Dua Belas

5K 346 12
                                    

Waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam, mereka saat ini berada di perjalanan pulang ke rumah Zani. Ezel benar-benar membawa Zani jalan-jalan. Zani yang awalnya menoleh kini merasa senang, setelah sekian lama, baru ini lagi dia merasakan jalan-jalan yang sebenarnya. Menginjak semester tujuh, membuat gadis itu sangat jarang jalan-jalan. Di hidupnya hanya ada revisi, revisi, revisi, dan revisi. Kalaupun ada waktu untuk jalan-jalan, Ifzal kadang tak bisa, untuk mengajak teman-temannya, Zani merasa segan mengingat kedua temannya itu sangat sibuk dengan skripsi mereka.

Mobil Ezel berhenti tepat di depan rumah Zani, kening pria itu mengernyit melihat ada mobil Jazz berwarna hitam terparkir di depan rumah Zani. Ezel melihat pada rumah Zani yang pintunya terbuka lebar, sepertinya di rumah Zani ada tamu. Pria itu menoleh pada Zani yang cuma diam saja di mobil, tak berbicara atau beranjak untuk keluar.

"Zani," panggil Ezel pelan. Pria itu segan karena melihat Zani yang hanya diam melihat lurus ke depan.

"Pak Ezel langsung pulang, 'kan?" tanya Zani terkesan melarang Ezel untuk mampir di rumahnya. Namun, Ezel tahu akan sopan santun. Tadi dia mengajak Zani dengan meminta izin pada mama Zani secara langsung, tak mungkin dia membawa Zani pulang tanpa menunjukkan diri pada Afni, yang ada dia hanya dibilang tak menepati janji.

"Saya mau pamit sama mama kamu," kata Ezel membuat Zani menghembuskan napasnya panjang.

"Gak usah, Pak, mama saya juga pasti ngerti," kata Zani membuat Ezel menggeleng.

"Saya harus pamit sama mama kamu langsung," putus Ezel kemudian keluar dari mobil. Pria itu berputar untuk membukakan Zani pintu, tapi kalah cepat dengan Zani yang kini sudah keluar, hal itu membuat Ezel menghela napas.

"Pak, seriusan, gak usah?"

"Kenapa? Takut pacar kamu marah?" tanya Ezel telak.

Pertanyaan Ezel sukses membuat Zani terdiam. Zani memang takut Ifzal marah sekalipun di dalam sana pasti mamanya sudah memberitahu padanya. Gadis itu menggigit kecil bibir bawahnya, matanya tertuju pada pintu rumah yang terbuka lebar.

"Saya sudah bilang sama kamu kemarin, 'kan? Kalau dia gak bisa bahagiakan kamu, kamu bisa kembali sama saya," lanjut Ezel.

"Pak, saya rasa membahas masa lalu hanya akan membuka kembali luka lama."

Sadar kalau Zani tak suka membahas masa lalu, Ezel pun memilih untuk berhenti sejenak. Pria itu menarik tangan Zani lembut hingga mereka sampai di pintu rumah Zani, belum sempat keduanya mengucapkan salam, Afni yang memang duduk di ruang tamu bersama Ifzal, menyadari kedatangan keduanya.

"Udah pulang?"

Ezel tersenyum kikuk, kemudian mengucapkan salam, "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Tangan Ezel yang tadi menggenggam pergelangan tangan Zani, pun dilepaskan. Zani tak ingin Ifzal malah salah paham dengannya, apalagi mengingat kalau Ezel adalah mantan kekasihnya. Sedangkan Ifzal hanya diam di tempatnya, tetapi matanya terus tertuju pada Zani.

"Maaf, Tante, kita kemalaman. Terlalu asik main tadi," kata Ezel.

Afni tersenyum memaklumi, toh Ezel juga meminta izin padanya untuk mengajak Zani jalan-jalan. Kalau tak minta izin, jelas saja dia marah.

"Gak pa-pa, kok. Zani udah hampir setahun ini mungkin gak ada jalan-jalan, di rumah terus," balas Afni seraya melirik Ifzal. Wanita itu juga melihat pada Zani yang kini telah duduk di samping Ifzal.

Ezel tersenyum kecil, dia senang mendengar balasan Afni. Sepertinya dia memiliki kesempatan besar untuk bersama Zani lagi, mama Zani bahkan menerimanya secara terbuka.

"Aku pamit, ya, Tante," pamit Ezel. "Udah malam soalnya."

"Iya, hati-hati. Makasih udah ajak anak Tante refreshing."

Perkataan Afni membuat Ezel tertawa kecil. Namun beda halnya dengan Ifzal yang benar-benar tak suka melihat Ezel, apalagi melihat bagaimana kedekatan Antara Ezel dan mama Zani. Dia saja tidak pernah berbicara seakrab itu dengan mama Zani, tapi Ezel bisa berbicara akrab dengan mama Zani. Bukankah ini menunjukkan bahwa Ezel ada di satu langkah darinya?

Ketika Ezel telah keluar dari rumah Zani, Ifzal menatap Zani tajam. Dia marah karena kekasihnya ini keluar dengan pria lain tanpa meminta izin darinya. Setelah Ezel pulang dari rumahnya, Afni langsung pamit dengan sejoli tersebut untuk ke kamar, hingga meninggalkan Zani dan Ifzal di ruang tamu.

"Bahagia banget, ya, habis jalan-jalan sama mantan?" sindir Ifzal membuat Zani juga menatapnya dengan kening mengernyit heran.

"Emang muka aku kelihatan bahagia?" tanya Zani.

Ifzal tak menjawab, melainkan berdecak. Kenapa Zani malah tak peka kalau dia sedang marah?

"Aku sama pak Ezel cuma jalan-jalan ke tempat wisata doang," imbuh Zani.

"Setidaknya izin sama aku, Beb."

"Gak kepikiran, Zal."

"Apa sih susahnya minta izin? Tinggal ngirimin aku chat doang."

"Aku beneran gak kepikiran."

"Kamu juga, kalau mau jalan-jalan bilang sama aku, biar kita jalan-jalan berdua," ucap Ifzal sukses membuat Zani tersenyum miring.

"Apa? Kalau mau jalan-jalan bilang sama kamu? Biar kita jalan-jalan berdua?" tanya Zani sarkasme.

Sepertinya Ifzal lupa kalau Zani selalu mengajaknya jalan-jalan, tapi sayangnya, Ifzal lebih mementingkan Citra. Di hidup Ifzal hanya Citra, Citra, dan Citra. Jelas saja kadang Zani marah, tetapi tak bisa. Gadis itu selalu mengalah dengan gadis bernama Citra yang notabenenya adalah sahabat kekasihnya sekaligus rivalnya, walau mereka belum pernah bertemu.

"Ifzal, kamu lupa kalau waktu kamu itu sepenuhnya untuk Citra?"

"Setidaknya aku bisa usahakan, Beb."

Zani tertawa sumbang. Diusahakan? Bukankah pria itu juga sering bilang seperti itu? Nanti diusahakan dan ujung-ujungnya batal juga.Ifzal harus sadar kalau waktu pria itu hanya dihabiskan bersama Citra. Zani ajak jalan-jalan, alasannya Citra mau ke tempat ini. Minta tolong jemput karena motornya mogok, alasannya Citra pengen ditemani beli es krim. Minta ketemu karena rindu, alasannya jagain Citra di rumah, karena orang tuanya sedang keluar. Memangnya Citra anak kecil?

"Ujung-ujungnya juga kamu bakal jalan sama Citra," kata Zani.

Mendengar nama Citra yang selalu dibawa-bawa Zani, membuat Ifzal tak suka mendengarnya, pria itu menatap Zani tajam dan marah. Amarahnya semakin bertambah ketika Zani membawa nama Citra. Ini masalah keduanya, kenapa harus membawa nama Citra? Ifzal benar-benar tak suka.

"Kamu kenapa bawa-bawa Citra, sih? Dia gak salah apa-apa."

"Aku 'kan cuma bilang fakta. Kamu selalu sama Citra, jelas saja kita gak bisa jalan-jalan."

"Dia sahabat aku, kamu harus bisa ngertiin aku. Kamu kapan, sih, bisa ngertiin aku?"

Ifzal ingin dimengerti, tapi dia tak mengerti akan Zani. Harus berapa lama lagi Zani untuk mengerti pria itu?

"Ini alasan aku kemarin nanyain perasaan kamu ke aku, biar aku bisa putusin harus ngelakuin apa ke depannya. Tapi perkataan kamu waktu itu meyakinkan sekali, Zal," tutur Zani.

"Beb—"

Belum sempat Ifzal menyelesaikan perkataannya, Zani kembali berkata, "Sepertinya aku butuh waktu untuk sendiri.  Kamu boleh pulang, udah malam."

***

Ada yang kesal dengan Ifzal gak? Dia yang sering sama Citra tapi Zani gak marah, eh pas Zani sama Ezel dia malah marah🤣

Jangan lupa tinggalkan jejak yaww

Bye bye

Revisweet [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang