Dua Puluh

5K 307 5
                                    

Pak Ezel
Zani, sudah sembuh? Demamnya sudah turun?

Pesan masuk dari Ezel membuat Ifzal yang ada di samping Zani menatap Zani tajam. Ponsel Zani ada di Ifzal saat ini, niatnya tadi ingin bermain Instagram di ponsel Zani, tapi di ponsel Zani masuk pesan dari Ezel. Mood-nya untuk bermain Instagram jadi hilang.

Hari ini adalah hari keempat Zani ditinggal mamanya ke Makassar, gadis itu juga sudah sehat dan bisa beraktifitas seperti biasa. Hanya saja, hari ini Ifzal melarangnya beraktifitas, bahkan Ifzal juga yang menjaganya hari ini.

"Kamu kenapa, sih?"

Ifzal memutar bola matanya malas. Harusnya Zani tahu alasan dia marah. Hal yang memabuat Ifzal sering marah dengan Zani adalah Ezel. Ezel itu perlu dimusnahkan di muka bumi ini, agar tak mengganggu hubungannya dan Ezel.

"Mantan kamu nge-chat," jawab Ifzal.

"Terus?"

"Ck, kamu kok gak peka banget sih, Beb. Aku tuh gak suka dia nge-chat kamu, segala nanya kabar kamu lagi."

Zani tertawa, kekasihnya ini begitu cemburuan. Apa dia pikir Zani akan berpaling? Zani tak akan berpaling kecuali Ifzal berbuat kesalahan besar padanya.

"Ya gak usah dibalas," balas Zani dengan santainya.

Ifzal menggeram kesal. Pria itu langsung menonaktifkan fitur data seluler di ponsel Zani, kemudian memberikan ponsel itu pada si empunya. Sungguh demi apapun, dia ingin sekali menghajar wajah Ezel kalau Ezel ada di sini, apalagi mengingat dua hari yang lalu Ezel meminta  Zani padanya. Sampai kapan pun, Ifzal tak akan melepaskan Ezel, kecuali Zani yang meminta untuk mengakhiri hubungan mereka.

Egois, Ifzal memang egois. Dia tak ingin miliknya diambil orang.

"Nomornya hapus aja."

Zani menggeleng. Dia tak mungkin menghapus nomor dosen pembimbingnya yang pastinya begitu penting untuk dihubungi. Kalau Ezel bukan dosen pembimbingnya, mana mungkin Zani mau menyimpan nomor Ezel di ponselnya.

"Nanti dia caper sama kamu, Beb."

"Ya Tuhan, Beb, pak Ezel itu dosen pembimbing aku, gimana nanti aku hubungi dia."

Kesal mengetahui akan fakta itu, Ifzal mendengkus kasar. Kenapa Ezel begitu mengusik hubungannya dan Zani?

***
Pagi tiba, Zani benar-benar sudah baikan saat ini, dan kini dia sudah kembali ke kampus untuk bimbingan dengan Ezel. Gadis itu memarkir motornya tepat di parkiran khusus motor di kampus, di sampingnya gedung rektorat kampus.

Zani sengaja memarkirkan motornya di samping gedung rektorat , karena gedung itu dekat dengan gedung dosen. Setelah melepaskan helmnya, Zani melangkah menuju gedung dosen. Kali ini, gadis itu memilih untuk lewat pintu belakang, hal itu membuatnya langsung bisa melihat Ezel yang kini tengah membimbing salah satu mahasiswa. Zani pun memutuskan untuk duduk di sofa yang memang di sediakan di gedung dosen untuk menunggu.

Mata gadis itu tak pernah lepas melihat Ezel yang bimbingan, takut-takut nanti Ezel keluar saat mahasiswa itu selesai bimbingan. Zani dapat mendengar apa saja yang dikatakan Ezel, karena jarak sofa dan meja Ezel hanya berjarak satu baris meja saja.

Tak sampai sepuluh menit dia menunggu, mahasiswa itu selesai bimbingan. Zani langsung berdiri dan menghampiri Ezel yang baru saja membuka laptopnya.

"Pagi, Pak."

"Zani?" lirih Ezel. Dalam hati, pria itu senang karena Zani kini sudah baik-baik saja, cuma ada sedikit rasa kesal pada Zani karena tidak membalas pesannya semalam.

"Saya mau bimbingan, Pak," ujar Zani.

Suara gadis itu memang terdengar masih agak lemas juga serak, tapi dia memang sudah baik-baik saja. Ezel mempersilakan Zani duduk, kemudian menerima proposal skripsi Zani.

"Udah sehat?" tanya Ezel. Mata pria itu memancarkan kekhawatiran, Zani dapat melihatnya, begitu juga dengan ekspresi Ezel yang begitu terlihat khawatir pada Zani yang sudah ke kampus.

Pertanyaan Zani dijawab dengan anggukan kepala dari Zani. Kalau dia belum sehat, tak mungkin dia datang ke kampus untuk bimbingan.

"Masih demam, gak?"

Refleksi, Ezel meletakkan punggung tangannya di kening Zani untuk mengecek suhu tubuh Zani. Barangkali Zani hanya berbohong perihal kesehatannya.

"Ba-bapak ngapain?" tanya Zani dengan nada yang agak tinggi. Pasalnya, Ezel begitu refleks menyentuh keningnya, membuat gadis itu terkejut. Jantungnya juga berdetak kencang, takut ada yang melihat dan berpikir hal aneh.

"Saya cuma mau mengecek kondisi kamu," ungkap Ezel.

"Saya udah sehat, Pak," balas Zani. Gadis itu menelan ludahnya kesusahan, lantaran Ezel.

Ezel sudah tak membalas. Pria itu membuka proposal skripsi Zani yang kemarin sempat dia perbaiki di laptop Zani juga dia print. Merasa memang tak ada lagi kesalahan di proposal skripsi Zani, Ezel pun menandatangani pengesahan proposal skripsi Zani.

"Proposalnya saya ACC, langsung daftar seminar proposal dengan sekretaris jurusan."

Senyum Zani mengembang, dia tak menyangka kalau proposalnya ACC hari ini. Di tengah-tengah kebahagiaan Zani, Ezel bertanya kepada Zani.

"Semalam kenapa chat saya gak dibalas? Terus cuma diread doang."

Zani menggaruk tengkuknya, dia tak mungkin mengatakan pada Ezel kalau semalam ponselnya ada bersama Ifzal, dan yang membaca pesan dari Ezel adalah Ifzal. Gadis itu tak menjawab, tapi dia memilih menyodorkan buku konsultasi skripsinya untuk Ezel.

"Saya nanya sama kamu, Zani."

"Gak kenapa-kenapa, Pak," balas Zani.

"Kamu dendam sama saya, ya, karena chat kamu gak pernah saya balas?"

"Ya kali, Pak."

Tapi sebenarnya, Zani juga dendam dengan Ezel karena pesannya jarang dibalas, paling seringnya juga hanya dibaca saja. Hal itu kadang membuat Zani kesal dan ingin sekali membalas perbuatan Ezel. Sayangnya gadis itu tak bisa, mengingat Ezel adalah dosen pembimbingnya yang pasti proposal skripsinya bisa saja terhambat.

"Tawaran saya yang kemarin-kemarin masih berlaku, Zani," ujar Ezel sama sekali tak mengambil buku konsultasi skripsi Zani.

Zani tak peduli dengan perkataan Ezel, dia malah menyodorkan buku konsultasi skripsinya pada Ezel dan Ezel tak menerimanya.

"Saya bisa bahagiakan kamu, Zani, kalau kita menikah."

Zani menghela napasnya, dia tak suka mendengarnya. Ezel harus sadar kalau dia sudah memiliki kekasihnya.

"Ifzal lebih baik daripada Bapak," ujar Zani menolak ajakan untuk menikah dari Ezel.

"Gak ada yang lebih baik dari saya."

"Ya udah, kalau gitu saya gak akan nikah."

"Kamu mau jadi perawan tua?"

"Daripada nikahnya sama Bapak, mending jadi perawan tua."

"Ya udah, kamu juga bakal jadi mahasiswi tua di sini."

"Pak," rengek Zani.

"Proposal skripsi kamu batal saya ACC, revisi ulang. Masih banyak yang kurang."

Zani mencibir, dosen pembimbingnya ini mungkin lebih pendendam dibandingkan dirinya. Ya kali dia disuruh untuk revisi lagi di saat pengesahan proposal skripsinya telah ditanda tangani.

"Gak profesional banget, Pak," cibir Zani membuat Ezel menggeram.

***

Akhirnya selesai juga bab 20 ini. Hari ini ada
wisuda tadi. Gak lama sih wisudanya, tapi capek banget, duduk lama plus berdiri juga lama nungguin giliran foto di stand foto. Mana kaki pegel karena pakai high heels. Tapi untung selesai juga.

Jadi jangan lupa tinggalkan jejak. Support terus aku di cerita ini. Kalian juga bisa baca cerita aku yang lain selama nungguin update Revisweet.

Bye bye

Revisweet [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang