Dua Puluh Enam

4.3K 296 9
                                    

"Kalau gue tahu Ifzal kayak gitu banget sama lo, gue gak bakal jodoh-jodohin lo sama dia," gerutu Thalia.

Pasalnya, dulu saat Zani dan Ifzal pendekatan, dia adalah orang yang paling mendukung keduanya dan sekarang dia menyesal karena telah membuat Zani sakit hati. Ifzal benar-benar keterlaluan. Dia harus diberi pelajaran.

"Nyesel gue, Zan," imbuh Thalia. Dia merasa bersalah karena telah membuat Zani menderita akibat Ifzal. Lantas, kenapa Ifzal mengajak Zani menjalin hubungan kalau ujung-ujungnya dia lebih dominan kepada Citra?

Thalia benar-benar membenci laki-laki seperti Ifzal. Padahal Zani sudah begitu baik, Zani sudah melakukan apapun yang terbaik untuk Ifzal. Sayangnya semua apa yang dilakukan Zani malah tak dihargai, dilihat pun juga tidak. Kini, Thalia berpendapat, kalau Zani dan Ifzal tak cocok, benar-benar tak cocok.

"Udah kali. Si Zani juga pasti gak akan diam aja liat itu," sela Maura membuat Thalia memutar bola matanya malas.

Masalahnya, Ifzal adalah kelemahan Zani. Zani mungkin yang paling pendendam di antara mereka bertiga, tapi kalau itu sudah menyangkut Ifzal, maka Zani lemah. Bukankah sahabat bucin mereka ini payah? Dengan dosen killer seperti Ezel berani, tapi dengan Ifzal malah tak berani.

"Masalahnya, Zani ini bucin," balas Thalia.

Kesal mendengar kedua sahabatnya yang malay berdebat perihal dirinya, Zani pun berkata, "Udahan bisa gak, sih? Lo berdua mending bantuin gue buat daftar sempro. Itu lebih penting dibandingkan sama kejadian."

Mungkin mulut Zani berkata hal seperti itu, seolah-olah tak memedulikan perihal Ifzal yang lebih memilih memeluk Citra dibandingkan menghampirinya. Namun, hati gadis itu menjerit, bertanya pada diri sendiri, apa yang kurang dari dirinya. Zani mencoba melupakan kejadian tadi, dia lebih memilih mengutamakan pendaftaran seminar proposal.

Kedua sahabatnya sama-sama menghela  napas. Benar kata Zani, daftar seminar proposal lebih penting dibandingkan kejadian tadi, apalagi mengingat target mereka bertiga yang akan lulus bersama di tahun ini.

"Formulir pendaftaran mana?" tanya Thalia pada Zani.

"Ada, nih, di tas gue."

"Persyaratannya semuanya udah?" kali ini, yang bertanya adalah Maura.

Zani tak menjawab, tetapi gadis itu memilih mengeluarkan semua persyaratannya dari tas, memperlihatkan pada kedua sahabatnya kalau semua persyaratannya sudah disiapkan.

Tangan Thalia bergerak mengambil formulir pendaftaran seminar proposal yang menang berada di paling atas, matanya melotot melihat formulir Zani yang ternyata belum diisi sama sekali.

"Heh, ini lo mau daftar ujian formulirnya malah gak diisi," pekik Thalia membuat Zani mengernyit heran, kemudian mengambil formulir yang ada di tangan Thalia.

Benar saja, formulirnya sama sekali belum dia isi. Terlalu sibuk memikirkan persyaratan yang cukup menguras uang, membuat Zani jadi lupa mengisi formulir pendaftaran seminar proposal.

"Isi dulu, Zan. Duh, ini juga lo perlu minta tanda tangan dosen penasehat akademik dan dosen pembimbing lagi. Ayo, cepetan, sebelum waktu pelayanan ditutup," cecar Thalia.

"Ck, cerewet lo. Habis shalat Zuhur juga pelayanan dibuka," tukas Maura.

Thalia menyengir mendengar perkataan Maura. Dia hanya tak ingin Zani menunda terlalu lama.

"Ya udah, kalau gitu temenin gue ketemu sama dosen PA¹ gue."

"Mampus lo, dosen PA lo rektor."

Dosen PA atau penasehat akademik merupakan tenaga pengajar tetap yang diberi tugas oleh Program Studi untuk kegiatan pengarahan, bimbingan, dan konsultasi akademik kepada mahasiswa dalam rangka mencapai prestasi studi yang optimal. Proses kepenasehatan akademik dilakukan melalui proses komunikasi antara DPA dengan mahasiswa bimbingan yang dapat dilaksanakan, antara lain, secara online melalui layanan Sistem Informasi Akademik (SIA), tatap muka, maupaun dilaksnakan melalui alat komunikasi lainnya.

Revisweet [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang