Tiga Puluh Dua

4K 277 7
                                    

"Ini, Pak, buat ganti duit Bapak yang dipakai tambal ban kemarin," kata Zani menyodorkan uang selembar berjumlah seratus ribu pada Ezel.

Pastinya, dia berkata seperti itu setelah kepergian Fina. Si operator akma jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia itu benar-benar kepo, tadi saja Zani perlu menyindir operator itu untuk pergi dari sana, karena dia ingin berbicara dengan Ezel. Kalau saja tadi Ezel tak bersuara, Fina tak akan mau beranjak dari tempatnya.

"Gak usah, anggap aja—"

"Anggap aja itu sebagai permintaan maaf Bapak karena kemarin nyium saya?" Belum selesai Ezel berucap, Zani sudah memotongnya, bahkan menyindir Ezel.

Zani menatap Ezel tajam, lalu melanjutkan perkataannya. "Secara gak langsung, Bapak mengatakan kalau saya itu perempuan murahan."

"Saya gak ngatain kamu murahan, Zani," balas Ezel.

"Iya, tahu, tapi secara gak langsung Bapak mengatakan bahwa saya itu perempuan murahan. Bapak kira harga saya semurah itu?"

Ezel mengembuskan napasnya, lelah mendengar Zani yang terus saja menyindirnya. Dia sama sekali tak bermaksud hal seperti yang gadis itu duga, dia hanya ingin bermaksud baik kepada Zani, dan Ezel menganggap itu sebagai pemerintah maaf, bukan maksud lain.

"Saya udah minta maaf sama kamu, tapi kamu malah marah sama saya. Bisa gak, sih, berhenti bersikap kekanak-kanakan?"

Hah? Apa tadi? Kekanak-kanakan? Ezel tak tahu bagaimana rasa menjadi perempuan yang harus menjaga kehormatannya dan pria itu mengatakan kalau semuanya itu kekanak-kanakan. Zani benar-benar tak suka mendengarnya, Ezel seolah-olah menyepelekan hal tersebut.

"Saya sama sekali tidak bersikap kekanak-kanakan. Bapak saja yang terlalu menyepelekan hal yang bagi perempuan itu adalah hal besar," ujar Zani membuat Ezel terdiam.

Apa dia benar-benar terdengar seperti menyepelekan masalah ciuman kemarin? Dia juga sudah meminta maaf pada gadis itu, tetapi Zani malah tak merespon. Ezel tahu, dia salah, tapi Zani juga tak pernah meresponnya, membuat dia berpikir bahwa gadis itu sama sekali belum memaafkannya.

Ezel menghembuskan napasnya kasar, lalu mengacak rambutnya frustrasi, bahkan sedikit dijambak. Pria itu menatap Zani dengan tatapan memelas, berharap Zani mau memaafkannya.

"Ok, saya minta maaf," pungkas Ezel. Dia memilih untuk mengucapkan maaf lagi pada Zani, daripada harus berdebat dengan Zani.

Namun, Zani lagi-lagi tak meresponnya, bahkan parahnya gadis itu langsung bangkit dari duduknya. Fix, Zani masih marah padanya, atau lebih parahnya Zani masih belum bisa memaafkannya.

"Apa saya perlu bersujud di kaki kamu, supaya kamu bisa memaafkan saya?" tanya Ezel cepat, sebelum Zani pergi.

Zani menggeleng, lalu berkata, "Gak perlu, Pak. Gak baik seorang hamba bersujud pada hamba yang lain."

Gadis itu pergi meninggalkan Ezel sendiri di gazebo. Zani cukup kecewa dengan Ezel yang terdengar begitu menyepelekan hal tersebut. Seandainya Ezel seorang perempuan, dia pasti merasakan apa yang dirasakan Zani.

Pria itu hanya menatap kepergian Zani, semakin jauh. Sial. Ezel harusnya tak usah membahas masalah dia yang mencium Zani. Alhasil, gadis itu kembali marah padanya. Niatnya ingin memperbaiki hubungan dan ingin mendekati Zani lagi, malah berujung seperti ini.

Kalau tahu seperti itu ini, Ezel tak akan mencium kening Zani hari itu. Mau diapa lagi, nasi sudah menjadi bubur, tak bisa kembali seperti semula. Semuanya sudah berlalu dan dia hanya perlu memperbaiki hubungan tersebut.

Setelah kepergian Zani, Fina kembali menghampirinya. Ezel menghela napasnya lelah. Dia tadi niatnya ingin mendinginkan otaknya, tapi Fina malah sudah menghampirinya. Rasanya, untuk sekadar berbicara satu kata saja, sudah begitu lelah. Apa lagi yang akan menjadi topik obrolan Fina?

"Pak Ezel, tadi itu siapa?" tanya Fina.

Operator akma itu memilin ujung bajunya, dia juga menatap Ezel, menuntut jawaban. Gadis itu menggigit kecil bibir bawahnya, masih setia menunggu jawaban Ezel. Jantungnya berdegup kencang. Entah kenapa, melihat Zani dan Ezel tadi, dia merasa ada yang tidak beres di antara keduanya apalagi saat melihat ekspresi Zani yang terlihat begitu marah pada Ezel.

Ditambah lagi dengan Ezel yang terlihat frustrasi. Benar-benar ada yang aneh, sepertinya Zani dan Ezel memiliki hubungan. Fina menduga hal tersebut.

"Mahasiswi bimbingan saya, Bu," jawab Ezel seadanya.

Dia tak mungkin mengatakan pada Fina kalau Zani adalah mantan kekasihnya. Toh, tak ada satupun yang tahu hubungan mereka waktu itu. Teman-temannya yang di ruang LP2M mungkin ada yang tahu siapa Zani, tetapi hanya sekadar perempuan itu incaran Ezel, bukan sebagai mantan kekasih Ezel.

"Kok gak sopan, ya? Kurang aja. Tadi kayak marah-marah sama Pak Ezel," kata Fina. Dia tak suka melihat Zani tadi yang terlihat marah pada Ezel.

Sementara Ezel, hanya meringis pelan. Seandainya Fina tahu kalau Zani marah karena dia yang mencium gadis itu tanpa izin, apa yang akan dipikirkan Fina tentangnya?

Om-om pedofil? Atau orang mesum?

"Enggak, kok, Bu. Tadi sedikit ada masalah di proposal skripsi dia, jadi perlu diselesaikan, karena dia mau daftar seminar proposal," dalih Ezel yang jelas sekali itu tak benar. Mana mungkin pria itu mengatakan pada Fina yang sebenarnya.

"Tapi ekspresi wajahnya itu, loh, Pak," balas Fina.

Nada suara gadis itu sangat terdengar dengan jelas kalau dia kesal, apalagi jika mengingat wajah Zani tadi. Kenapa terlihat begitu menyebalkan?

"Gak pa-pa, Bu."

Fina tersenyum. Hal yang paling dia kagumi dari Ezel yaitu, Ezel perhatian, baik, peduli, bahkan menurut Fina, sifat perfeksionis Ezel membuat Fina semakin mengagumi Ezel. Ezel begitu teliti, dia merasa cocok dengan dirinya yang merupakan operator akma, di mana hal tersebut memerlukan ketelitian yang tinggi.

"Pak Ezel, udah punya pacar?"

Basa-basi Fina benar-benar tak ada gunanya. Jelas-jelas satu fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan tahu kalau Ezel belum memiliki kekasih, masih saja dia bertanya akan hal itu. Namun, Fina ingin mendengarnya secara langsung dari sumbernya.

Ezel menggeleng. Dia saat ini sibuk untuk mengambil hati Zani lagi, berharap gadis yang masih dia cintai sampai sekarang itu mau kembali padanya. Maka dari itu, Ezel harus ekstra untuk mengejar Zani.

"Gak ada, ya, Pak?" tanya Fina memastikan dan belum juga Ezel menjawab, Fina kembali melanjutkan perkataannya, "Sama, Pak, saya juga belum punya pacar."

Ezel menoleh pada Fina, dia mengernyit heran saat mendengar pengakuan gadis itu. Perasaan, dia sama sekali tak bertanya perihal gadis itu sudah memiliki kekasih atau belum, tapi kenapa gadis itu sudah mengaku lebih dulu? Juga, Ezel seakan tak percaya dengan Fina yang masih belum punya kekasih.

"Kenapa belum?"

Walau begitu, Ezel tetap bertanya, tak ingin membuat operator akma itu malu.

"Masih nunggu seseorang, Pak. Sayangnya, kurang peka," jawab Fina seraya tersipu malu.

Ezel sadar, siapa orang yang dimaksud Fina. Sayangnya, dia tak tertarik dengan operator kampus. Secantik apapun dia, bagi Ezel, Zani lah orang tercantik di dunia.

***

Niatnya tadi hari ini gak update dulu, karena capek seharian ada banyak urusan. Tapi otak maksa buat nulis, takut nanti idenya hilang.

Jangan lupa tinggalkan jejak

Bye bye

Revisweet [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang