"Hmm, apa?"
Pria itu meletakkan ponsel di telinga kiri, menerima panggilan dari orang di seberang sana dengan malas. Ifzal bahkan ogah-ogahan, malas berbicara dengan orang di seberang sana.
"Aku boleh minta tolong, gak?" tanya Citra membuat Ifzal menghela napasnya malas.
Ifzal saat ini tengah ada di kampus, menyusun revisi proposal skripsinya untuk mengurus surat izin meneliti. Dia ingin menyelesaikan secepatnya, hal itu juga dia lakukan untuk melupakan sejenak masalahnya dengan Zani yang sampai sekarang masih belum selesai. Mau meminta maaf, dia tak berani, mengingat Zani yang menyuruh untuk introspeksi diri.
"Apa lagi, sih? Aku sibuk," kata Ifzal.
Pria itu menegakkan tubuhnya, matanya terus menatap pada layar laptop yang menyala dengan menunjukkan proposal skripsinya. Pagi ini, di perpustakaan, dia baru saja mengetik satu halaman untuk revisi proposal skripsinya.
"Temenin aku ke rumah nenek, bisa? Hari ini nenek ulang tahun,"
Ifzal menghela napasnya malas. Pria itu berdecak kesal mendengar permintaan Citra. Tanpa mengucapkan apa-apa, Ifzal langsung mematikan sambungan telepon dan melanjutkan mengetik revisi proposal skripsinya.
***
Ruangan bagian umum di fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan cukup ramai oleh mahasiswa yang ingin meminta nomor surat juga cap di surat-surat penting milik mereka. Zani urung masuk untuk meminta nomor surat juga cap untuk suratnya. Semalam, Ezel membawanya bukan hanya ke rumah pak Sultan, tetapi juga ke rumah ketua jurusan, sehingga dia sudah meminta tanda tangan pada ketua jurusan. Mungkin seperti ini rasanya jika ada orang dalam.
Gadis itu memilih berdiri di depan pintu, menunggu mereka semuanya menyelesaikan urusan mereka, kemudian dia akan masuk jika ruangan sudah mulai lenggang.
Kurang lebih sepuluh menit dia menunggu, beberapa mahasiswa yang tadinya mengantri sudah keluar, Zani pun masuk ke dalam ruangan tersebut ketika melihat ruangan sudah mulai lenggang. Lalu ketika dia masuk, ada lagi mahasiswa yang keluar, membuat beberapa kursi kosong, sehingga dia bisa duduk di kursi tunggu itu.
Untuk meminta nomor surat juga cap, tak begitu lama, yang membuat lama tersebut adalah banyaknya surat yang akan ditulis dengan nomor surat juga dicap. Sebenarnya boleh juga meminta nomor surat lebih dulu, kemudian mengkopi surat tersebut lalu meminta cap, tetapi menurut Zani itu sangat lama, maka dari itu dia lebih memilih memperbanyak undangan seminar proposalnya.
Tak terasa, kini giliran Zani. Dia pun bangkit dari duduknya, lalu duduk tepat di depan staff pria yang mengisi nomor surat juga mencap. Gadis itu diam menunggu, tetapi matanya tak pernah lepas melihat undangan seminar proposalnya yang diisi dengan nomor surat.
"Saya ambil satu, ya, sebagai arsipnya," ucap staff bagian umum itu, dibalas dengan anggukan kepala oleh Zani.
Kemudian staff tersebut menyodorkan undangan seminar proposal Zani dan langsung diterima Zani dengan senyuman.
"Makasih, Pak."
"Iya. Jangan lupa satu kasih ke akma untuk minta SK ujiannya," peringat staff itu.
"Baik, Pak, sekali lagi makasih."
Gadis itu pun pamit keluar, dia akan ke akma untuk mengurus SK ujian seminar proposalnya dan pastinya dia akan bertemu dengan Fina. Mengingat Fina, membuat Zani ingat akan kejadian di mana dia menyindir operator akma jurusan itu kalau operator itu sangat kepo.
Dia meringis pelan, kemudian menggaruk belakang telinganya. Ini bagaimana? Ya Tuhan, bagaimana kalau operator akma itu dendam padanya sehingga dia dipersulit? Zani melupakan hal tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revisweet [TERBIT]
RomanceNomor Peserta: 081 Tema: Campus Universe Blurb : Judul skripsi Zani bermasalah, membuatnya harus berurusan dengan dosen pembimbing 1 yang juga merupakan mantan kekasihnya. Parahnya, Zani berkali-kali revisi hingga membuatnya mual melihat banyaknya p...