33🍁

308 84 9
                                    

Happy reading






Berbicara tentang kehilangan, memang benar kata orang. Kehilangan satu penggal kata yang menyimpan beribu banyak makna. Menyimpan relung luka yang tak bisa lagi dideskripsikan mau seperti apa.

Sudah nyaris seminggu, setelah Rafael memilih untuk menyerah dan kembali pada pangkuan Tuhan. Sejak itu, orang-orang terdekatnya masih berlarut dalam suasana kehilangan.

Merelakan butuh perjuangan. Begitu pula untuk kembali menjadi sosok figur yang telah Tuhan ciptakan. Menjalankan tugas, dan aktifitas yang memang terbilang cukup berat.

"Tidak apa. Papah disini, kamu hanya tinggal menjawab pertanyaan mereka sesuai apa yang ada dihati kamu." Ananda tak lepas dari genggaman putranya yang kian mengerat.

Keringat sebiji jagung berhasil jatuh, sudah lama Alwi tidak ada dalam situasi seramai ini lagi. Tentu, ini membuatnya tak nyaman, apalagi umpatan serta kalimat yang tidak mengenakkan masih terpapar jelas dalam memori ingatannya.

Meski kini, semua telah berjalan dengan baik.

"Kami dengar, anda ingin memutuskan tentang semua yang berhubungan dengan dunia entertainment?"

"Mengapa demikian? Tolong berikan kami alasan."

"Soal rumor itu, kami dengar keluarga pelaku sudah membuat klarifikasi, benar begitu?

"Menurut pendapat anda, bagaimana tentang masalah itu? Soal pelakunya, apakah anda telah memikirkan untuk memberikannya hukuman yang setimpal?

Alwi menutup kedua matanya sejenak, mundur tiga langkah disaat wartawan menyebalkan itu terus mendesaknya dan mengerubungi Ananda juga Alwi yang hendak berjalan menuju mobil yang terparkir di depan.

"Ya. Saya sudah memutuskan untuk mundur dalam karier saya sebagai aktor."

"Apakah karena masalah itu?"

"Tidak sama sekali. Ini murni keputusan saya, tidak ada sangkut pautnya dengan masalah yang telah usai itu."

Rasanya Alwi bisa bernapas dengan lega, ketika Ananda berhasil membawanya menerobos menjauhi para wartawan yang sibuk menghujam nya dengan begitu banyak pertanyaan.

Tubuh ringkih nya ia senderkan pada kursi mobil. Memejam sesaat guna mengusir pening yang tiba-tiba menyerang, sesekali dadanya terasa sakit. Seperti ada batu yang menghujam nya tak berhenti-berhenti.

Mungkin, karena semalam ia kurang tidur, di tambah lagi tadi tak sempat memakan apapun, di jalan menuju kemari dicegat beberapa orang, desak-desakan, cuaca panas. Lengkap sudah penderitaan nya.

"Pah, Papah pernah bohong enggak sama Alwi?"

Tiba-tiba suasana dalam mobil terasa asing. Ananda yang sibuk bergelut dalam pikirannya sendiri. Alwi yang masih menunggu sang Papah menjawab pertanyaan yang entah berfaedah atau tidak.

"Menurut Alwi, bagaimana?"

Alwi terkekeh. "Papah baik, jadi mungkin enggak pernah bohong."

Ananda menghela napas panjang seraya tersenyum.

"Tapi, soal Kakak?"

Degg!

Ananda spontan menginjak rem. Membuat keduanya hampir terjungkal ke depan jika tidak ada seat belt yang menahan tubuh keduanya.

Kakak?

Ananda memalingkan wajahnya ke samping. Tepatnya menjahui tatapan Alwi yang kembali membuat hatinya terasa sakit.

LET ME BE FREE || Alwi Assegaf ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang