15🍁

320 74 7
                                    

Happy Reading








Alwi itu keras kepala, turunan dari sang kepala keluarga. Apapun yang ingin ia tahu, ia harus tahu. Sekeras apapun keluarganya melarang, kata nekat dalam kamus nya itu ada. Lelaki manis itu hidupnya tak semanis yang orang lain kira.

Jika orang lain ingin seperti dirinya. Maka, Alwi sebaliknya.

Menghela napas panjang, Alwi menyenderkan punggungnya pada kursi yang tengah ia duduki. Kedua matanya menangkap langit yang gelap, sudah pukul sembilan malam, matanya tak kunjung ingin terpejam.

Kejadian siang tadi ...
Saat degup jantungnya terasa berdetak begitu kencang, saat itulah rasa takutnya kian menyebar. Bukan tanpa sebab, Alwi berbicara seperti itu. Ia hanya ingin memastikan, orang itu benar-benar tidak mengakhiri hidupnya.

"Dia beneran loncat enggak sih," gumam Alwi. Tangannya meraih ponsel yang dirasa bergetar diatas meja.

Nama kontak seseorang tertera jelas dilayar ponsel. Alwi menggeser ikon hijau, menunggu orang itu lebih dulu menyapa.

"Gak ya! Gue mau tidur. Apaan main malam-malam begini."

Alwi membalas sahutan dari seberang sana. Itu Rey, Alwi juga mendengar suara Cello. Mereka bilang, mereka ingin kemari, hanya untuk bermain. Alwi tidak habis pikir, besok masih sekolah, dan malam-malam seperti ini mereka ingin bermain?

Cih, bilang saja mereka ingin menanyakan tugas. Kenapa jadi menye-menye seperti anak gadis.

Tut!

"Hah, anak-anak itu." Alwi mengusap wajahnya kasar. Membiarkan ponselnya yang masih menyala menampilkan layar beranda, dengan sisa daya sepuluh persen.

Terlalu lama duduk, Alwi merasa punggungnya terasa pegal, ia merenggangkan otot-ototnya lebih dulu, dengan mengangkat tangan tinggi-tinggi ke atas. Hah, ia berniat untuk tidur, namun tenggorokannya meminta air lebih dulu.

Saat melirik ke arah nakas. Alwi kembali dibuat sabar, teko nya kosong. Jadi Alwi mesti turun ke bawah.

Gedebuk!

Kedua kakinya berhenti di anak tangga terakhir. Ia melihat ke sekeliling rumah, memastikan benda apa yang baru saja jatuh.

"Mah," panggil Alwi. Kedua kakinya sudah berjalan kembali menuju dapur.

Hening menyapa indra pendengaran miliknya. Rumahnya sepi, ah iya bahkan Alwi ingat. Saat ia turun kemari, ia melewati kamar Inne yang terletak disebelah kamarnya. Dengan pintu yang sedikit terbuka, ia melihat wanita itu sudah meringkuk dengan Papah nya yang tidur di samping Inne.

Apalagi, ia juga sempat menutup pintu kedua orang tuanya tadi.

Teori macam apa ini, horor-horor begini. Alwi jadi berpikir jika itu kucing atau enggak buaya darat :)

"Ck. Malam-malam harus memecahkan misteri, emang gue peduli? Dih, mendingan juga tidur. Apapun itu, mau kucing, tikus, cicak, jerapah, harimau, kerbau, zebra, unta, bekicot sekali pun GUE ENGGAK PEDULI!"

"HEH HANTU LAIN KALI, JANGAN SEMBUNYI-SEMBUNYI. CUPU AMAT LO PADA, MUNCUL KEK KALI-KALI."

Virus sengklek Cello dan Rey menempel pada Alwi. Dalam heningnya suasana malam, Alwi dengan lantang mengoceh sendirian, sambil membawa langkahnya kembali memasuki kamar. Namun, lagi dan lagi, Alwi dibuat emosi.

Kaca depannya tiba-tiba diketuk. Entah siapa, dan oleh siapa, dengan keadaannya yang masih membawa gelas. Alwi berjalan menuju pintu depan, membukanya dengan brutal.

"Siapa sih yang main-main malam-malam begini. Rey! Cello! Lo pada kagak ada akhlak betul!"

"Awas kalian besok!"

LET ME BE FREE || Alwi Assegaf ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang