Happy reading
Jika di dunia ini, takdir bisa dipilih oleh masing-masing insan. Mungkin tidak ada orang yang tidak bahagia dan puas akan kehidupan. Semua memilih bahagia bukan tentunya, semua memilih yang terbaik bukan? Tentu saja iya.
Seperti suami istri yang tak lain adalah Ananda juga Inne. Yang memiliki keinginan terbaik untuk putra semata wayangnya. Ingin selalu melihatnya tersenyum bahagia, tanpa adanya beban yang mungkin tidak bisa Alwi torehkan.
Impian setiap orang tua adalah ingin putra putri mereka sukses, iya. Itu poin pertama, poin yang lain tentu saja tidak jauh dari kata bahagia untuk anak-anak mereka. Semua mereka pikirkan dari mulai Alwi lahir. Dari mulai Alwi merangkak, lalu berjalan, dan sekarang berlari dengan bebas.
"Alwi, udah setengah jam. Enggak pegel?"
Ananda duduk disebelah putranya yang tengah mengoleskan beberapa cat dengan kanvas ukuran sedang. Disana sudah ada sketsa yang Alwi buat sendari tadi ia bangun tidur.
Alwi menggeleng, membuat senyum tipis Ananda terbit.
Dokter bilang, ini salah satu terapi untuk menghilangkan segala ketakutan yang pernah Alwi alami. Dengan terus melakukan hal yang Alwi mau, perlahan itu pasti, semua akan kembali baik-baik saja.
Dengan amat terpaksa, Ananda mengiyakan saja. Awal ia melihat putranya yang memang melukis sedikit rasa takut timbul begitu saja. Ananda tahu, ia egois, ia tidak pernah bisa memikirkan apa yang Alwi rasakan.
"Pah," panggil Alwi menyimpan lebih dulu kuas ukuran kecil dan beralih menatap manik teduh Ananda.
"Makasih."
Kedua sudut bibirnya terangkat, menampilkan senyumnya yang sudah lama tidak Alwi lihat. Ini benar-benar Ayahnya, pahlawannya, segalanya untuk Alwi setelah Inne.
"Apapun itu, demi kebaikan kamu Alwi. Papah lakukan," ungkap Ananda seraya menarik Alwi ke dalam pelukan.
Dari balik pintu, Inne menyaksikan semuanya. Kedua matanya menahan tangis yang entah bisa kapan saja pertahanan air matanya tumpah. Pemandangan yang membuat hatinya berdesir tenang, membuat hatinya kembali menghangat.
Semua oleh waktu.
Waktu yang terus berputar, yang banyak tidak disadari oleh sebagian insan.
Jika di rumah Alwi tengah adanya kehangatan, maka di rumah si pelaku tengah adanya kegelisahan. Sendari tadi Abi mondar mandir tidak bisa diam ketika satu fakta yang membuatnya nyaris mati.
Ananda menemukan rumahnya.
Ananda mengetahui semuanya.
Secara tidak langsung, ini Boomerang untuknya sendiri. Ingin menghancurkan orang lain, tetapi justru ia sendiri yang hancur.Hidupnya kacau. Abi salah orang untuk ia ajak bermain-main.
"Kehancuran sudah di depan mata Kak, tidak perlu menyangkalnya, karena gue rasa itu percuma."
Dengan nada yang bergetar Rafael berucap lemah. Kedua kantung matanya menghitam, bibirnya pucat dan kering, tidak ada rona merah sedikitpun. Kesadarannya mungkin sudah di ambang batas.
Sejak malam itu, Abi, Kakak nya menghajar Rafael habis-habisan tanpa ampun. Ketika anak itu ketahuan ingin menyebarkan fakta yang sesungguhnya.
"Diam Rafael! Jangan buat gue tambah pusing. Ini semua gara-gara lo juga!"
"Peng.ngecut." tekan Rafael menyunggingkan senyum smrik nya. Puas dengan kehancuran sang Kakak.
Bugh!
KAMU SEDANG MEMBACA
LET ME BE FREE || Alwi Assegaf ✓
Fanfiction[Sudah end] ✓ [Sudah revisi]✓ Let me bee free Apa makna dari kata tersebut menurut kalian? Sejak saat itu, ia bergumam. Semesta tidak berpihak padanya, sesuatu hal yang banyak ia pendam, menjadikan sebuah beban yang tertanam. Ia memiliki banyak...