Dua Puluh Dua

4.3K 313 4
                                    

Jadwal rutin Zani setiap weekend pastinya akan menjenguk papanya di rutan, setelah itu dia akan memilih rebahan hingga sore. Dibanding keluar untuk menghabiskan uang, Zani lebih suka rebahan di ranjang empuknya.

"Papa sehat?" tanya Zani ketika papanya baru saja duduk.

Andika—papa Zani—mengelus puncak kepala Zani lembut, lalu tersenyum pada anaknya.

"Sehat."

Zani ikut tersenyum. Mendengar kabar papanya yang sehat sudah cukup membuatnya bahagia. Sayangnya, papanya masih cukup lama keluar dari penjara ini. Papanya dijatuhi hukuman enam tahun penjara dan denda yang cukup banyak. Alhasil, Zani dan mamanya perlu menjual barang-barang pribadi dan masih banyak lagi.

"Oh iya, mama titip salam, soalnya lagi ada di Makassar jengukin nenek," ucap Zani lagi.

Andika hanya mengangguk. Pria paruh baya itu tak tahu caranya berkomunikasi dengan anak yang sudah dia sakiti. Andika sadar, kalau perbuatannya membuat sang anak mendapatkan banyak hinaan dari orang-orang sekitar. Namun, Zani hanya diam tanpa mau bercerita padanya. Dia menatap wajah Zani dengan sesama, guratan lelah sangat terlihat jelas di wajah anaknya. Apa saja yang dilalui anaknya selama kuliah?

Andika merutuki kebodohannya, seandainya dia tak korupsi, mungkin dia bisa melihat bagaimana hari-hari anaknya menjalani perkuliahan, melihat bagaimana perjuangan anaknya mendapatkan gelar.

"Aku bawa telur balado sama tumis kangkung, kita makan bareng ya, Pa."

Andika mengangguk, lalu berkata, "Zani kalau capek gak usah sering-sering jenguk Papa pas hari Minggu. Sekali sebulan juga gak pa-pa."

"Ya kali, Pa, Zani kalau kangen gimana?"

"Tapi waktu istirahat kamu terganggu."

Zani berdecak tak suka mendengar perkataan papanya. Justru melihat papanya di rutan malah membuat dia semakin bersemangat, bahkan masalah dia yang belum memiliki uang untuk daftar seminar proposal terlupakan.

"Pulang dari sini 'kan bisa istirahat. Aku juga di rumah cuma rebahan, kok, Pa," balas Zani seraya menyengir. Walau begitu, tangannya tetap bergerak mengambilkan papanya nasi juga telur balado serta tumis kangkung.

"Lagian, proposal skripsi aku juga udah diACC sama dosen pembimbing, tinggal daftar ujian aja," imbuh Zani.

Gadis itu menyodorkan sepiring makanan yang tadi sudah dia sendok untuk papanya, kemudian dia juga menyendok untuk dirinya sendiri.

"Daftarnya pasti butuh uang besar, 'kan?" tanya Andika. Dia benar-benar merasa bersalah.

"Gak juga, cuma fotokopi aja yang banyak," ujar Zani.

Nyatanya memang seperti itu, untuk daftar seminar proposal skripsi, dia tak perlu membayar biaya pendaftaran, cukup melengkapi persyaratan yang memang mengeluarkan uang banyak karena fotokopi.

"Papa janji, Zani, setelah Papa keluar dari sini, Papa akan bahagiakan kamu dan mama."

Senyum Zani mengembang, dia kemudian mengangguk cepat.

"Janji, ya, Pa. Aku tunggu."

***

Baru juga rebahan sebentar, Ezel meneleponnya dan berkata kalau dia sedang ada di depan rumahnya. Tentu hal itu membuat Zani mendengkus kesal. Kenapa pria itu datang di saat dia ingin me time di rumah?

Rencana yang sudah dia susun sebaik mungkin hancur karena kedatangan Ezel di rumah. Niatnya tadi ingin seharian menyelesaikan drama China yang baru saja dia download semalam, tapi Ezel malah mengganggu, padahal ini adalah kesempatan emas karena mamanya tak ada di rumah.

Walau malas beranjak dari tempatnya, Zani tetap bangkit dari berbaringnya untuk membukakan Ezel pintu. Sepertinya, siang ini ranjang empuk itu belum bisa dinikmati Zani, dia harus menyambut kedatangan Ezel yang datang tanpa diundang itu.

"Pak Ezel kalau mau bertamu itu bilang-bilang, dong," sungut Zani saat dia sudah membukakan Ezel pintu.

"Terus tadi saya nelpon kamu apa? Nanya sama kamu?" sarkas Ezel memutar bola matanya kesal.

"Setidaknya, 'kan, kalau mau bertamu, Bapak bilangnya sehari sebelum bertamu," balas Zani.

Gadis itu benar-benar kesal dengan Ezel.

"Planning saya 'kan jadi hancur karena Bapak," lanjut Zani sukses membuat Ezel mencibirnya.

"Kasihan, ya, kamu?"

Zani mendelik tajam. Dia paling tak suka dikasihani.

"Punya pacar, tapi serasa jomblo. Makanya balik sama saya, kalau perlu kita nikah aja, saya bakal bahagiain kamu."

Lagi dan lagi, Ezel menawarkan Zani kebahagiaan yang mungkin tak bisa dia dapatkan dari Ifzal. Namun, Zani tak akan tergiur, tawaran Ezel hanya dianggap sebagai angin lalu saja. Mana mungkin dia mau kembali dengan lelaki yang pernah menyakitinya di saat dia tengah hancur?

"Saya juga kasihan sama Bapak, udah ditolak berkali-kali, masih juga berharap," balas Zani membuat Ezel mencibir.

Pria itu juga tak bisa membalas perkataan Zani kala mengingat kalau apa yang dikatakan Zani adalah fakta. Dia sudah berkali-kali ditolak, tetapi masih juga mengharapkan Zani. Ezel tak pernah berhenti untuk berdoa, semoga saja hubungan Zani dan kekasihnya segera berakhir dan dia bisa bersama Zani lagi.

Zani yang sadar kalau dia belum menyilakan Ezel masuk, pun membuka pintu rumah sepenuhnya dan menyingkirkan dari pintu. Gadis itu menyilakan Ezel masuk ke rumahnya dan mengekori Ezel yang kini sudah duduk di sofa ruang tamu. Zani sengaja tak menutup pintu rumah, takutnya Ezel berbuat hal yang tidak-tidak.

Apa? Berbuat hal yang tidak-tidak? Zani lupa kalau saat dia sakit, Ezel berada di rumahnya seharian full, bahkan parahnya Ezel juga tidur di kamarnya. Ya, walaupun bukan tidur seranjang dengannya.

"Bapak ngapain ke rumah saya?"

Ezel tersenyum pada Zani, kemudian menunjukkan kresek berisi dua dus berbentuk persegi panjang dengan depan dusnya terdapat logo tempat pria itu membeli. Mi gacoan. Salah satu makanan yang sering mereka beli saat pacaran dulu.

Ini Ezel beli mi gacoan mau membahas masa lalu dengan Zani atau masih begitu ingat kalau mereka sering sekali membeli mi gacoan. Zani perlu waspada, bisa saja ini hanya jebakan Ezel untuk membahas masa lalu mereka.

"Saya yakin kamu pasti masih suka sama ini."

Tepat sekali. Ezel pasti akan membahas masa lalu seusai dengan dugaan Zani.

"Dulu kita 'kan sering beli ini," lanjut Ezel.

Zani meringis pelan mendengar Ezel yang lagi-lagi membahas masa lalu. Apa Ezel tak lelah? Zani bahkan hampir melupakan perihal ini, sementara Ezel mengingatnya.

"Kita pertama kali ketemu di warung mi gacoan, saya ingat betul, tanggal tanggal 17 November tahun 2018."

Wah, parah, bahkan hal sekecil itu dapat diingat Ezel. Detail sekali. Gadis itu menggaruk tengkuknya, bingung ingin balas apa, terlebih lagi Ezel semakin jadi membahas masa lalu mereka.

"Terus saya nembak kamu pas kita lagi makan mi gacoan."

Kesal dengan Ezel yang membahas masa lalu, Zani pun berdeham cukup keras, membuat Ezel berhenti. Ezel kira Zani akan berbatuk, tapi ternyata gadis itu hanya berdeham dan menarik napasnya dalam.

"Pak, mulutnya gatal banget bahas masa lalu terus."

***

Jangan lupa tinggalkan jejak yah

Selalu support aku.

Bye bye

Revisweet [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang