"Apa aja, sih, yang lo lakuin sama pak Ezel selama bimbingan? Udah sejauh mana, Zan?"
Pertanyaan Thalia membuat Zani seketika melongo tak percaya. Berbeda dengan Maura yang kini tertawa keras mendengar pertanyaan Thalia, bahkan tak peduli kalau mereka saat ini berada di lantai tiga gedung rektorat.
Zani tertawa, tetapi dipaksa, lalu berkata, "Ngeri gue denger pertanyaan lo."
Thalia mengernyit heran. Perasaan pertanyaannya biasa-biasa saja, tetapi kenapa Zani ngeri mendengarnya?
"Ambigu, anjir," timpal Maura ketika sadar dengan dengan kebingungan Thalia.
Jelas saja ambigu pertanyaannya, seolah-olah mengarah pada hal yang tidak-tidak, padahal cuma bimbingan saja.
"Gue 'kan nanya. Ambigu dari mananya, sih?" Thalia berkata, masih dengan kebingungannya.
"Jelas, lah, ambigu. Orang bisa salah paham sama pertanyaan lo."
"Eh, gue nanya juga karena denger lo sama pak Ezel ngomong," ungkap Thalia.
Gadis itu memang bertanya karena mendengar obrolan Zani dan Ezel di lift tadi. Apa mereka kira Thalia tak mendengar? Bahkan Thalia yakin, Maura juga pasti mendengar, hanya saja sifat cuek Maura membuat gadis itu bodo amat dengan obrolan Zani dan Ezel.
"Omes lo," ucap Zani.
Thalia mencibir, dia mendelik tajam pada Zani yang kini sibuk dengan ponselnya. Begitu juga dengan Maura yang sibuk memainkan ponselnya, sementara itu ketika Thalia baru akan bersuara, nama Zani dipanggil oleh asisten rektor, membuat Zani langsung bangkit dari duduknya.
Kemudian Zani tersenyum melihat formulir pendaftaran seminar proposalnya sudah ditandatangani. Senang melihatnya, sampai Zani ingin sekali melompat kegirangan, tetapi ingat kalau saat ini masih ada asisten rektor, mana pria pula. Kalau saja di sini hanya ada kedua sahabatnya, sudah sejak tadi Zani meloncat kegirangan.
"Kata pak Prof semangat," ucap asisten rektor itu.
Zani mengangguk, mengucapkan terima kasih kemudian pamit undur diri. Dia harus mencari keberadaan Ezel yang berada di lantai dua, kemudian meminta tanda tangan Ezel, setelahnya meminta tanda tangan ketua jurusan lalu mendaftar seminar proposal pada sekretaris jurusan.
Zani mengajak kedua sahabatnya untuk turun ke lantai dua, dia harus ke ruang LP2M untuk menemui Ezel. Hari ini, semua urusannya harus selesai, biar besok tinggal meminta undangan seminar proposal.
"Kita ke ruang LP2M, gue mau nyari pak Ezel di sana."
Gadis itu menarik tangan Maura menuju tangga darurat. Ke lantai dua dengan menggunakan tangga darurat Zani rasa lebih cepat, karena ruang LP2M tepat di samping tangga.
Setibanya di ruang LP2M, gadis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Namun nihil, dia sama sekali tak menemukan keberadaan Ezel. Sepertinya Ezel sudah turun. Hal itu membuat Zani berdecak kesal kala tahu kalau Ezel sudah tak ada di ruang LP2M.
Pasalnya, dari gedung dosen dan gedung rektorat cukup jauh, walau gedungnya terlihat bersebalahan. Kalau jalan kaki dari gedung rektorat ke gedung dosen itu jauh.
Dari kejauhan mungkin kedua gedung itu bersebelahan, tetapi ketika akan menuju gedung dosen dari gedung rektorat, cukup melelahkan jika berjalan kaki. Masalahnya, mereka harus berputar di gedung rektorat menuju gedung dosen.
"Nyari saya, ya?"
Gadis itu terkejut, jantungnya berdegup kencang mendengar suara Ezel yang tiba-tiba ada di belakangnya. Ezel begitu dekat, wajahnya ada di sisi kiri, cukup dekat sehingga membuat Zani tak bisa berkutik. Dia hanya mampu menelan ludahnya susah payah karena melihat Ezel yang begitu dekat dengannya. Gila, Zani merasakan wajahnya panas. Dia malu karena wajahnya cukup dekat dengan wajah Ezel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revisweet [TERBIT]
RomanceNomor Peserta: 081 Tema: Campus Universe Blurb : Judul skripsi Zani bermasalah, membuatnya harus berurusan dengan dosen pembimbing 1 yang juga merupakan mantan kekasihnya. Parahnya, Zani berkali-kali revisi hingga membuatnya mual melihat banyaknya p...