28. Pesona Rendi

518 57 22
                                    

Bel pulang sekolah bunyi. Citra dan Deva langsung buru-buru ngambil sapu, sedangkan Alam dan Adit bagi tugas untuk beresin bangku, ngehapus papan tulis dan buang sampah. Hari ini jadwal piket kami, gue tersenyum jengkel, bisa-bisanya gue kalah cepet.

"Nah, udah nih. Lo sama Rendi ngepel ya," kata Adit sebelum ninggalin kelas. "Tiati ya, beb, pintunya macet."

"Lo pulang sama siapa?" tanya Citra.

"Ojol aja kayak biasa," jawab gue. Hari ini James nggak masuk karena sakit, sedangkan Juno diseret paksa Sera untuk kerja kelompok di rumah Joyi.

"Katanya nggak bawa hape?" sahut Deva.

"Oh iya!" gue menepuk jidat. "Gampang deh, nanti pinjem hape Rendi aja. Dia masih kumpulan OSIS."

"Yaudah deh. Bye, Navy!" Citra dan Deva dadah dadah ke gue. Setelah mereka pergi gue langsung ngambil spin mop untuk diisi air. Karena tanggung, gue sekalian ngambil spin mop satu lagi biar Rendi langsung ngepel.

"Duh, sori ya, Nav, gue telat," ucap Rendi saat gue udah hampir selesai ngepel bagian gue. Dia langsung jalan buru-buru ngambil spin mop. "Eh, udah lo isiin ya airnya? Thanks banget ya."

"Anytime, Ren."

Setelah selesai ngepel, gue berniat keluar untuk bilas kain pelnya, tapi tanpa diduga duga Revo lagi jalan diujung koridor, bikin gue langsung buru-buru balik ke kelas dan nutup pintu rapat. Anjir, ngagetin banget.

"Kenapa, Nav?" tanya Rendi, tampak heran ngeliat gue heboh sendiri.

"Eh? Nggak papa kok!" Anjir, malu maluin banget tingkah gue. Gue kembali membuka pintu, tapi nggak bisa.

"Bisa nggak?" tanya Rendi sambil menghampiri gue. Dia ikutan nyoba buka pintu.

"Oh iya!" gue kembali menepuk jidat. "Pintunya macet kata Adit."

Damn, gue beneran lupa karna heboh sendiri. Rendi masih mencoba untuk buka pintu, fyi pintu kelas gue adalah pintu geser, jadilah nambah ribet bukanya.

"Ini sih mesti dikasih pelumas biar licin," ucap Rendi. "Boleh pinjem hape lo nggak untuk nelpon siapa kek yang bisa bantu? Hape gue mati."

"Gue nggak bawa hape," jawab gue panik. "Terus gimana dong?"

Rendi tampak berpikir sebentar. "Biasanya OB ngecek tiap kelas sebelum mereka pulang."

Gue merutuki kebodohan gue. Anjir banget, perkara kaget ngeliat Kak Revo lewat jadi kejebak di kelas bareng Rendi. Ya nggak musibah musibah amat sih, Lisa pasti cemburu kalo sampe tau.

Hujan mulai turun, gue duduk didekat jendela sambil ngeliatin hujan. Rendi juga duduk disamping gue.

"Pake nih, dingin," Rendi menyodorkan jaketnya ke gue.

"Eh? Jangan deh, lo aja yang pake. Nanti lo kedinginan," tolak gue.

"Nggak kok. Lo aja yang pake," balasnya lagi. Gue ngambil jaket Rendi untuk dipake.

"Lo suka hujan?" tanya Rendi.

Gue noleh. "Enggak kalo diluar rumah."

Rendi ketawa. "Kenapa?"

"Nggak suka aja. Dingin," jawab gue. "Lo suka?

"Suka. Suasana gaduhnya kayak menghilang sementara, jadinya tenang."

Jawaban yang berkualitas dari seorang Rendi Muhammad Firdaus. Kalo Rendi yang tetangga gue, dijamin deh gue bakal ngerengek ke bunda buat jodohin gue sama Rendi. Hufft, sayang banget tetangga gue si kembara kembar nakal.

REALITEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang