Empat

6K 367 13
                                    

Hujan deras membuat Zani terpaksa berteduh di gedung Pascasarjana yang kebetulan dekat dengan pintu keluar kampusnya. Kampus juga sudah mulai sepi, karena sekarang sudah menunjukkan pukul setengah lima, sementara kampus tutup pukul lima sore.

Zani mengusap lengannya, menghilangkan rasa dingin yang begitu menusuk sampai ke tulang. Sialnya lagi, dia malah memakai baju berlengan pendek. Harusnya tadi gadis itu membawa jaket atau almamater agar kalau hujan seperti ini, dia bisa menggunakan untuk menghangatkan tubuh. Dia juga tak membawa jas hujan untuk dipakai pulang, jadi terpaksa harus menunggu hujan reda barulah pulang.

Tiba-tiba saja, kemeja putih polos telah tersampir di pundaknya, bau parfum yang sangat dikenal, membuat Zani mendongak melihat orang tersebut. Bukannya mengucapkan terima kasih atau tersenyum sebagai tanda terima kasih, Zani malah melepaskan kemeja itu dan memberikan kembali pada pemiliknya.

"Bapak ngapain?"

Ezel tersenyum kala ditanya seperti itu.

"Kamu kedinginan, pake ini," kata Ezel kembali menyampir kemeja itu di pundak Zani, tapi Zani menahannya.

"Gak usah, Pak, terima kasih," tolak Zani.

Gadis itu kemudian memilih diam dibandingkan mengajak Ezel mengobrol. Mendapatkan penolakan dari Zani, Ezel menghela napasnya lelah. Sekuat apa pun dia berusaha untuk kembali dekat dengan Zani, sepertinya sia-sia saja.

"Kami baik-baik saja?"

Zani mengernyit heran, mendengar pertanyaan Ezel. Dia tentu baik-baik saja, seperti yang pria itu lihat. Memangnya Zani kenapa? Walau begitu, Zani masih tetap diam tanpa menjawab pertanyaan Ezel, toh Ezel juga bisa melihatnya sendiri sekarang.

"Setelah saya tinggalkan kamu ... kamu baik-baik saja?"

Zani diam membeku mendengar pertanyaan Ezel. Jadi maksud pertanyaannya yang tadi itu menanyakan perihal keadaannya dua tahun yang lalu?

Astaga, bukankah ini gila? Ini sudah dua tahun berlalu. Keduanya menjalin hubungan hampir setahun, tapi di saat berita mengenai papanya yang korupsi tersebar di kampus, Zani dikucilkan dan Ezel tiba-tiba memutuskan hubungan keduanya dan yang mau berteman dengannya hanyalah Ifzal, Thalia, dan Maura.

Munafik jika Zani mengatakan dia baik-baik saja setelah diputuskan dengan alasan kalau Ezel tak ingin menjalin hubungan dengan anak koruptor.

"Apa sih, Pak? Gak jelas."

Zani pun tanpa memedulikan hujan deras, dia memilih menerobos daripadanya harus berdua dengan Ezel yang akan membahas masa lalu. Namun, sialnya Ezel malah mengikutinya juga sampai di parkiran.

"Bisa berhenti ngikutin saya, gak, Pak?"

Ezel mengusap wajahnya yang dialiri air hujan, menatap Zani dalam. Mata pria itu memerah.

"Saya gak mau munafik, Zani. Saya memutuskan hubungan kita waktu itu memang karena saya gak mau punya pacar anak koruptor, tapi saya sadar kalau itu terlalu kekanak-kanakan. Kamu tahu? Saya menyesal, Zani. Kalau bisa diulang, saya ingin mengulang hubungan kita yang dulu lagi, saya gak akan memutuskan hubungan kita hanya karena alasan itu," papar Ezel.

Tapi sayangnya, Zani sama sekali tak merespon, hanya mengalihkan pandangannya ke arah lain. Mata gadis itu memanas, air mata kini berada di pelupuk matanya. Kalau dia melihat Ezel, yang ada air mata Zani akan membanjiri pipinya dan bercampur air hujan.

"Kasih saya kesempatan, Zani. Kasih saya kesempatan untuk memperbaiki semuanya."

Seketika, Zani langsung menoleh pada Ezel, menatap Ezel dengan mata yang berkaca-kaca. Harusnya Ezel sadar, dua tahun telah berlalu, tentunya dia sudah tak memiliki kesempatan.

Revisweet [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang