Happy Reading
"Bapak, pulang aja. Nanti Alwi pulangnya naik taxsi aja," ucap Alwi setelah sampai di depan rumah Rey.
"Enggak papa emangnya, Den?" tanya Pak Ujang ragu.
"Iya, Pak. Enggak papa," balas Alwi.
"Yaudah kalau gitu mah, Den. Bapak teh pamit pulangnya," pamit Pak Ujang.
"Iya, Pak. Hati-hati ya," kata Alwi.
"Enggeh, Den."
Setelah mobil milik keluarganya itu tak terlihat, Alwi mulai melangkahkan kakinya menuju teras rumah Rey. Ia menggunakan payung tenang saja.
"Rey!" panggil Alwi.
Tok ... Tok ... Tok
"Rey! Buka!"
Tak lama pintu terbuka, menampilkan sosok Rey yang hanya memakai celana pendek dan baju lengan pendek, khas baju rumahan.
Dengan wajah terkejut, Rey bertanya, "Lo ngapain malam-malam kesini, heh?"
"Nanti, gue jelasin didalam," ujar Alwi langsung masuk begitu saja.
"Heh, kampret! Lo tuh ya, ini rumah gue, main nyelonong aja kayak kambing!" seru Rey.
"Enggak sadar diri," sindir Alwi membuat Rey bungkam.
"Elah, kalah gue kalau sama Lo, Wi," ucap Rey.
"Dah lah, ngapain Lo kelayapan malam-malam gini? Mana hujan lagi diluar," lanjutnya mendudukkan dirinya disofa, samping Alwi.
"Nyokap, bokap Lo ada?"
"Enggak, mereka ada acara sama temen mereka katanya."
"Lah! Lo kenapa enggak ikut?"
"Males," cengir Rey dan Alwi yang mendengar itu memutar bola mata malas.
"Dasar!"
"Udahlah, Lo gue tanyain juga tadi, malah ngalihin pembicaraan," ucap Rey mengingat kembali pertanyaannya.
Sebelum menjawab, Alwi membuang napas panjang, "Gue bertengkar lagi sama bokap, dan penyebabnya masih sama."
"Kok bisa?"
Alwi pun menceritakan semuanya kepada Rey, dari ia mendapatkan kertas itu, hingga ia bertengkar dengan sang Papah. Ah, ngomong-ngomong luka dijarinya sudah ia obati tadi dimobil.
"Heran gue sama bokap Lo. Sebenarnya apa sih penyebab dia benci banget sama lukisan? Emang salah lukisan apa? Bagus gitu dibilang benda sialan." Rey ikutan kesal setelah mendengar cerita sang sahabat, ia binggung kenapa Papahnya Alwi begitu membenci karya seni dua dimensi itu?
"Entah, gue juga lagi cari tahu alasannya. Tapi, sampai sekarang belum ada titik terangnya," ucap Alwi.
"Ya udahlah, mending sekarang kita kekamar gue. Tenangin diri Lo, peralatannya udah ada dibalkon kamar, kemarin belum sempat gue pake kok," ujar Rey sembari menepuk pundak Alwi pelan.
"Thanks," kata Alwi merasa beruntung mempunyai sahabat seperti Rey.
"Santai, kayak sama siapa aja," kekeh Rey dan Alwi ikut terkekeh kecil.
Mereka berjalan menuju kamar Rey, yang berada dilantai atas itu. Rumah Rey tak kalah besar dari rumahnya, tapi menurut Alwi rumah Rey sangat nyaman untuk melukis, tak seperti rumahnya.
Rey dan Alwi memang memiliki hobi sama, yaitu melukis. Maka dari itu, Alwi lebih srek bercerita tentang masalah yang berkaitan dengan lukisan kepada Rey daripada Cello. Tidak bermaksud untuk mencampakkan Cello, hanya saja percuma ia curhat kepada Cello ia tak akan mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
LET ME BE FREE || Alwi Assegaf ✓
Fanfiction[Sudah end] ✓ [Sudah revisi]✓ Let me bee free Apa makna dari kata tersebut menurut kalian? Sejak saat itu, ia bergumam. Semesta tidak berpihak padanya, sesuatu hal yang banyak ia pendam, menjadikan sebuah beban yang tertanam. Ia memiliki banyak...