Happy reading
Langit terlihat begitu hitam, hembusan angin terasa dingin menusuk kulit. Tidak ada cahaya untuk menerangi keadaan sekitar, matanya hanya menangkap satu objek.
Hitam.
Itu yang bisa ia lihat. Tidak ada setitik cahaya pun yang bisa kedua netranya tangkap, kedua telinganya hanya menangkap suara-suara bising. Bukan bising karena orang-orang ataupun kendaraan, suara ini entah berasal dari mana dan dari siapa.
"Mah!"
"Pah!"
Suara teriakan, suara tangisan, juga suara tertawa menjadi satu. Alwi menutup kedua telinganya dengan kencang, suara itu begitu merusak gendang telinganya. Entah apa yang sedang terjadi, Alwi terus berjalan dengan pandangan yang tidak bisa melihat apapun. Sambil sesekali terus berteriak, memanggil siapapun yang singgah dalam pikirannya.
Kaki kirinya tersandung semak belukar, tubuhnya terjatuh diatas tanah, kerikil-kerikil kecil menancap pada kedua telapak tangan Alwi. Ia sedikit meringis, mengusap-usap pelan kedua tangannya yang sekarang terasa perih.
"Mamah!"
"Pah, Papah!"
Pundaknya terasa berat, begitu pula dengan punggungnya yang kian memberat, seperti ada beban yang sedang Alwi pikul. Bersamaan dengan itu pula, tangan dan kakinya terasa kaku, semua anggota tubuhnya mati rasa, tidak bisa digerakkan sama sekali.
"ARGH!" Alwi berteriak, ketika tangan pucat milik seseorang melingkar pada lehernya. Kedua kakinya di pegang dua makhluk dengan wajah yang hancur, kedua tangannya di cekal kuat oleh anak kecil berwajah pucat, punggungnya dinaiki pria tua, Alwi tidak bisa melihat wajah pria tua itu, namun ia cukup tahu, wajahnya pasti sama seperti makhluk-makhluk yang ia lihat didepannya.
"Hihi.."
"Hikss.."
"Aaaa.."
Alwi menutup kedua matanya rapat-rapat, teriakan, tangisnya, tawa itu membuat kedua telinganya sakit. Ia memberontak brutal, dirasa tidak ada yang menghalangi tubuhnya lagi, ia beranjak dengan tergesa, berlari entah kemana dengan pandangan yang terus melihat ke belakang.
Kedua napasnya tersengal hebat, ia sudah berlari begitu jauh. Sekarang, dadanya terasa dihampit batu besar, melihat keadaan sekitar yang menurutnya aman. Alwi berjongkok, menetralkan napasnya dengan baik.
"Cuk.."
"Tun--tunggu, jangan ke-- kemari! Berhenti!"
"Cuk.."
"AKU BILANG BERHENTI!"
Ia sudah tidak sanggup lagi untuk berlari, kedua kakinya terasa lemas. Dengan sisa tenaga yang ia punya, Alwi terus berangsur mundur, melihat pria tua yang berjalan pincang ke arahnya dengan senyuman sinis, jangan lupakan tangan kanannya yang memegang pisau lancip.
"Jangan, aku mohon. Pergi." Alwi memeluk kedua lututnya erat. Langkah kaki itu semakin dekat, semakin membuat tubuhnya tidak bisa bergerak.
Dua belas detik Alwi bertahan di posisinya, ia memberanikan diri untuk melihat ke depan. Alwi membuang napas lega, pria tua itu sudah tidak ada. Alwi beranjak dari sana, terus berjalan entah kemana tujuannya sekarang.
"Argh!"
Tubuh jangkungnya terguling-guling, menghantam beberapa bebatuan juga semak-semak belukar yang berduri. Dengan kesadaran yang masih tersisa, ia melihat sekumpulan makhluk itu tengah tertawa dengan keras.
Setelahnya ... gelap kembali menyerang.
00:15
Alwi terbangun dari tidurnya, pelipisnya berkeringat, napasnya tersenggal. Ia melihat ke sekeliling, disampingnya ada Inne yang terbangun karena pergerakan Alwi, kedua tangannya begitu dingin luar biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
LET ME BE FREE || Alwi Assegaf ✓
Fiksi Penggemar[Sudah end] ✓ [Sudah revisi]✓ Let me bee free Apa makna dari kata tersebut menurut kalian? Sejak saat itu, ia bergumam. Semesta tidak berpihak padanya, sesuatu hal yang banyak ia pendam, menjadikan sebuah beban yang tertanam. Ia memiliki banyak...