanjur," jawab Ranti dengan nada sedikit kecewa.

"Maafin Kay ya Mah," kata Kay tulus.

"Kamu gak salah, mungkin ini udah takdirnya," jawab Ranti tersenyum tipis kearah anak semata wayangnya itu.

"Kalau mau ambil ponsel kamu, kamu ambil aja sama papah, papah kamu lagi ada dikamar," kata Ranti dan lanjut memasak.

"Nanti aja deh mah," sahut Kay dan kembali ke kamar dengan langkah tak bersemangat.

_____🖋

Kay hanya diam dikamar sambil meratapi kesalahannya, tanpa ada niat untuk keluar kamar.

"KAY AYOK TURUN KITA MAKAN MALAM," teriak Ranti dari bawah.

"IYA MAH," sahut Kay dan beranjak dari kasur menuju dapur.

"Malam mah pah," sapa Kay lalu duduk.

"Malam," jawab keduanya.

"Kamu mau apa biar mama siapin," kata Ranti.

"Aku ambil sendiri aja mah," sahuy kay lalu menyendok nasi dan mengambil benerapa lauk pauk.

Tak ada yang bicara sampai acara makan malam selesai hanya terdengar suara dentingan sendok dan garpu.

"Papa selesai," kata Abraham dan bangkit dari duduknya.

"Pah maafin Kay," ucap Kay dan berdiri mengjadap Ayahnya.

"Kay tau, papah pasti kecewa sama Kay karena udah berbuat senekat itu, maafin Kay pah," kata Kay dengan mata berkaca-kaca dan memegang tangan papanya.

Namun Abraham hanya diam bahkan tak menatap ke arah Kay.

"Gak apa-apa kok kalau emang papah belum bisa maafin kesalahan Kay," kata Kay pasrah dan melepaskan tangan ayahnya lalu segera akan beranjak, namun tertunda karena mendengar perkataan papanya.

"Papah gak marah sama kamu," kata Abraham.

"Papah cuma ngak nyangka putri satu-satunya papah, yang papah didik dari kecil ternyata seterkekang itu sampai-sampai berbuat nekat, maafin papah udah maksa kamu mondok," kata Abraham dan meneteskan air mata.

Kay segera memeluk papanya.

"Papah gak salah," kata Kay dalam pelukan Abraham.

"Papah salah Kay, papah salah," kata Abraham sambil menangis memeluk anaknya.

"Enggak papah ngak salah, bener kata mama ini udah takdir," kata kay sambil menangis juga.

"Udah ah, kok jadi nangis-nangis gini, mamah kan juga ikut sedih," kata Ranti sambil mengusap air matanya.

Abraham dan Kay pun merentangkan tangan mereka satu, memberi celah untuk Ranti.

Ranti pun ikut memeluk satu sama lain.

"Papah sayang kalian berdua," ucap Abraham dan mencuim puncak kepala istri dan anaknya bergantian.

Garis TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang