Lima Belas

5K 317 9
                                    

Seperti dosen-dosen lainnya yang memberikan janji dan harapan pada mahasiswa bimbingannya, begitu juga Ezel yang memberikan harapan dan janji pada Zani jika revisinya selesai. Tapi nyatanya, saat Zani bimbingan hasil revisi terbarunya, Ezel malah marah-marah dan menyuruhnya revisi lagi.

Menyebalkan, bukan? Zani sampai mencak-mencak lantaran disuruh revisi padahal diberikan janji akan ACC setelah revisi.

Revishit!

Revishit!

Revishit!

Zani rasanya ingin meraup wajah Ezel hingga tak terbentuk. Walau pria itu baru saja menyatakan cinta padanya secara tak langsung, dia sama sekali tak peduli. Fix, keputusan Zani menolak pria itu sudah benar. Gadis itu menghentakkan kakinya berkali-kali, menghampiri kedua sahabatnya yang duduk di gazebo depan ruangan kaprodi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Sastra.

Maura juga Thalia mengernyit heran kala melihat Zani datang menghampiri mereka. Pasalnya, Zani datang seraya mencak-mencak, bahkan membanting proposal skripsinya di gazebo, membuat beberapa pasang mata yang juga duduk di gazebo tak jauh dari tempat mereka pun tertuju padanya. Namun, Zani malah tak peduli, dia lebih memilih untuk melampiaskan kekesalannya.

"Sebenarnya gue salah di mana, sih? Revisi mulu dari kemarin. Perasaan proposal gue bagus, kok, gak ada yang salah," gerutu Zani, dia melupakan kesalahan yang telah dicantumkan Ezel di proposal skripsinya juga yang diberitahu Ezel padanya.

Thalia juga Maura terkekeh. Sungguh, nasib Zani mendapatkan dosen pembimbing killer seperti Ezel begitu sial. Mereka benar-benar tak menyangkal, Zani yang dulunya selalu ada di depan mereka kini berada di belakang mereka. IPK Zani mungkin lebih tinggi dibandingkan mereka, bahkan selalu mendapatkan 4.00 tapi sayangnya, untuk masalah tugas akhir ini, Zani ada di belakang mereka. Memang, seberapa rajinnya kalian, kalau pembimbing kalian mengatakan tugas akhir masih memiliki kesalahan hingga revisi berkali-kali, tak selamanya yang selalu di depan ada di depan.

"Haduh, ingat Zan, sebagus apapun proposal sama skripsi lo, kalau menurut dosen pembimbing gak bagus, ya gak bagus," ucap Maura yang kini sudah bimbingan skripsi dengan dosen pembimbing satunya.

"Tapi ini gue udah revisi tujuh kali, duit gue abis buat beli kertas. Masih untung punya printer sendiri gue," gerutu Zani lagi.

Gadis itu memukul proposal skripsinya sehingga membuat Maura juga Thalia tertawa terpingkal-pingkal.

"Sial banget sih lo," ujar Thalia.

"Emang gue sial banget, ya?"

Ekspresi wajah Zani memelas, cewek itu ingin menangis. Menjadi mahasiswa yang terkuras bukan hanya tenaga, waktu, dan pikiran, tapi juga uang akan terkuras. Jajan pun sangat jarang, atau biasa merasa sayang jajan karena takut uang yang dipersiapkan untuk print makalah dan semacamnya tak cukup, belum lagi harus fotokopi, laminating dan sebagainya.

"Udah, terima aja nasib lo."

***

Zani menghentikan langkahnya di koridor kala melihat Ifzal yang kini sibuk dengan ponselnya juga langkahnya begitu lebar dan cepat. Zani diam sejenak, menunggu reaksi Ifzal saat melihatnya. Sejak perdebatan keduanya hari Minggu yang lalu, hingga hari Kamis ini, Zani dan Ifzal masih belum bertegur sapa, bahkan bertemu pun juga tidak.

Namun, Ifzal malah melewatinya, dengan mata yang fokus pada layar ponselnya. Bahkan tak menoleh sedikitpun. Zani pikir, Ifzal akan menoleh padanya. Gadis itu membalikkannya badannya, kemudian berteriak memanggil nama Ifzal.

"Ifzal."

Sedangkan Ifzal, mendengar namanya yang dipanggil, dia pun membalikkan badannya. Wajah pria itu terlihat begitu khawatir, dia menghela napasnya panjang kala melihat Zani hanya diam, kemudian berdecak kesal lantaran Zani tak bersuara.

"Apa? Kamu bisa cepat gak?"

"Aku mau ngobrol sama kamu, udah lama gak ketemu juga."

Ifzal menghela napasnya lelah, kemudian berkata, "Aku gak bisa, Citra lagi sakit."

"Bisa, gak, kita ngobrol bentar? Sepuluh menit aja," mohon Zani.

"Bisa gak sih, kamu ngertiin aku? Dari kemarin kamu gak pernah ngertiin aku."

"Citra juga pasti udah ada keluarganya."

"Aku sahabatnya, Zani."

"Cuma bentar, Beb. Aku—"

"Kita ngomongnya kapan-kapan aja, Citra lagi butuh aku."

Kemudian Ifzal meninggalkan Zani begitu saja, dia bahkan berlari dengan cepat menuju parkiran mobil. Citra adalah pemeran utama di hidup Ifzal dan Zani hanya pemeran pendukung. Zani pikir, dialah pemeran utama di sana, tapi ternyata dia malah pemeran pendukung.

"Mau cerita sesuatu?"

Zani langsung terlonjak kaget saat mendengar ada suara yang tiba-tiba terdengar di belakangnya. Gadis itu langsung memutar tubuhnya seratus delapan puluh derajat untuk melihat orang yang tiba-tiba datang dan mengejutkannya. Jantung gadis itu bahkan berdetak kencang lantaran terkejut tadi.

"Pak, ngagetin aja," pekik Zani.

"Mau cerita sesuatu?"

Zani menggeleng, karena nyatanya memang tak ada yang perlu diceritakan oleh Ezel. Tak mungkin dia bercerita pada Ezel kalau dia dan Ifzal sedang tak baik-baik saja karena keduanya yang jalan-jalan bersama di hari Minggu. Bisa saja, Ezel malah senang mendengarnya dan menjadi itu sebagai kesempatan untuk mendekatinya. Zani mengenal tabiat Ezel yang manfaatkan segala keadaan.

"Yakin?"

"Iya, ngapain cerita sesuatu sama Bapak?" Zani menatap Ezel dengan sinis, kemudian melanjutkan perkataannya, "Bapak 'kan bukan siapa-siapa saya."

"Siapa bilang kita gak ada hubungan?"

"Saya barusan."

"Ada, Zani. Kamu mahasiswi bimbing saya dan saya adalah dosen pembimbing kamu."

Zani memutar bola matanya malas.

"Yap, hanya sekadar itu saja."

"Saya serius minta kamu kembali sama saya," ungkap Ezel tiba-tiba membuat Zani mundur beberapa langkah untuk menjauh, Zani juga melipat kedua tangannya di dada, menunjukkan pada Ezel bahwa pertahanan gadis itu kuat dan tak akan roboh.

Sementara Ezel, menaikkan sebelah alisnya karena bingung dengan tingkah Zani barusan. Dia seperti hama yang harus dibasmi.

"Saya udah gak mau sama Bapak."

"Kenapa?"

"Bapak galak."

"Ya udah, besok-besok saya gak galak lagi."

Zani menggeleng, apa Ezel kira kalau pria itu sudah tak galak maka Zani mau kembali padanya? No way, Zani tetap tak mau.

"Bapak aneh."

"Aneh juga karena kamu."

"Bapak brengsek."

Mata Ezel melebar tak percaya mendengar perkataan Zani barusan. Dia tersinggung mendengarnya, tapi juga tak menampik kenyataan tersebut bahwa dia memang brengsek. Memutuskan Zani begitu saja bahkan membuat Zani tersakiti. Kemudian dia tiba-tiba datang kembali menawarkan kebahagiaan di saat Zani menemukan kebahagiaan, bahkan brengseknya lagi, baru menyatakan alasan dia memutuskan Zani. Parahnya lagi, alasan itu sangat terdengar begitu kekanak-kanakan.

"Kok kamu berani sama saya?"

"Nyatanya 'kan emang gitu, Pak," ujar Zani. Dia benar, bukan? Ezel brengsek, saking brengseknya membuat Zani sampai membencinya.

"Mau proposal skripsinya gak saya ACC?" ancam Ezel sukses membuat Zani cemberut mendengarnya. Pintar sekali Ezel membuatnya tak berkutik, pantas saja dia disebut dengan dosen killer oleh orang-orang kampus, Ezel tak tanggung-tanggung mengancam mahasiswa yang berbuat salah padanya.

***

Akhirnya update lagi

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian yah

Bye bye

Revisweet [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang