Pasca Bimo muntah, satu bus pada kebawa suasana lemes semua. Nggak terkecuali gue. Suasana bus yang tadi meriah sekarang jadi hening. Bimo, yang tampak lebih seger setelah mengeluarkan isi perutnya kini membagikan minyak angin.
"Waduh, maaf ya mba Gege," ujarnya sambil menyodorkan minyak angin aroma theraphy. Ghea cuma mengangguk tanpa memandang Bimo sambil mengambil minyak angin.
"Kanjeng ratu, nyuwun pangapunten," ucap Bimo lagi ke Lisa yang bereaksi sama seperti Ghea.
"Kanjeng mas Zaki," Bimo memberikan minyak angin ke Zaki. "Kula nyuwun agunge pangaksami saking sedaya kalepatan kula."
Zaki yang bingung akan ucapan Bimo cuma mengangguk acuh lalu mengambil minyak anginnya. Di tangan kiri Zaki ada plastik hitam, entah dari mana, yang kemungkinan untuk isi perutnya. Gue yakin kalo dia nggak lagi tak berdaya gini pasti kuping Bimo panas denger omelannya.
"Mba Navy, mau dipakein minyak anginnya?" tawar Bimo melihat gue yang udah nggak berdaya. Sebelum gue menjawab, James udah menyela lebih dulu.
"Brengsek Bimo, pakein gue dulu ngapa? Udah mau sekarat nih."
"Yaelah, sembuh sembuh itu mah. Navira udah mau pingsan ini kayaknya."
"Itu biar gue yang ngurus. Sekarang lo urusin gue dulu."
James emang si Raja Drama kalo lagi sakit. Kalo demam tuh dramanya kayak kena penyakit kronis yang udah parah banget. Bahkan dia sampe pindah duduk disebelah gue walaupun sempet otot ototan dulu sama Sera yang pindah duduk sebelah Dinda.
Bimo mijit kepala James yang tampak nggak berdaya tapi tetep banyak mau itu, sementara gue ngolesin minyak angin ke perut dan punggung James. Setelah itu, James menyandarkan kepala gue di bahunya sambil mijitin lengan gue. Walaupun nyebelin, James tetep ngurusin gue kalo sakit.
"Asu, ini bisa nggak depan mata gue nggak?" sewot Bimo. "Eksistensi gue disini fiksi kah? Respect boss."
James meletakkan jari telunjuknya di depan bibir Bimo. "Sssttt. Lo nggak ada hak untuk protes setelah apa yang terjadi."
Buset dah drama banget.
"Yaelah, muntah doang, Jamie. Lo anggap aja gue bayi yang lagi gumoh."
"Najis," maki gue dan James barengan. Bimo cuma mengeluh lalu bergeser ke kursi belakang.
Matahari mulai terbenam ketika kami sampai di villa Zaki. Sebenernya udah jelas pasti villa Zaki besar, tapi gue nggak tau kalo sebesar ini. Kira-kira Zaki mau nggak ya masukin gua ke kartu keluarga? Gue butuh warisan kayak gini untuk healing tiap bulan.
"Ada 10 kamar yang kosong, nanti dibagi aja 3-4 orang per kamar. Semuanya udah disiapin sama Pak Eko dan Bu Hamida," ujar Zaki.
"Pak sopir busnya tidur dimana?" tanya Rendi.
"Tidur di ruang depan yang deket pos satpam. Aman kembaran."
Rendi mengangguk, lalu kami mulai memilih kamar untuk ditempati. Cowok-cowok dilantai 1 sementara para cewek di lantai 2. Kali ini gue tidur bareng Sera dan Deva. Kamarnya ternyata cukup besar begitupula tempat tidurnya. Tiap kamar udah ada kamar mandinya, gue makin kepikiran berapa harga villa ini dan gimana caranya gue masuk ke kartu keluarga Zaki.
Suara ketukan pintu kamar disusul munculnya Lisa dari balik pintu bikin perhatian kami teralih.
"Nanti aja beberesnya, disuruh Bu Hamida makan," kata Lisa.
"Muat meja makannya?" tanya gue, nggak kebayang makan dengan 29 orang lainnya.
"Ngemper aja udah. Gegayaan banget kalo pada makan dimeja makan," sahut Deva. Kami turun ke bawah dan melihat antrian makan. Ini sih lebih mirip kayak lagi kondangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
REALITEEN
Fanfiction11IPA 4 punya cerita serunya sendiri. Mulai dari F4 gadungan yang terdiri dari James, Juno, Bimo dan Zaki. Hengpon jadul yang diketuain sama Putra dengan anggota nyaris seluruh cewek dikelas. Rendi si ketua kelas paling sempurna. Adit yang selalu be...