Formulir pendaftaran seminar proposal kini sudah ada di tangannya, Zani tersenyum senang. Akhirnya dia sampai di titik ini, mendaftar seminar proposal dan akan menyusul teman-temannya yang lain.
Gadis itu membaca formulir pendaftaran seminar proposal, persyaratan yang perlu dipenuhi untuk mendaftar cukup menguras kantong. Zani meringis, dia menggaruk kepalanya lantaran melihat begitu banyak hal yang perlu difotokopi.
Proposal skripsi tiga rangkap serta dijilid warna putih bagian depan dan biru bagian belakang, fotokopi slip UKT semester berjalan, transkrip nilai dari semester awal sampai akhir, terakhir power point yang telah diprint serta diperbanyak sebanyak empat rangkap. Zani membuka tas selempangny, kemudian mengeluarkan dompetnya dan melihat berapa sisa uang yang dia miliki.
Uangnya tersisa tiga puluh ribu, sementara mamanya pulang tiga hari lagi. Kalau untuk makan, mamanya sudah menyiapkan semuanya di kulkas untuk dia makan selama ke Makassar. Padahal bisa saja hari ini, dia bisa menyelesaikan urusannya.
"Duit gue tinggal segini, gimana bisa daftar seminar proposal?" gumam Zani.
Zani menghela napasnya lelah, kalau tahu seperti ini, kemarin dia tak akan membeli tinta printer. Seandainya saja dia memiliki kertas yang banyak, dia lebih memilih untuk memprint proposalnya dibandingkan untuk fotokopi. Beli kertas pun, uangnya sudah tak cukup.
Gadis itu melihat pada dua sahabatnya yang kini duduk di gazebo depan ruangan sekretaris jurusan, menemaninya mengambil formulir pendaftaran seminar proposal. Apa dia harus meminjam uang Thalia atau Maura?
Zani tak enak hati. Pasalnya, gadis itu sudah terlalu sering meminjam uang pada kedua sahabatnya, sekalipun keduanya selalu mengingatkan Zani jika butuh sesuatu maka selalu cerita padanya.
Atau dia harus menunggu mamanya pulang tiga hari lagi? Sepertinya dia memang perlu untuk menunggu mamanya pulang tiga hari lagi.
Zani menunduk lesu, belum lagi nanti dia perlu menyiapkan camilan untuk dosen penguji serta pembimbing saat ujian. Mencoba untuk melupakan sejenak, Zani menghampiri kedua sahabatnya, dan langsung saja duduk di gazebo.
"Udah dapat formulirnya?" tanya Thalia.
Zani tersenyum, kemudian mengangguk cepat. Gadis itu mencoba menyembunyikan semuanya, dibandingkan harus bercerita yang akan membuat dia terlihat kasihan di depan kedua sahabatnya.
Ketiganya kemudian sama-sama diam, Zani sibuk memikirkan nasibnya, sementara Maura dan Thalia memainkan ponsel. Namun, belum ada lima belas Zani duduk, tiba& tiba-tiba saja seorang gadis menghampiri mereka.
"Permisi, aku boleh duduk di sini gak?"
Seketika atensi ketiganya teralihkan pada gadis itu, terutama Zani yang kini sudah melotot tak percaya melihat gadis itu.
Citra. Gadis itu benar-benar Citra, rivalnya yang baru pertama kali dia lihat langsung. Zani melihat wajah Citra dengan teliti, kemudian membandingkan dengan wajahnya yang mungkin dia adalah orang terjelek jika berada di samping Citra. Pantas saja Ifzal lebih sering memposting foto Citra, dilihat lewat foto saja Citra sudah begitu cantik, apalagi langsung. Seketika Zani jadi ragu dengan perasaan Ifzal padanya. Apa Ifzal benar-benar menyukainya? Ataukah dia hanya dijadikan sebagai bahan kegabutan Ifzal saja?
"Eh, boleh, duduk aja."
Thalia mempersilakan Citra untuk duduk satu gazebo dengan mereka. Zani sebenarnya ingin menolak, dia tak mau duduk di gazebo yang sama dengan Citra, yang ada dia hanya insecure melihat Citra.
Tubuh tinggi serta langsing, rambut sedikit bergelombang serta pendek, tetapi memakai jedai berwarna biru langit. Kulit mulus dan putih terutama area wajah yang dimakeup tipis. Bola mata berwarna cokelat. Dress yang panjangnya sampai di bawah lutut. Citra begitu cantik, mustahil Ezel tak menyukainya.
"Kalian semester berapa?" tanya Citra membuat Zani yakin seratus persen, bahwa Ifzal sama sekali tak pernah mengenalkan dirinya pada Citra, walau itu hanya sekadar memperlihatkan fotonya saja. Wait, apa Ifzal memiliki fotonya?
"Sementara tujuh."
Kali ini, yang bersuara adalah Maura. Tetapi mata gadis itu lebih fokus ke ponselnya.
"Jurusan apa?" tanya Citra lagi.
"Pendidikan Bahasa Indonesia dan Sastra. Kuliah di sini atau—"
Belum selesai Thalia berucap, Citra mengulurkan tangannya pada Thalia.
"Aku Citra. Salam kenal."
Dengan senang hati, Thalia menerimanya.
"Gue Thalia, ini Zani, dan yang main HP itu Maura," balas Thalia mengenalkan Zani beserta Maura. "Jurusan apa?"
Citra menggeleng pelan, wajah gadis itu cemberut karena ditanya Thalia.
"Aku gak kuliah, tapi lagi nemenin teman aku. Sayangnya aku malah ditinggal."
Zani tersenyum kecil, merasa kasihan pada dirinya sendiri. Miris sekali kisah percintaannya, memiliki kekasih tetapi kekasihnya lebih sibuk dengan sahabat perempuannya. Parahnya lagi, semua kepentingan sahabatnya ini lebih didahulukan dibandingkan kepentingan sendiri.
Ponsel Citra yang sejak tadi dia genggam berbunyi sekali, tanda pesan masuk. Gadis itu kemudian melihat pada ponselnya, kemudian bangkit dari duduknya.
"Maaf, ya, teman aku minta ketemu di parkiran."
Citra meninggalkan ketiganya, terapi belum jauh Citra meninggalkan ketiganya, mereka dapat melihat Ifzal menghampiri Citra, bahkan menggeram tangan Citra serta tersenyum manis pada Citra.
Thalia seketika menoleh pada Zani, sementara Maura menatap tajam pada punggung Citra juga Ifzal yang kian menjauh.
"Zan," cicit Thalia.
Zani tersenyum miris. Dia sepertinya memang hanya bahan kegabutan Ifzal. Buktinya, Ifzal malah tak peduli dengannya. Bahkan waktu menjaganya saat sakit pun cuma sehari, besoknya Ifzal sibuk dengan Citra yang katanya rindu dengan dunia luar karena baru saja sembuh. Lalu Zani apa kabar?
"Jangan bilang Citra yang lo maksud itu dia?"
Dalam hati Thalia, Zani tak mengiyakan, kalau benar, maka dia akan merasa bersalah.
Anggukan kepala Zani membuat Thalia benar-benar merasa bersalah, pantas saja sejak tadi Zani hanya diam, bahkan menatap Citra pun tidak. Bodohnya lagi dia, kenapa tak meminta Zani memperlihatkan foto Citra itu padanya?
"So-sorry, Zan, gue bener-bener gak tahu," ucap Thalia penuh penyesalan.
Zani menggeleng pelan. Menurutnya, Thalia tak salah, toh gadis itu tak tahu Citra.
"Makanya gue juga gak terlalu ngerespon dia, di gerbang kampus tadi, gue liat dia sama Ifzal," ujar Maura.
Pagi tadi, ketika dia sampai di kampus, Maura tak sengaja melihat Ifzal juga Citra yang sedang membeli bubur ayam untuk sarapan. Gadis itu menceritakan pada Zani, takut Zani malah banyak pikiran, apalagi mengingat Zani yang akan sibuk mengurus pendaftaran seminar proposal skripsinya.
"Putusin aja, lah, Zan. Cowok kayak gitu masih aja dipertahankan," kata Thalia dengan nada marah yang benar-benar kentara.
Zani tak membalas. Dia tak mungkin mengakhiri hubungannya dengan Ifzal secara sepihak, yang ada hanya akan membuatnya dan Ifzal bertengkar hebat. Untuk sekarang, Zani akan membiarkan, tetapi bila mana Ifzal masih belum berubah dan lebih mementingkan Citra, Zani bisa saja mengakhiri hubungan mereka.
***
Btw kalau merasa ini berbelit-belit bilang yah. Takutnya ini terlalu berbelit-belit, tapi aku mau kalian bisa baca perjuangan Zani mencapai gelarnya. Apalagi kalau ingat mencapai gelar itu gak mudah, kita harus berhadapan dengan banyak masalah. Contohnya kayak Zani barusan, yang gak punya duit buat fotokopi serta beli kertas. Aku juga sebenarnya udah ngikutin alur sesuai dengan sinopsis serta outline yang aku buat.
Part ini semoga suka
Jangan lupa tinggalkan jejak
Bye bye
![](https://img.wattpad.com/cover/313239102-288-k660593.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Revisweet [TERBIT]
RomansaNomor Peserta: 081 Tema: Campus Universe Blurb : Judul skripsi Zani bermasalah, membuatnya harus berurusan dengan dosen pembimbing 1 yang juga merupakan mantan kekasihnya. Parahnya, Zani berkali-kali revisi hingga membuatnya mual melihat banyaknya p...