19🍁

301 80 16
                                    

Happy Reading






"Iya-iya, gue absen hari ini."

Pukul lima pagi, tepatnya setelah subuh. Alwi harus menghubungi salah satu temannya. Perihal tentang projek nya yang hampir selesai dan mungkin tiga hari lagi film layar lebar nya sudah bisa ditonton. Alwi juga memiliki hal lain yang harus diurus.

Pertemuan dengan Pak Wijaya saat itu. Alwi sudah dapat kabar, bahkan Alwi sempat bertemu saat meeting mereka lewat via zoom. Di sana, mereka banyak bercerita tentang banyak hal. Dari seni yang Alwi cintai setengah mampus itu, sampai materi yang lain.

Dan. Alwi diberikan waktu satu bulan untuk menyelesaikan lukisan dengan kanvas ukuran yang tak biasa. Mungkin ... ini suatu hal yang akan sulit nantinya.

"Dih Al, nanti presentasi sejarah loh. Gue enggak mau ya jadi moderator, apalagi pembaca materi, anjir Wi. Kelompok kita 'kan yang paling bener cuman, lo."

Alwi memutar bola matanya malas, suara Rey terdengar begitu menyebalkan. Teman-temannya itu masih terus bergantung padanya.

"Banyak mau si Rey ah, itu ajak si bule itu. Siapa dah namanya, dia 'kan dulu pernah ikut lomba debat. Dia aja jadi pemateri," kata Alwi. Sedangkan di sana terdengar suara gresak grusuk.

"Ini presentasi anjir bukan debat! Tahu deh Alwi ngeselin, mana teks yang kemarin gue print hilang lagi anjir. Makalah nya juga kemana woy!"

Alwi menghela napas, menjauhkan ponsel itu dari telinganya saat suara Rey yang begitu membahana. Alwi baru sadar, makalah bersampul biru itu ada padanya. Mau tidak mau, Alwi harus ke rumah Rey. Karena jarak rumah Rey dan Alwi berlawanan.

"Ada di gue sih. Gue ke rumah lo."

"An--"

Tut!

Alwi memutuskan sambungan sepihak. Terlalu malas sekali meladeni anak ini. Alwi menyambar jaket yang tergantung, bahkan ia masih memakai sarung, rasa malas nya sudah mendarah daging hanya sekedar mengganti pakaian saja.

"PAPAH, ANTAR KE RUMAH REY. ENGGAK MAU TAHU, PAKE MOTOR YAA. SEKALIAN AJARIN ALWI!"

Sepuluh menit di jalan, Ananda rasanya seperti tengah dispot jantung. Seperti teriakan Alwi sebelumnya, ia mau diajari naik motor. Berhubung jalanan masih sepi, jadi Ananda iya-iya saja. Posisi mereka memang benar begitu, Alwi di depan, dan Ananda di belakang sambil memegang makalah yang Alwi bawa.

"Gas nya pelan-pelan aja, jangan kaya ... HEH!" Ananda berteriak saat motornya yang perlahan pelan, lalu tiba-tiba melaju kencang. Ia yang refleks, tak sengaja memukul pundak Alwi dengan makalah.

"Aduh ampun baginda, enggak sengaja sumpah. Ini tangan nya licin sih," alibi Alwi sambil tertawa. Ini lucu, seumur hidup Alwi baru mencicipi yang namanya ngegas motor.

"Sen Alwi sen! Pake sen kiri," ujar Ananda ketika motor berbelok pada gang besar.

"Sen yang mana Pah, ini banyak tombol nya huwee."

"Telat sih, udah belok juga," kata Ananda sedikit meringis saat Alwi menghentikan motornya mendadak sehingga decitan rem terdengar ngilu.

"Assalamualaikum. Rey, oh Rey! Sekolah yuk! Eh salah."

"Rey oh Rey, Alwi bawa makalah. Keluar yuk!" ulang Alwi. Lalu tak lama gerbang rumahnya terbuka lebar. Itu Rey yang hanya menggunakan seragam putih, dan  celana pendek bergambar shincan.

"Ini tuan muda. Hamba harus segera kembali menghadap paduka, selamat menjalankan presentasi ya. Semoga hasilnya memuaskan. Bye, hamba pulang." Alwi berujar sambil meledek, sebelum Rey mengamuk, buru-buru Alwi ngacir.

LET ME BE FREE || Alwi Assegaf ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang