Tiga Puluh Sembilan

4.5K 290 1
                                    

Malam ini, rumah Zani kedatangan Ezel di rumahnya, dan pria itu disambut oleh mamanya dengan senang hati. Mata mamanya berbinar melihat kedatangan Ezel di rumah, seolah-olah Ezel merupakan hal paling dia tunggu.

"Bapak datang?" tanya Zani.

Dulu mungkin nadanya jika Ezel datang ke rumah, pasti selalu ketus, tetapi ketika Ezel orang yang ada di saat dia sedih juga butuh, Zani sudah tak terlalu ketus sekalipun gadis itu masih menolak Ezel.

Ezel tersenyum, menanggapi pertanyaan Zani.

"Heh, orang bertamu, kok, malah ditanya kayak gitu," tegur mamanya membuat Zani meringis pelan.

Gadis itu menggaruk tengkuknya yang tentu tak gatal. Padahal hanya bertanya saja, tetapi mamanya malah berpikir hal yang lain. Afni menatap anaknya dengan garang, kemudian mencubit kecil paha Zani, lantaran dia merasa kalau anaknya tak sopan bertanya hal seperti itu pada tamu.

"Aduh, Ma." Zani meringis kesakitan, dia juga mengadu kesakitan lantaran mamanya mencubit kecil pahanya. Kemudian tangannya bergerak mengelus pahanya, mencoba menghilangkan rasa nyeri juga perih di sana.

Ezel yang melihatnya, hanya tersenyum kecil. Mama dan anak itu memang sering berdebat, Ezel dulu selalu melihat keduanya berdebat, jarang akur tetapi saling peduli.

"Maaf, Tante, aku datang malam gini," kata Ezel.

Afni tersenyum memaklumi, dia tahu kalau Ezel saat ini mencoba mendekati anaknya lagi. Wanita paruh baya itu juga tak masalah juga tak marah, dia malah lebih menyukai Ezel dibanding kekasih anaknya—Ifzal.

"Gak pa-pa, datang setiap malam mau ngapelin Zani juga gak masalah. Tante suka," tutur Afni membuat Zani melotot mendengar penuturan mamanya.

"Ma," protes Zani. Ini kenapa mamanya malah mendekatkan dirinya dengan Ezel. Jelas-jelas dia sudah memiliki kekasih. Yah, walaupun sedang ada masalah dengan kekasihnya, tetap saja dia masih memiliki kekasih.

"Sebenarnya malam ini mau ngajak Zani keluar. Boleh, Tante?" Izin Ezel pada Afni membuat mata Afni berbinar mendengarnya.

Mamanya Zani itu mengangguk cepat, mengizinkan anaknya untuk jalan berdua dengan Ezel malam ini. Dibanding dengan Ifzal, Afni lebih percaya pada Ezel.

"Boleh. Mau kemana emangnya?" tanya Afni membuat Ezel tersenyum.

"Mau ketemu seseorang," jawab Ezel membuat Afni tersenyum malu.

Ini yang mau ketemu seseorang Zani, tapi yang terlihat malu mamanya, bahkan mamanya terlihat salah tingkah. Wah, Zani merasa ini hal yang aneh.

"Ya udah, kalau gitu." Afni berdeham pelan, lalu melanjutkan perkataannya, menyuruh Zani untuk mengganti baju.

"Ganti baju sana. Pakai baju yang sopan, dandan juga, jangan terlalu tebal."

Zani mendengkus kesal. Kenapa mamanya malah terlihat begitu senang? Yang diajak jalan 'kan dia, bukan mamanya, tapi yang senang malah mamanya.

Walau kesal melihat mamanya yang begitu senang karena dia diajak Ezel jalan, Zani tetap pergi ke kamar untuk mengganti bajunya. Namun, gadis itu tak berdandan seperti yang mamanya katakan, dia hanya sekadar menggunakan bedak, lipbalm, dan parfum. Setidaknya dia tak begitu malu-maluin diajak Ezel bertemu seseorang, sekalipun dia masih belum tahu akan ketemu sama siap, tetapi gadis itu tak peduli.

***

Zani mengernyit heran saat melihat mereka kini berada di depan rumah pak Sultan. Katanya Ezel mereka akan bertemu seseorang, apa orang yang dimaksud Ezel itu pak Sultan? Gadis itu menoleh pada Ezel yang tengah melepaskan sabuk pengamannya, berharap Ezel mau menjelaskan hal ini padanya.

Ezel sadar kalau Zani kini tengah menatapnya, pun menoleh pada Zani. Mengerti akan tatapan Zani yang meminta penjelasan padanya, Ezel tersenyum kecil.

"Saya udah buat janji sama pak Sultan sore tadi, katanya malam ini datang ke rumahnya," jelas Ezel.

"Gak pa-pa, Pak?"

Zani merasa tak enak hati mendengar penjelasan Ezel. Dia hanya akan dikatakan memanfaatkan kedekatannya dengan Ezel. Ezel menggeleng menjawab pertanyaan Zani, dia sendiri yang ingin, jadi tentu saja tak apa-apa.

"Gak ngerepotin, Pak?" tanya Zani lagi.

"Enggak, Zani. Saya sendiri yang mau, jadi gak akan ngerepotin," ungkap Ezel tetap saja membuat Zani tak enak hati.

Zani merasa, dia sudah terlalu sering merepotkan Ezel. Gadis itu menggigit bibir bawahnya, menatap Ezel dengan penuh rasa bersalah karena sudah merepotkan pria itu. Pagi tadi Ezel mengantarnya ke kampus, kemudian siangnya menemaninya ke rumah pak Sultan, sorenya Ezel mengantar dia pulang, lalu malam ini kembali mengajaknya ke rumah pak Sultan untuk bertemu mengurus pendaftaran seminar proposalnya.

"Tapi saya gak enak hati, Pak. Udah ngerepotin banget."

Ezel terkekeh, bukannya membalas perkataan Zani, pria itu malah keluar dari mobil kemudian berputar untuk membukakan Zani pintu.

"Yuk, pak Sultan pasti udah nungguin dari tadi," ajak Ezel membuat Zani pun terpaksa turun.

Gadis itu benar-benar segan, apalagi dia dibawa ke rumah pak Sultan. Apa yang akan dikatakan pak Sultan padanya? Apalagi mengingat kalau dia pernah dimarahi pak Sultan. Ezel menarik tangan Zani menuju rumah pak Sultan, kemudian menunggu pak Sultan membukakan pintu untuk mereka.

Keduanya disambut hangat oleh pak Sultan dengan senyum lebar. Ezel menjabat tangan pak Sultan, begitu juga dengan Zani yang mencium punggung tangan pak Sultan sebagai bentuk hormat pada dosen itu.

"Masuk, Pak. Saya kira tadi belum mau datang," ujar pak Sultan menyilakan keduanya masuk.

Ezek tersenyum kecil, kemudian menarik Zani untuk masuk ke rumah pak Sultan. Keduanya sama-sama duduk di sofa ruang tamu, berhadapan dengan pak Sultan yang masih tersenyum lebar.

"Jadi ini, Pak? Mahasiswi bimbingan bapak yang mau mendaftar seminar proposal?"

Ezel berdeham, kemudian menjawab, "Iya, Pak. Ini mahasiswi bimbingan saya."

Pak Sultan malah mengerling jail melihat keduanya, sementara Zani hanya menunduk tak berani menatap wajah pak Sultan. Kalau dia melihat pak Sultan, dia jadi malu karena mengingat pernah dimarahi oleh dosen itu.

"Dek, gimana pak Ezel? Baik?" tanya pak Sultan pada Zani, bertanya perihal pendapat Zani tentang Ezel.

Zani pun mendongak, menatap pak Sultan dengan tersenyum canggung. Gadis itu tak begitu berani menatap pak Sultan. Namun, sifat pak Sultan kali ini berbeda dengan pak Sultan yang di kampus. Di kampus begitu killer, di rumah terlihat begitu ramah juga baik.

Ini benar-benar langka. Teman-teman se-jurusannya harus melihat ini.

"Baik, Pak," jawab Zani seraya tersenyum kikuk. Galak juga, terus labil. Zani melanjutkan perkataannya dalam hati, mengutarakan isi hatinya mengenai Ezel.

"Wah, pak Ezel emang baik. Banyak yang suka, tapi sampai sekarang masih jomblo," jawab pak Sultan diselingi dengan gelak tawa yang membuat Zani tersenyum kikuk.

"Jangan-jangan yang ditunggu dia, ya, Pak?" tanya pak Sultan malah dibalas dengan tawa juga oleh Ezel.

Hal itu sudah menjawab pertanyaan pak Sultan, bahwa Zani adalah orang yang dia tunggu-tunggu.

***

Alhamdulillah update lagi.

Jangan lupa tinggalkan jejak

Vote dan komennya aku tunggu

Bye bye

Revisweet [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang