Dua Puluh Lima

4.3K 310 12
                                    

Zani menghembuskan napasnya pelan ketika dia memasuki gerbang Fakultas Teknik, fakultas Ifzal menempuh pendidikan. Di mana letak fakultas teknik dan fakultas pendidikan dan ilmu keguruan memang bersebalahan.

Hari ini, Zani ke kampus untuk menghadiri seminar proposal kekasihnya. Selain itu, Zani juga akan mendaftar seminar proposal dengan sekretaris jurusan hari ini. Bersyukur mamanya pulang tepat waktu, jadi dia bisa mendaftar secepatnya.

Ransel yang dia gunakan begitu berat, tetapi gadis itu tak bisa meninggalkan di parkiran atau dititipkan dengan teman-temannya. Parkiran cukup jauh dari gedung fakultasnya, sementara teman-temannya juga sibuk dengan urusan mereka masing-masing.

Di tangan gadis itu juga ada buket snack yang sudah dia buat semalaman dan akan diberikan pada Ifzal. Zani celingak-celinguk, barangkali mendapatkan teman-teman sekelas Ifzal dan bisa meminta tolong untuk diantar ke ruang ujian. Namun, nihil, Zani sama sekali tak menemukan satu pun teman-teman Ezel.

Karena tak tahu di mana letak ruang ujian di fakultas teknik ini, Zani pun bertanya pada mahasiswa yang kebetulan lewat di depannya. Namun, matanya tak sengaja melihat Citra yang naik ke lantai dua. Hal itu membuat Zani urung bertanya dan meminta maaf pada mahasiswa yang tadi.

Gadis itu berlari, mengikuti Citra dari belakang. Dia yakin, Citra pasti ingin ke ruang ujian Ifzal. Benar saja, Citra berhenti di depan ruangan yang kini tertutup rapat, bahkan Citra melihat di jendela serta tersenyum manis.

Zani menarik kursi lipat yang ada tak jauh dari tempatnya, kemudian duduk di sana. Buket snack yang dia bawa diletakkan pelan-pelan, takut kalau itu rusak, apalagi mengingat perjuangannya dalam membuat buket tersebut. Gadis itu mengeluarkan ponselnya, berniat menelepon Thalia, tetapi Thalia sudah meneleponnya dulu.

"Lo di mana, Anting?"

Baru juga Zani mengangkat panggilan telepon Thalia, orang di seberang sana sudah bertanya disertai dengan umpatan, bahkan salam atau sapaan pun tak ada. Suara Thalia juga begitu keras, memekakkan telinga Zani, membuat Zani menjauhkan ponsel dari telinganya.

"Zan, gue dari tadi udah keliling gedung fakultas tapi gak nemu lo. Lo di mana?" tanya Thalia lagi. Zani yakin, dua sahabatnya pasti kesal karena tak menemukan Zani di fakultas mereka, mengingat dia meminta kedua sahabatnya untuk menemani mendaftar seminar proposal.

"Maura udah misuh-misuh, nih. Katanya kalo lo gak datang, dia pulang aja," lanjut Thalia.

Zani terkekeh, kemudian membalas perkataan Thalia, "Gue di fakultas teknik."

"Ngapain lo jauh-jauh main ke teknik? Di fakultas sendiri juga bisa."

"Cowok gue sempro hari ini, jadi mau nungguin terus daftar sempro sama pak Sultan."

Tak ada balasan dari Thalia, Zani memilih diam karena mendengar percakapan antara Thalia dan Maura yang kayanya akan menyusulnya.

"Gue sama Maura otw, lo di mananya?"

"Lantai dua, gedung A."

Setelahnya, Thalia mematikan sambungan teleponnya dan Zani pun diam menunggu.

Tak sampai lima belas menit Thalia mematikan sambungan telepon, Thalia dan Maura telah sampai di gedung A lantai dua, bertepatan dengan Ifzal yang keluarga dari ruang ujian.

Zani yang melihat kekasihnya keluar dari ruang ujian berniat menghampiri, tetapi urung saat melihat Ifzal memeluk Citra erat. Dia membiarkan Ifzal memeluk Citra, mencoba untuk mengerti akan diri Ifzal. Dia tahu, selama mengurus pendaftaran seminar proposal, yang menemani kekasihnya itu Citra bukan dirinya.

Ketika Ifzal melepaskan pelukannya dengan Citra, Zani menghampiri keduanya dengan senyum lebar. Dia senang, akhirnya sang kekasih selesai juga di tahap pertama untuk mencapai gelar, masih ada beberapa tahap lagi.

"Ifzal, happy —"

Tak sampai selesai Zani mengucapkan selamat pada Ifzal, teman-teman Ifzal yang menjadi peserta seminar proposal Ifzal kali ini berteriak dari dalam ruangan, memanggil Ifzal untuk berfoto.

"Foto dulu, Za, sama calon ibu negara."

Zani tersenyum malu, dia jadi salah tinggal, berpikir kalau yang dimaksud calon ibu negara itu adalah dirinya. Namun, melihat Citra yang ditarik Ifzal ke dalam ruangan kemudian berfoto berdua dengan Citra, Zani sadar, yang dimaksud sebagai calon ibu negara itu bukan dia, melainkan Citra.

Gadis itu tersenyum miris, merasa kalau dia tak ada gunanya menunggu Ifzal ujian, dia sama sekali tak dianggap. Padahal dia tadi sudah berada di depan Ifzal, tetapi kekasihnya itu malah tak peduli.

Di tempat lain, Maura dan Thalia yang melihat itu pun kesal. Maura tak berkata apa-apa, tapi langsung menghampiri Zani dan menarik tangan Zani agak kasar. Gadis itu benci melihat sahabatnya diabaikan, benci juga melihat Zani yang hanya diam melihat orang-orang di dalam sibuk berfoto bersama tanpa mengajak Zani.

Ifzal benar-benar keterlaluan, dia sama sekali tak mengajak Zani ikut juga. Setidaknya, anggap Zani ada, mereka rasa itu sudah cukup.

"Mending kita ke fakultas kita aja, ngurusin pendaftaran seminar proposal lo. Ditunda-tunda, nanti lo wisudanya juga tertunda juga," tutur Maura menarik Zani keluar dari area fakultas teknik.

Jika Maura menarik Zani pergi dari sana, berbeda dengan Thalia. Gadis itu menarik buket snack yang ada di tangan Zani saat Zani dan Maura melewatinya, kemudian menghampiri orang-orang yang ada di dalam ruang ujian itu.

Zani mungkin marah, tapi memilih diam dibandingkan marah pada Ifzal yang berakibat fatal pada hubungan mereka. Kalau Zani tak bisa marah secara langsung pada Ifzal, maka Thalia lah yang mewakilkan, apa mereka kira Thalia takut?

Buket snack di tangannya langsung dia lempar ke wajah Ifzal, membuat sesi foto bersama mereka terhenti, terutama Citra yang memekik karena terkejut melihat tingkah laku Thalia yang tiba-tiba. Semua orang terkejut, tak menyangka kejadian seperti ini terjadi. Semua mata tertuju pada Thalia yang kini menatap Ifzal tajam. Thalia juga dulu berteman dekat dengan Ifzal sama seperti Ifzal dulu berteman dekat dengan Zani, tapi dia tak menyangka kalau sifat Ifzal seburuk ini. Tak menghargai perjuangan orang lain.

Gadis itu tahu, buket snack tadi pasti buatan Zani. Sahabatnya yang satu itu memang sangat kreatif, sayangnya usahanya tak dihargai oleh Ifzal dan untuk membuat Ifzal menghargai itu, Thalia memilih nekat melempar buket snack itu di depan wajah Ifzal, biar Ifzal sadar.

"Anjing lo! Zani udah capek-capek buat tapi lo malah gak hargai. Hati lo di mana, sih?"

Napas Thalia memburu, mata gadis itu masih tetap menatap Ifzal tajam.

"Apa-apaan, sih, lo?"

Thalia memutar bola matanya lelah, melihat Ifzal yang begitu naif. Apa Ifzal hanya menjadikan Zani sebagai rumah singgahnya saja? Kemudian di saat dia bahagia, dia kembali ke rumahnya yang sebenarnya.

"Lo kalau gak ada perasaan apa-apa sama Zani, mending lepasin aja, dia gak bahagia sama lo. Kalau tahu seperti ini, Za, gue gak akan izinin Zani sama lo," pungkas Thalia meninggalkan semuanya. Dia tak peduli, dengan teman-teman Ifzal yang terus melihatnya, yang dia pedulikan adalah perasaan sahabatnya.

***

Dendam kalian sama Ifzal udah dibales Thalia, jadi tenang aja.🤭

Btw, giveaway di ig @huzaifahsshafia masih berlangsung loh

Jangan lupa tinggalkan jejak

Bye bye

Revisweet [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang