Bonus Chapter [2]🍁

467 65 11
                                    

Happy Reading






Peluh keringat membasahi area dahi laki-laki berumur sekitar dua  puluh lima  tahun. Kedua tangannya bergetar, walau sudah sering dirinya menangani kasus seperti ini, tetap saja, rasanya menegangkan, nyawa orang memang sudah ditentukan oleh pencipta. Namun, dirinya sebagai Dokter adalah perantara yang baik. Keselamatan pasien adalah motto nya.

"Hentikan pendarahannya!"

"Sus, cek nadi korban!"

"60-80 kali per menit."

"Pernapasannya?"

"30×2 per menit."

"Suhu korban?"

"37° kondisi kulit korban, pucat dan berkeringat."

"Terima kasih kerjasama nya, Dokter Abi!"

Abi Manyu. Sesosok remaja yang dulu urakan, suka kekerasan, tidak menyukai keramahan. Bisa berubah dalam lima tahun terakhir ini menjadi Dokter ahli bedah, di rumah sakit yang ia bangun sendiri. Karir nya tidak akan pernah semulus ini jika tidak ada dukungan dari orang tua, kerabat ataupun keluarga.

Semua berubah sejak lima tahun terakhir ini. Masalah yang dulu singgah, perlahan mulai ia kubur, setiap disepertiga malam nya, tak lepas dari doa untuk adik nya yang telah lama pergi. Rafael, karena dia juga, Abi selalu ingin membantu orang-orang, agar masih bisa berkesempatan melihat semesta.

Inne dan Ananda menunggu seseorang di depan kursi dengan tangan yang tak lepas dari gendongan anak kecil berusia sekitaran tiga tahun. Dari raut wajah keduanya terlihat khawatir, sesekali mengelus punggung anak kecil itu yang berbalut jaket.

"Silahkan masuk, Dokter Abi sudah kembali ke ruangan."

Ketiga orang itu mematung. Begitu pun dengan Abi, detak jantungnya kembali di paksa bekerja, tatapan Ananda dan Inne entah seperti apa, karena setelahnya Abi buru-buru menuju brankar diikuti Inne yang langsung membaringkan tubuh anak kecil itu.

Dari pertama Abi menempelkan stetoskop di dada anak itu, sejak saat itu pula Inne terus menatapnya, rasanya ini tak asing. Rasanya Inne mengenal anak ini.

"Hanya demam biasa. Obat nya bisa di tebus di apotik, pola makannya di jaga, dan saya tuliskan resep nya sekarang."

Waktu memang mengejutkan. Kehidupan yang dulu dicap tidak akan memiliki masa depan, nyatanya tak hanya sekedar omongan. Abi sukses, Abi berubah, dan Abi menjadi pribadi dirinya sendiri yang membantu, memotivasi banyak orang.

Satu kesalahannya dulu, bukan berarti bisa di lupakan begitu saja. Walau sudah lama sirna, memorinya tentu saja masih ada.

"Kamu sukses ya Nak. Lulusan kampus mana?"

Abi tersenyum, sebelum menjawab pertanyaan Ananda, Abi lebih dulu menyerahkan selembar kertas, resep obat yang harus mereka tebus nanti.

"Saya kuliah di universitas Yogyakarta, Om. Masih lulusan S1. Sekarang masih kuliah kok, menuju S2," terang Abi mendapat tepukan bangga dari Ananda.

Jika mungkin, putranya masih ada. Ananda bisa melihat putra-putranya tumbuh menjadi seseorang mahasiswa, menjadi seorang sarjana seperti Cello dan Rey. Mengingat itu semua, mereka menjadi sedih sendiri. 3 tahun dulu, masih siswa, sekarang sudah lulus dan sarjana. Waktu begitu singkat.

5 tahun sudah terlewati, selama itu pula kehidupan mereka berubah sangat berbeda. Ananda yang sudah tidak tersorot lagi media, ia lebih memilih menjadi orang-orang biasa, Inne yang menutup toko butik, dan hanya menjadi penjahit biasa di rumah. Semua berubah dengan sangat total.

LET ME BE FREE || Alwi Assegaf ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang