10. Persiapan Lomba

559 54 0
                                    

IPA4 lagi sibuk rapat untuk lomba minggu depan dalam rangka ulang tahun Citra Bangsa. Sebenernya ulang tahun Citra Bangsa masih dua minggu lagi, tapi minggu depan dibikin khusus untuk anak-anak Citra Bangsa aja tanpa ngundang pihak luar. Baru minggu depannya lagi acara akbar.

Bu Rahma, walikelas tersayang kami pun ikutan dalam rapat ini. Beliau yang sibuk mencoba untuk menyempatkan diri untuk ikut andil dalam persiapan lomba. Sebenernya gue yakin biar anak-anak pada kumpul buat ikut rapat, gue yakin pasti kita kabur semua kalo Bu Rahma nggak disini.

"Nah, jadi pertama kita ngomongin untuk lomba kelas dulu ya," kata Rendi dari depan kelas. "Untuk lomba kelas, ada lomba kebersihan kelas, lomba dekorasi kelas dan lomba foto kelas. Jadi, Kamis depan kita bakalan ngebersihin dan ngehias kelas."

"Kita kabur aja," bisik James ke temen-temennya yang duduk dideretan belakang.

"Cabut tempat Sena ya?" sahut Zaki.

"Untuk yang nggak hadir tanpa surat dokter akan dikenakan hukuman berupa seratus soal essay kimia," kata Bu Rahma dengan kekuatan telinga dan telepati super. Setelah ngasih ancaman, Bu Rahma undur diri, yang penting yakin kalau kami nggak ada yang cabut.

"Kelas kita temanya apa?" tanya Helen.

"Nah, karena itu juga kita rapat sekarang. Kalian bisa kasih saran untuk tema dekorasi dan foto kelas kita," jawab Rendi.

Bimo ngangkat tangan, mencoba memberi saran.

"Geng motor aja, Ren. Biar kayak anak jalanan," usul Bimo. Feeling gue nggak enak, tapi Rendi yang selalu optimis dan mencoba menjadi ketua yang baik malah ngeladenin Bimo.

"Bisa lo jelasin, Bim, temanya gimana?"

Bimo berdiri dengan percaya diri. "Jadi nanti kita isi kelas kita ini dengan gaya anak geng motor yang dark dan metal. Untuk properti, nggak perlu repot banget sih, tapi nanti motor kalian taro di dalem kelas."

"Taro dalem kelas, your head! Terus kita nanti berangkat sekolahnya naik apa?" tanya Adel, jelas nggak setuju.

"Naek angkot sana. Manja amat naek naek motor," jawab Bimo.

"Yang masuk akal dikit lah, Bim. Kalo lo mau ngangkat motor gue ke lantai empat gini iya juga," protes Gilang. Akhirnya, saran Bimo masuk ke blacklist karena anak-anak yang bawa motor nggak setuju.

"Ada yang mau ngasih saran lagi?" tanya Rendi.

"Temanya hantu lokal aja, Ren!" sahut Sera, bikin gue langsung jaga jarak biar nggak malu-malu amat.

"Bisa dijelasin, Ser?"

"Jadi kelasnya kita hias foto hantu aja. Kita print gambar-gambar horror, terus bikin kuburan dikelas. Abis itu kalo soal hantunya gue udah nentuin. Adit, Gilang, James sama Juno jadi tuyul. Navira, Joyi, Deva sama Ghea jadi suster ngesot. Helen, Tasya, Citra sama Lisa jadi kunti. Bimo, Zaki, Sena sama Sultan jadi pocong. Putra, Ben, Ruben, Ferdi sama Irsyad jadi kolor ijo. Salwa, Dinda, Adel sama Jinny jadi sundel bolong. Ersya sama Rio jadi nenek gayung sama kakek cangkul."

"Hah? Terus lo, Alam sama Rendi jadi apa bangsat?" tanya Lisa sambil melotot.

"Gue jadi Bella Swan. Alam jadi Edwar Cullen."

"Lo kira Twilight?" tanya gue emosi.

"Yaudah, gue jadi noni Belanda."

"Nggak mau gue jadi suster ngesot capek," tolak gue. Pemeran suster ngesot yang lain pada setuju.

"Gue juga nggak mau jadi tuyul sama Juno, emangnya kita upin ipin apa?" James ikut protes.

"Apalagi gue jadi pocong. Nggak mau ah, parno gue, kayak latihan meninggal," sahut Sena.

REALITEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang