Ezel memelankan laju mobilnya kala dia melewati halte busway, pria itu melihat keberadaan Zani yang berteduh di antara banyaknya orang, tengah memeluk tasnya erat seraya menunduk. Ezel mengernyit heran, perasaan tadi di kampus dia melihat Zani pulang naik mobil bersama seorang pria, tapi sekarang kenapa malah berakhir di halte busway?
Pria itu menghentikan mobilnya di pinggir jalan, tepat di depan halte busway, tetapi Zani sama sekali tidak menyadari mobilnya berhenti di depannya. Ezel mengambil payung yang memang selalu dia bawa sekalipun dia mengendarai mobil di jok belakang, kemudian keluar untuk menghampiri Zani.
Ezel berhenti tepat di depan Zani. Sedangkan Zani, melihat ada seseorang yang berhenti di depannya, membuat gadis itu mendongak. Mata Zani mengerjap berkali-kali, seakan tak percaya melihat Ezel yang kini ada di hadapannya.
"Kenapa di sini? Bukannya tadi pulang pakai mobil?" tanya Ezel pelan. Dia sudah tak peduli dengan orang-orang di sana yang melihat mereka, saat ini Ezel lebih memikirkan Zani yang malah berakhir di halte busway.
"Pak Ezel ngapain di sini?"
Zani tak langsung menjawab, melainkan bertanya perihal keberadaan pria itu di sini.
Namun Ezel, tak juga menjawab pertanyaan Zani, dia malah berkata, "Ke mobil, yuk, saya anterin pulang."
Zani menggeleng, menolak tawaran Ezel yang akan mengantarnya pulang. Dia tak ingin berdekatan dengan Ezel di luar kampus, selain itu juga tak ingin nantinya malah kembali teringat dengan masa lalu mereka yang cukup menyedihkan. Masa di mana Zani terpuruk akibat papanya yang korupsi dan ditambah lagi dengan Ezel yang memutuskan hubungan mereka secara sepihak.
"Zani, ini hujan deras, gimana nanti kalau hujannya gak berhenti sampai malam? Kamu bisa-bisa sakit," ucap Ezel memperingati Zani.
"Gak usah, Pak. Saya nungguin hujan reda aja, atau saya bisa pesan ojek online nanti."
Ezel menatap Zani dengan tatapan memelas. Menunggu hujan reda? Sampai kapan? Tak ada tanda-tanda kalau hujan akan reda, bahkan semakin deras saja. Ojek online juga mustahil mau menerima orderannya, sementara sekarang waktu menunjukkan pukul setengah enam sore dan sebentar lagi malam akan tiba.
"Nantinya itu kapan, Zani? Hujan semakin deras, ini juga udah mau malam. Ayo, saya anterin kamu pulang," bujuk Ezel. Sungguh, pria itu tak ingin Zani kenapa-kenapa.
"Pak, saya bisa nunggu hujan reda, atau saya bisa telepon pacar saya nanti."
Ezel menggeram kesal. Zani kenapa begitu keras kepala? Pria itu yakin, pria yang tadi dengan Zani adalah kekasih Zani. Zani bukan gadis yang sembarang menerima tawaran untuk diantar pulang kalau bukan dengan orang yang betul-betul dia kenal.
"Emang pacar kamu mau jemput kamu di saat hujan deras kayak gini? Saya yakin, Zani, pasti laki-laki yang tadi bersamamu di kampus itu pacarmu."
Zani menelan ludahnya kesusahan, dia pikir Ezel tak mengetahui siapa kekasihnya. Gadis itu mengalihkan perhatian ke arah lain. Dia tak bisa berbohong perihal Ifzal.
"Dia bahkan tega nurunin kamu di pinggir jalan," lanjut Ezel.
Tak ada balasan dari Zani, suasana begitu hening dan hanya ada suara hujan yang terdengar. Begitu juga dengan orang-orang yang lebih sibuk dengan ponselnya. Ezel melirik orang-orang itu satu per satu. Dia tersenyum, bermaksud memohon maaf karena sudah berisik di dekat mereka.
"Zani, ayo, gak enak diliatin banyak orang," ucap Ezel menarik Zani lembut.
Zani pun menghela napas pasrah. Dia melupakan keberadaan orang yang juga berteduh di halte busway ini. Gadis itu pun mengikuti Ezel yang membawanya masuk mobil, dengan tubuhnya yang dipayungi Ezel, sementara tubuh Ezel tak sepenuhnya terlindung dengan payung. Ketika Zani sudah masuk di mobil, Ezel juga menyusul masuk ke mobil bagian kemudian.
Tubuh pria itu basah walau tak keseluruhan, tapi pastinya dia merasa dingin. Akan tetapi, pria itu tak memedulikan rasa dingin yang menusuk hingga ke tulang, dia bahkan mengambil jaket yang ada di jok belakang, kemudian memberikan pada Zani.
"Kamu pasti kedinginan. Jaketnya dipakai."
Tangan Ezel terulur menyodorkan Zani jaket, sedangkan Zani hanya melihat saja dan tak mengambilnya. Gadis itu melihat tubuh Ezel yang basah karena hujan. Dibanding dia, Ezel yang lebih membutuhkan jaket itu, bukan Zani.
"Gak usah, Pak. Pak Ezel aja yang pakai, nanti Bapak sakit," tolak Zani.
Ezel menghela napasnya. Zani seperti membangun benteng yang sangat tinggi juga kokoh hingga Ezel tak bisa menghancurkannya. Tadi saja dia hanya memaksa Zani agar mau dia antar pulang.
"Jangan pikirkan saya. Kamu lebih butuh. Saya dari tadi di mobil, sedangkan kamu di luar," ucap Ezel seraya memakaikan Zani jaket.
Tak bisa melawan Ezel, Zani pun kembali pasrah. Tetapi gadis itu mengambil alih jaket yang tadinya dipakaikan Ezel padanya, kemudian memakai jaketnya dengan benar. Rasa hangat di kulitnya membuat Zani merasa begitu nyaman, dia juga jadi mengantuk. Memang, ya, saat hujan seperti ini, tidur adalah hal yang paling menyenangkan.
Tapi gadis itu tak boleh tidur, dia harus menunjukkan pada Ezel alamatnya, mengingat Ezel yang tak mengetahui alamat rumah barunya.
"Kenapa dia bisa turunin kamu di pinggir jalan?" tanya Ezel. Pria itu juga mulai menyalakan mesin mobil dan mulai bergerak membelah jalanan yang sepi karena hujan deras.
Zani diam, membuat Ezel menoleh padanya. Ezel sadar, pertanyaannya barusan salah, dia malah membuat Zani sakit hati. Ezel menggaruk tengkuknya, merasa bersalah, tetapi tak bisa mengucapkan maaf, yang ada nanti Zani malah berpikir dia aneh.
"Kamu udah makan?"
Alhasil, Ezel memilih mengalihkan pembicaraan mereka dibanding kembali bertanya pada Zani alasan dia diturunkan kekasihnya di pinggir jalan.
""Gimana kalau kita mampir di—"
"Sahabat dia mau makan ketoprak, tempatnya berlawanan arah dari rumah saya, jadi saya minta diturunkan di halte busway tadi," ujar Zani memotong perkataan Ezel dan tentunya gadis itu berbohong.
Ezel mengetahui kalau Zani berbohong. Pernah menjalin hubungan dengan Zani, membuat Ezel tahu tingkah gadis itu kala berbohong. Zani tak berani menatap lawan bicara, sebaliknya, dia lebih memilih menatap lurus ke depan agar diketahui kalau dia tengah berbohong. Ezel tahu. Namun, pria itu memilih diam daripada bertanya lebih jauh dan akan membuat Zani marah.
"Pak, di depan itu ada lorong, nanti belok," kata Zani membuat Ezel mengangguk. Dan Ezel juga tahu, kalau Zani ingin mengalihkan pembicaraan mereka.
Ketika mereka sudah berbelok di lorong yang ditundukkan Zani tadi, Ezel melirik pada Zani dan bertanya, "Rumah kamu yang mana?"
"Lurus aja terus, sampai Bapak nemu rumah yang satu-satunya cat warna hijau, di depannya ada toko roti."
Ezel pun mengikuti arahan Zani, lurus turus hingga dia menemukan rumah bercat hijau juga di depannya ada toko roti dan di depan toko roti tersebut ada neon box bertuliskan Zani Bakery. Rumah Zani tak seperti dua tahun yang lalu, bertingkat dua serta memiliki halaman yang luas. Sekarang, rumah Zani sederhana, halaman tak begitu luas tetapi asri karena banyak tanaman. Rumahnya juga tak memiliki pintu gerbang tinggi yang menjulang, melainkan hanya pagar dari kayu yang menjadi penghalangnya.
"Makasih, Pak, udah anterin saya pulang."
Ezel yang tadinya fokus ke rumah Zani, pun mengalihkan perhatiannya pada Zani. Gadis itu kini tengah membuka jaket yang tadi dia pakai.
"Jaketnya pakai aja, payung ada di belakang, kamu pakai aja, nanti kamu basah, hujan masih deras."
"Gak pa-pa?"
Ezel mengangguk. Mana mungkin dia membiarkan Zani basah?
Ketika Zani hendak keluar, Ezel pun berkata, "Kalau dia gak bisa bahagiain kamu, kembali sama saya. Saya bakal bahagiain kamu."
***
Kalian kalau punya pacar kayak Ifzal dan mantan kayak Ezel, lebih pilih siapa?
Jangan lupa tinggalkan jejaknya yawww
Bye bya
![](https://img.wattpad.com/cover/313239102-288-k660593.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Revisweet [TERBIT]
RomanceNomor Peserta: 081 Tema: Campus Universe Blurb : Judul skripsi Zani bermasalah, membuatnya harus berurusan dengan dosen pembimbing 1 yang juga merupakan mantan kekasihnya. Parahnya, Zani berkali-kali revisi hingga membuatnya mual melihat banyaknya p...