33. Kelas Musik

414 60 22
                                    

IPA4 sekarang ada di ruang musik untuk pelajaran Seni Budaya. Pak Mondi mencoba menemukan bakat terpendam kami dalam memainkan alat musik khususnya alat musik petik.

"Nggak gitu, Sera, cara megang gitarnya. Kamu kidal?" tanya Pak Mondi nggak sabar.

"Jangan kayak gendong bayi, Sera. Megang gitarnya biasa aja," lanjut Pak Mondi. Gue susah payah nahan ketawa karena Sera beneran nggak ada abisnya.

"Pak, saya boleh main pianika aja nggak sih? Saya bisa loh lagu Ibu Kita Kartini," tawar Sera.

"Ini kan materinya alat musik yang dipetik. Kalo kamu bisa metik pianika nggak papa."

"Metik mangga nggak boleh, Pak? Biar kayak Cicak Rowo."

Tuh kan, Sera tuh sempat-sempatnya bikin guru emosi.

"Cucak Rowo, anjer," ralat Sultan.

"Ruben, tolong dibantu temannya."

Nah, kalo Pak Ridho nyerahnya sama gue, Pak Mondi nyerahnya sama Sera. Nggak bisa gambar, buta nada dan nggak bisa main musik adalah keahlian Sera yang bikin Pak Mondi angkat tangan.

"Navira, kamu ketawa ketawa aja. Coba maju."

Bangke, kok gue kena juga sih? Padahal Lisa juga ketawa.

"Kayak gini, Pak?" tanya gue sambil nunjukin cara megang gitar. Pak Mondi mengangguk.

"Bagus. Alisa, coba ulangi cara Navira."

"Ren, nanti kalo aku nggak bisa kamu yang ngajarin ya?" pinta Lisa, sempat sempatnya ngardusin Rendi.

Lisa megang gitar kayak yang gue lakuin dan itu bikin mood Pak Mondi membaik. Pak Mondi lanjut mengecek cara kami megang gitar sampai selesai.

"Nah, setelah ini kita belajar kunci yang ada dalam gitar. Siapa yang bisa menyebutkan?"

"Saya, Pak!" gue langsung nunjuk tangan.

"Ya, Navira. Apa saja kuncinya?"

"C A minor D minor ke G ke C lagi A minor D minor ke G ke C lagi," jawab gue tanpa nada Lupa Lupa Ingat.

"Iya, benar. Tapi nggak usah diulang-ulang gitu. Kamu nyanyi ya?" tanya Pak Mondi. "Yaudah, Navira dapat plus lima."

"Anying, modal lirik Kuburan dapet plus lima," cibir Putra. Hahaha, iri bilang sahabat.

"Nah, perbedaannya A minor dan D minor bisa disebutkan, Navira?" tanya Pak Mondi.

"Kalo A minor A, kalo D minor D, Pak," jawab gue asal.

"Saya sebenarnya nggak berharap kamu tau kok," Pak Mondi tersenyum tipis. Anjir, tega amat.

"Siapa disini yang bisa memainkan lebih dari tiga alat musik?"

"Saya cuma bisa pianika, Pak. Ibu Kita Kartini," jawab Sera.

Pak Mondi yang tadi menolak keras Sera dan pianikanya sekarang berubah pikiran.

"Yaudah, coba mainin pianika kamu."

Sera tersenyum cerah, lalu mulai memainkan lagu Ibu Kita Kartini. Seisi ruangan hening dengerin Sera main pianika, seolah-olah kami semua terbius, bahkan sampai Sera selesai.

"Ser, saya nggak nyangka kamu punya bakat terpendam," ucap Pak Mondi setengah sadar.

"Anjir, Ser, nggak nyangka gue. Kedepannya tolong pendam aja ya, Ser, bakat lo. Kalo bisa dikubur dalem dalem," hina Putra. Yang lain malah hilang kesadaran dan masih bengong.

"Gila, ini sih namanya pembunuhan di ruang tertutup," Sultan geleng-geleng.

"Anjir lo pada," maki Sera nggak terima. "Lo aja nggak ada jiwa seninya. Tadi gue main pianikanya bagus kok."

REALITEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang