Dua Puluh Tiga

4.2K 292 33
                                    

"Eh."

Baru saja Zani membuka pintu rumahnya dan berniat mengeluarkan motor, dia dikejutkan dengan keberadaan Ezel di depannya. Belum lagi Ezel yang tersenyum manis padanya, membuat Zani memicingkan matanya. Gadis itu yang tadi sudah memasang helm, pun melepaskan helmnya dan menatap Ezel tajam.

Ini masih begitu pagi, masih pukul Sembilang pagi, tetapi Ezel sudah datang bertamu di rumahnya di hari Senin ini. Apa pria itu tak memiliki pekerjaan di kampus? Apa dia tak ada jadwal mengajar hari ini? Kenapa Ezel terlihat begitu santai.

"Morning," sapa Ezel.

"Bapak ngapain pagi-pagi udah datang bertamu? Saya sibuk, Pak, gak lagi terima tamu," kata Zani seraya mendorong Ezel pelan untuk menyingkir dari pintu. Dia mengusir Ezel secata tak langsung, setidaknya perkataannya barusan bisa membuat Ezel sadar kalau dia memang memiliki urusan penting.

Gadis itu memang benar-benar tak bisa menerima tamu, dia akan menjemput mamanya di bandara, walau sebenarnya mamanya tadi bilang tak perlu dijemput dan akan memesan taksi karena banyak barang yang dibawa, Zani tetap bersikukuh untuk menjemput.

"Kamu mau ke mana?"

"Pergi," jawab Zani seadanya.

"Iya, perginya kemana, Zani?"

"Pergilah, Pak. Kok banyak tanya, sih?"

Dia mendengkus kesal, lantaran Ezel terus bertanya. Zani sengaja tak mengatakan kalau dia pergi menjemput mamanya, yang ada nanti Ezel malah menjadikan kesempatan ini untuk mendekati mamanya, sehingga membuat mamanya semakin tak suka dengan Ifzal.

"Saya anterin, mau?"

"Bapak 'kan harus ke kampus." Secara tak langsung, gadis itu menolak tawaran Ezel.

"Senin jadwal saya sore," balas Ezel sukses membuat Zani mencoba mencari alasan yang lain.

"Pak Ezel bukannya panitia KKN gelombang dua? Pasti kerjaannya banyak, 'kan, Pak?"

Ezel menggeleng dan berkata, "Hari ini cuma nungguin mahasiswa yang daftar aja, gak ada apa-apa."

Zani memasang ekspresi melasnya, dia tahu kalau semuanya sia-sia. Belum lagi mamanya yang pasti sudah lama menunggu di bandara.

"Bapak pulang aja, saya mau jemput mama saya di bandara."

Pada akhirnya, gadis itu pun menyerah dan mengatakan yang sebenarnya. Ini kalau dia berlama-lama, mamanya juga semakin lama menunggu.

Sontak, hal itu membuat senyum Ezel mengembang.

"Saya temenin kamu. Ayo!"

Zani menggeleng, menolak Ezel yang akan menemaninya. Gawat! Mamanya bisa-bisa semakin jadi mencoba mendekatkan dia dan Ezel, atau parahnya mungkin menyuruh dia kembali bersama Ezel.

"Gak usah, deh, Pak, barang Mama saya banyak."

Ezel berdecak, lalu berkata, "Justru barang mama kamu banyak saya temani kamu jemput mama kamu."

"Ngerepotin, Pak."

Ezel menggeleng cepat. Dia bahkan suka jika direpotkan oleh Zani. Bukankah itu menunjukkan bahwa dia peduli dan perhatian? Zani menghembuskan napasnya lelah, menolak pun juga sia-sia, Ezel pasti tetap memaksa. Alhasil, gadis itu pun pasrah, dia menyimpan helmnya ke dalam rumah, juga mengunci pintu rumahnya.

"Ayo, deh, Pak. Saya malas berdebat sama Bapak."

***

Senyum Afni mengembang saat melihat Zani datang bersamaan Ezel. Dia bahkan sampai meloncat kegirangan melihat kedua orang itu.

"Loh, bareng Ezel?" tanya Afni pura-pura lugu. Mata wanita paruh baya itu berbinar melihat kedatangan Zani dan Ezel.

Sedangkan Zani, hanya memutar bola matanya malas melihat kelakuan mamanya, dan Ezel tersenyum lebar sebagai jawaban atas pertanyaan Afni.

"Ma, gak kangen?" tanya Zani.

Afni tertawa kecil, dia merentangkan tangannya, meminta sang anak untuk memeluknya. Kemudian Zani langsung masuk ke pelukan mamanya, memeluk mamanya erat karena sudah seminggu lebih tak bertemu dengan mamanya.

"Gimana? Selama Mama ke Makassar kamu gak pernah buat masalah, 'kan?"

Pernyataan mamanya membuat Zani seketika melepaskan diri dari pelukan mamanya. Kenapa juga pertanyaan mamanya malah terdengar mencurigainya? Dia seperti anak berandalan saja yang ditinggal orang tuanya.

"Orang jarang keluar rumah," sahut Ezel membuat Afni langsung menepuk pundak anaknya berkali-kali.

Mata Afni beralih menatap Ezel, tersenyum pada Ezel, sehingga membuat Ezel mencium punggung tangannya. Entah kenapa, mamanya Zani itu lebih suka melihat Ezel dibanding melihat Ifzal. Namun, sampai sekarang dia sama sekali tak mengetahui alasan keduanya putus, padahal keduanya menjalin hubungan sudah sangat lama.

"Nak Ezel, apa kabar?"

"Baik, Tante," sahut Ezel tersenyum.

"Duh, Tante senang banget kamu bareng sama Zani lagi," ujar Afni membuat hati Ezel senang mendengarnya, bahkan pipi Ezel memerah hingga ke pipi.

Hati Afni sudah di dapatkan, sekarang tinggal memperjuangkan hati Zani yang masih dimiliki oleh Ifzal. Ezel yakin, dengan keadaan hubungan Zani dan Ifzal yang terlihat kurang begitu baik, dia bisa memiliki hati Zani lagi. Mungkin dia pernah menyakiti Zani sedalam mungkin, tapi Ifzal lebih menyakiti Zani.

"Ma, langsung ke mobil aja, ya? Malu dilihat banyak orang," sela Zani membuat Ezel langsung mengangkat barang bawaan Afni. Ada dua kardus dan satu koper berukuran sedang milik Afni.

Lalu ketiganya sama-sama melangkah ke parkiran bandara, di tempat mobil Ezel diparkiran. Namun, baru juga mereka sampai di parkiran mobil, Zani malah izin ke toilet.

"Jangan lama!" Pekik Afni malah tak dipedulikan Zani. Zani sudah berlari menuju toilet umum yang ada di bandara.

Gadis itu meninggalkan mamanya juga Ezel di sana. Ditinggal hanya berdua dengan ibu dari orang yang dia cintai, Ezel agak canggung, apalagi mengingat kalau dia dulu pernah menyakiti Zani. Waktu pertama kali bertemu dengan mama Zani setelah dua tahun pisah pun, Ezel merasa canggung, apalagi ini. Pria itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal, kemudian tersenyum kikuk pada Afni.

"Tante, gimana kalau masuk dulu di dalam?" tawar Ezel langsung dibalas anggukan kepala dari Afni. Setidaknya, kalau di dalam mobil, mereka bisa duduk seraya menunggu Zani dari toilet.

Setelah keduanya sudah berada di mobil, Ezel sibuk memainkan ponselnya, sedangkan Afni sibuk menatap jalan yang tadi dilalui Zani untuk ke toilet. Namun, wanita paruh baya itu melirik pada Ezel. Sejak kemarin, dia ingin sekali mengetahui alasan kedua anaknya pisah, tetapi Zani malah bilang kalau mereka sudah tak cocok. Ini tak masuk akal bagi Afni. Bagaimana bisa setelah dua tahun menjalin hubungan mereka malah tak cocok? Harusnya, itu menunjukkan mereka semakin cocok karena sudah lama bersama, ditambah lagi mereka sudah mengenal sifat satu sama lain. Dan yang lebih parah, Zani yang memutuskan Ezel, begitu cerita anaknya.

"Tante boleh tanya?"

Ezel yang mendengar itu pun langsung berhenti memainkan ponselnya, dia juga langsung menyimpan ponselnya di dashboard mobil.

"Boleh."

"Kamu sama Zani beneran putus karena gak cocok?"

Ezel terdiam. Tak cocok bukanlah alasan yang membuatnya dan Zani bisa berakhir. Apa Zani yang mengatakan pada Afni.

Ezel yang diam membuat Afni kembali bertanya, "Benar, kalau yang putusin kamu itu Zani?"

Sungguh, Ezel kini sudah tak tahu apa yang akan dia katakan pada Afni, yang jelas, semuanya tak benar.

***

Semoga kalian suka

Jangan lupa tinggalkan jejak

Bye bye

Revisweet [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang