25🍁

287 74 7
                                    

Happy Reading








Hidup Alwi itu sempurna.

Iya, kata orang-orang hidupnya terlihat sangat, sangat sempurna. Memiliki, Ayah seorang figur terkenal, dan sosok Ibu yang lemah lembut, pintar mengelola berbagai macam bisnis. Semuanya, terkemas begitu rapih, sehingga media mengira. Hidupnya begitu sempurna.

Menatap air kolam yang terasa tenang, kilasan masa lalu menyambar dengan cepat.

Saat itu, usianya masih enam tahun. Alwi kecil, menunggu kepulangan Papah didepan teras sambil memakan kue sagu yang dibuat Mama sore hari ini.

Ditemani senja, juga semilir angin yang menyapanya lembut, Alwi menjilati jari-jarinya yang tertempel bubuk kue sagu dengan kedua pipi yang mengembung. Ah, terlihat lucu dan menggemaskan.

"Papa!"

Ananda yang saat itu baru pulang syuting, berlari kecil sambil mengangkat tubuh putranya tinggi-tinggi. Berputar-putar membuat tawa putranya terdengar sampai rumah tetangga.

"Papa, tahu tidak. Tadi saat Ibu guru menilai gambar punya Awi, katanya gambar Awi bagus! Awi dapat nilai sembilan puluh," ujar Alwi begitu antusias bercerita sambil digendong oleh Ananda menuju ke dalam rumah. Dengan jari tangan kanan yang terlihat hitungan lima, juga jari tangan kirinya yang terlihat hitungan empat.

"Oh iya? Wah, anak Papa hebat. Terus, cita-cita Alwi mau jadi apa?" tanya Ananda membawa Alwi menuju ke samping rumah, tepatnya didekat kolam. Disana terlihat jelas sekali sinar senja yang memantul pada air yang terlihat tenang.

"Umm. Awi mau kaya Spiderman! Biar bisa lindungin Papah sama Mamah!" seru Alwi, mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

Ananda terkekeh, cita-citanya dari Minggu ke Minggu berubah-ubah terus, saat ia menanyakan, cita-cita Alwi mau apa? Minggu lalu Alwi menjawab ingin menjadi superhero, lalu pemadam kebakaran, dan sekarang mau jadi Spiderman katanya.

"Eeeh." Ananda terkejut, saat tiba-tiba Alwi turun dari pangkuannya.

Saat itu, Alwi yang penasaran dengan sinar oranye yang terlihat pada air, rasanya ingin sekali ia sentuh.

"Jangan kesana sayang, airnya dalam. Alwi mau apa?"

"Umm, Papah. Mau itu!"

Ananda menggaruk tekuknya, putranya ini aneh-aneh saja.

"Alwi mau naik pesawat terbang enggak? Ayo naik, kita temui Mama di dapur," ujar Ananda berjongkok. Menunggu Alwi menaiki punggungnya.

"Ayo, Papah! Ayo!"

"Pesawat hendak terbang, penumpang harap bersiap." Ananda berlari sambil menggendong Alwi dipunggungnya, tangan Alwi merentang bebas, dengan tawanya yang mengisi kekosongan ruangan. Inne, yang saat itu masih berkutat di dapur terkekeh, menghampiri suaminya, juga putra kecilnya dengan senyuman yang merekah.

"Lamunin apaan?"

Alwi hampir tercebur ke kolam, jika ia tidak bisa menyeimbangkan tubuh. Untung, refleksnya bagus. Alwi menoleh sejenak pada Ananda yang ternyata sudah berada disampingnya.

"Papah, ganggu deh."

"Udah sore, enggak baik ngelamun, apalagi ngelamun didepan kolam. Kerasukan baru tahu. Lusa kita berangkat ke Jepang loh, apa lagi yang kamu pikirin," lontar Ananda membuat atensi Alwi teralihkan padanya.

LET ME BE FREE || Alwi Assegaf ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang