Bonus Chapter [1]🍁

392 74 19
                                    

Happy reading






Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun telah berlalu. Tak terasa sudah hampir 3 tahun mereka kehilangan sosok dia. Sosok yang mereka rindukan, sosok yang telah lama pergi meninggalkan beribu kenangan.

Rengekannya, omelannya, dan canda tawanya masih teringat jelas dalam benak mereka. Mulut mereka bisa saja berkata ikhlas, namun hati mereka tak bisa berkata bohong. Terkadang, perkataan lisan dan kata hati tak sejalan.

Seperti saat ini, sepasang suami istri sedang bersantai sembari bercerita tentang masa lalu, sesekali terkikik ketika mengingat kelakuan dua permata mereka, walau terkadang membuat sesak dihati. Tak mudah bagi mereka untuk bangkit dari keterpurukannya. Kehilangan dua permata hati sekaligus dengan alasan yang sama, benar-benar membuat trauma besar dalam diri mereka.

"Huft ... Aku jadi kangen mereka, Mas," ungkap Inne.

Ananda tersenyum tipis "besok kita jenguk mereka, mau?"

"Mau."

"Yaudah, Mas, aku pamit kedapur dulu. Mau masak," kata Inne.

"Iya, yang enak ya."

"Emang pernah masakan aku enggak enak?"

"Pernah, tapi waktu itu aku bilang enak aja biar kamu enggak ngamuk," canda Ananda.

"Dih, enak aja. Au ah, aku mau masak, byee." Inne pergi dengan menghentak-hentakkan kakinya seperti anak kecil, sedangkan Ananda hanya terkekeh melihat tingkah sang istri. Udah tua masih kayak bocil aja.

"Inne ... Inne," gumam Ananda.

Ananda mulai beranjak dari tempat duduknya, sepertinya rasa rindunya perlu dituntaskan.

Click

Bersih dan rapi, itulah penampakan kamar yang saat ini Ananda masuki. Letak dan aromanya masih sama seperti saat-saat sebelumnya. Tak ada yang sama sekali berubah, baik Ananda maupun Inne tak ada yang berniat untuk melakukannya.

Setiap ia juga Inne merindukan sosok putra-putranya, mereka akan masuk kekamar keduanya lalu memandangi setiap sudut kamarnya, tanpa rasa bosan.

Dengan langkah yang terasa sesak, Ananda menuju  nakas yang diatasnya terletak sebuah buku bersampul biru langit. Perlahan tangannya mulai membuka lembar demi lembar buku tersebut.

'Tak ada yang tahu takdir kedepannya, namun aku berharap takdirku akan baik'

'Keluarga adalah sumber kebahagiaan, namun keluarga juga bisa menjadi sumber malapetaka'

'Syukuri setiap takdirmu, sebab Tuhan tahu yang terbaik buatmu'

'Aku tahu Papah menyayangi ku, walau kadang ngeselin'

'Hidup tak selamanya mulus, adakalanya hidup akan berliku-liku penuh rintangan'

Tuhan tahu kamu kuat, makanya dikasih ujian yang berat'

'Lukisan emang hobi ku, namun membuat tawa dan senyuman di bibir kedua orang tua ku lebih menjadi hobi utamaku'

"Papah merindukanmu ... Alwi." tanpa diminta air matanya menetes satu demi satu.

"Kenapa kalian tega ninggalin Papah dan Mamah? Kalian marah ya sama kita? Kalau marah jangan sampai ngumpet gini dong."

"Papah nakal," kesal Alwi.

"Eh, eh kamu mau kemana?"

"Mau ngumpet dari Papah, abisnya Papah nakal." Setelah itu, Alwi melenggang pergi entah kemana. Ananda yang melihat itu sontak mengejar Alwi dengan panik. Takut anaknya itu hilang.

LET ME BE FREE || Alwi Assegaf ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang